Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik Uang, Mana Tahan...

Kompas.com - 26/02/2016, 09:43 WIB

Partai Golkar tidak pernah senyap dari gosip. Baru saja kegaduhan mereda setelah dua kubu (Aburizal Bakrie dkk dan Agung Laksono dkk) "berdamai", suasana tidak lantas tenang.

Kegaduhan baru, muncul lagi. Menjelang musyawarah nasional, angin bertiup kencang lagi. Pohon beringin pun kembali bergoyang-goyang.

Aroma politik uang mulai menyengat dalam bursa calon Ketua Umum Partai Golkar.

Fungsionaris Partai Golkar Nurdin Halid bilang ada kandidat ketua umum yang mulai main uang. Si kandidat memberikan 10.000 dollar Singapura kepada pemilik suara (satu DPD).

Kemudian, kandidat lain, Ade Komarudin, diadukan ke Mahkamah Kehormatan DPR karena dianggap mendapat gratifikasi berupa fasilitas pesawat mewah.

Ade memang Ketua DPR, menggantikan Setya Novanto yang turun setelah terkena sanksi etik dalam kasus "papa minta saham", akhir 2015.

Anggota tim sukses Ade, Bambang Soesatyo, menampik. Pesawat mewah itu, kata Bambang, milik sendiri, yaitu milik PT Kodeco-Jhonlin. Dan, Bambang komisaris di PT itu.

Setya juga siap bertarung merebut kursi tertinggi Partai Golkar. Nama lain yang beredar di antaranya Mahyudin, Aziz Syamsuddin, Airlangga Hartarto, Idrus Marham, Syahrul Yasin Limpo (Gubernur Sulsel). Aburizal dan Agung sudah menjadi cerita lama.

Namanya pertarungan, pasti sengit dan berisik. Perang urat saraf dan kampanye hitam menjadi trik lumrah.

Secara terbuka mereka menolak politik uang (money politics), tetapi uang transportasi, misalnya, dianggap bukan politik uang. Absurd!

Sebetulnya politik uang di arena Munas Golkar adalah trik klasik. Semua orang sudah mafhum: orang partai itu pragmatis dan transaksional. Istilah "gizi atau logistik" sudah lama dikenal di panggung politik, termasuk di setiap Munas Golkar.

Munas tahun 2009, kekuatan uang disinyalir bermain. Namanya politik uang, cuma baunya yang menyengat seperti "gas busuk".

Uang dan kekuasaan ibarat dua sisi mata uang. Saling tak melihat, tetapi selalu beriringan. Kalau mau berkuasa, siapkanlah banyak uang. Bisa juga dibalik. Kalau mau banyak uang, rebutlah dulu kekuasaan.

Secara teoretis, politik uang itu haram, karena merusak demokrasi. Namun, anehnya makin dilarang, main uang justru makin diminati.

Alan Simpson, mantan senator Amerika Serikat dari Wyoming-mengutip laporan The Wall Street Journal 2014-menyebut 70 persen publik AS frustrasi dan marah karena sistem politik di negara mereka hanya bekerja untuk uang dan kekuasaan.

"Politik adalah bisnis mahal yang sialan," kata Joe Biden, Wakil Presiden AS, saat mulai menjadi senator dari Delaware awal 1970-an.

Meskipun "membenci" politik uang, mereka tetap "mencintainya". Para politisi lah yang tidak tahan untuk tak berpolitik uang.

Mari kita buktikan di Munas Golkar nanti: tahankah para kandidat tidak menggunakan politik uang?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 17 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 17 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

Nasional
Indikator Politik: 90,4 Persen Pemudik Puas dengan Penyelenggaraan Mudik Lebaran Tahun Ini

Indikator Politik: 90,4 Persen Pemudik Puas dengan Penyelenggaraan Mudik Lebaran Tahun Ini

Nasional
Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

Nasional
Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

Nasional
TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

Nasional
ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

Nasional
Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

Nasional
Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

Nasional
Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Nasional
Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Nasional
Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

Nasional
Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

Nasional
Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com