JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Basuki Thahaja Purnama alias Ahok bicara mengenai ongkos politik yang harus disetor calon kepala daerah kepada partai politik pengusungnya.
Basuki mengatakan, berdasarkan hitungannya, dia harus mengeluarkan uang Rp 100 miliar untuk setiap parpol yang mengusungnya pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 15 Februari 2017. Dana sebesar itu diperlukan untuk menggerakkan mesin partai hingga ke tingkat cabang dan ranting.
Karena tak mempunyai uang sebesar itu, Ahok pun memutuskan maju dari jalur independen dengan bantuan kelompok relawan pendukungnya, Teman Ahok.
Pernyataan Ahok tersebut sontak membuat elite partai politik meradang. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon meminta Ahok membuktikan ucapannya. Gerindra merupakan partai pendukung Ahok setelah ia keluar dari Golkar.
Menurut Fadli, saat mengusung Ahok dan Joko Widodo pada Pilkada DKI 2012, Gerindra tidak meminta "mahar" politik kepada Ahok.
"Saya kira kalau dia mengatakan itu, ya sebaiknya membuktikan bahwa ada angka seperti itu. Itu angka yang fantastis menurut saya," ujar Fadli, saat dihubungi, Jumat (11/3/2016).
Ketua DPP PDI-P Hendrawan Supratikno mengatakan, partainya hanya meminta modal kampanye seikhlasnya kepada Jokowi-Ahok pada Pilkada 2012.
Anggota Komisi XI DPR tersebut mengaku tidak ingat persis berapa dana yang disetorkan. Namun, Hendrawan memastikan jumlahnya tidak sampai Rp 100 miliar. PDI-P justru nombok untuk biaya kampanye saat itu.
"Saya pegang wilayah Kecamatan Kelapa Gading dengan Mindo Sianipar. Sosialisasi habis Rp 67 juta. Itu saya saja, belum yang lain," kata Hendrawan.
Ketua DPP PDI-P Andreas Hugo Pareira penasaran dari mana Ahok bisa mendapatkan angka Rp 100 miliar itu.
Dia menuding Ahok sudah menyetorkan dana sebesar itu kepada partai lain yang saat ini sudah memutuskan untuk mendukungnya maju pada Pilgub DKI 2017.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera Nasir Djamil menilai bahwa pernyataan Ahok sudah mendiskreditkan parpol.
Nasir menghargai langkah Ahok yang maju dari calon independen. Namun, dia meminta mantan Bupati Belitung Timur itu tidak lantas melukai parpol.
"Parpol tersinggung, kita tak bisa menerima pernyataan itu," kata anggota Komisi III DPR tersebut.
Sekjen Golkar Idrus Marham mendesak Ahok membuka siapa partai yang meminta dana hingga Rp 100 miliar sehingga semua parpol tak merasa jadi pihak yang tertuduh.
Menurut dia, Partai Golkar tidak pernah meminta "mahar" kepada calon kepala daerah yang akan diusungnya.
Kalaupun ada biaya yang dibebankan kepada calon, biaya tersebut digunakan untuk kampanye pemenangan. Tak ada sepeser pun yang masuk ke kas partai.
"Jadi, Pak Ahok dibuka saja, tidak ada masalah biar semua terbuka dalam rangka untuk mengkritik dan untuk perbaikan ke depan. Kalau itu semua kebenaran, ngapain takut," ucap dia.
Pendapat berbeda disampaikan oleh politisi Partai Nasdem, yang saat ini juga menjadi satu-satunya parpol yang sudah mendukung Ahok meski melalui jalur independen.
Ketua DPP Nasdem Irma Suryani Chaniago mengatakan, dukungan Nasdem tanpa syarat dan tanpa "mahar" politik. Dia menengarai bahwa praktik meminta "mahar" politik datang dari parpol lain.
Dia mencurigai, karena keengganan menyetor "mahar", Ahok minim dukungan dari parpol.
"Inilah anehnya partai politik. Mereka jual mahal mau dukung Ahok, kemudian pakai 'mahar' yang mahal. Kalau kemudian beralih pada jalur independen, kenapa harus ribut?" ucap Irma.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.