Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keresahan Ketua KPK jika Hubungan dengan Polri Tak Mulus...

Kompas.com - 18/02/2016, 06:10 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - "Sebetulnya hubungan kita dengan Polri dan Kejaksaan nggak ada goncangan lagi, mulus, kebutuhan berapa pun akan disuplai. Tapi kan sangat bahaya kalau hubungan tidak mulus. Kemudian kita nggak dapat suplai."

Begitulah keresahan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo terkait penyidik KPK, ketika berbicang dengan Kompas.com di ruang kerjanya di Jakarta, Selasa (16/2/2016).

Saat itu, Agus disinggung soal konflik masa lalu antara KPK dengan Polri, yang berimbas pada penyidik Polri yang bertugas di KPK.

Masalah penyidik KPK pernah muncul ketika KPK mengusut kasus korupsi di lingkungan Polri. Contohnya, ketika KPK mengusut kasus korupsi simulator ujian surat izin mengemudi (SIM). (baca: KPK Krisis Penyidik)

Saat itu, setidaknya 20 penyidik Polri ditarik. Alasan yang disampaikan hanya karena habis masa tugasnya di KPK.

Saat ini, ada sekitar 80 orang yang menjadi penyidik di KPK. Sebanyak 28 orang diantaranya bukan berasal dari lembaga penegak hukum alias hasil rekrutmen independen.

Agus mengatakan, penyidik dari jalur independen menjadi solusi ketika berhadapan dengan masalah tidak harmonisnya hubungan KPK dengan lembaga penyalur tenaga penyidik.

Menurut Agus, setidaknya dibutuhkan 300 orang penyidik agar gerak KPK bisa cepat. Saat ini, pihaknya tidak mengalami kendala terkait suplai penyidik dari Polri. Pasalnya, hubungan KPK dengan Polri tengah mesra.

Setidaknya, Agus mengaku sudah tiga kali bertemu Kepala Bareskrim Polri Komjen Anang Iskandar, baik acara formal maupun informal.

Menurut Agus, Polri siap menyediakan berapa pun penyidik yang dibutuhkan KPK. Namun, mereka tetap harus melewati seleksi ketat.

"Meski enggak semuanya kita terima. Tahun lalu dari polisi enggak ada yang masuk sama sekali. Kita kan selalu lihat kompetensi, integritas. Jadi kalau konsultan bilang ini nggak layak, ya nggak kita rekrut," kata Agus.

Agus mengatakan, pihaknya tetap ingin menerima bantuan SDM dari Polri dan Kejaksaan karena pihaknya sadar bahwa tidak bisa memberantas korupsi sendirian. Terlebih lagi, polisi dan jaksa ada di seluruh wilayah Indonesia.

"Tapi bagaimanapun kalau mereka salah, ya harus ditindak," kata mantan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) itu.

Masalah penyidik merupakan salah satu poin yang ingin direvisi dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Legalitas penyidik independen terus dipermasalahkan berbagai pihak, terutama pihak tersangka korupsi. Argumentasi yang disampaikan bahwa penyidik yang sah hanya berasal dari Polri.

Sebaliknya, KPK maupun para pakar hukum menganggap KPK bisa mengangkat sendiri penyidik.

Masalah penyidik KPK kembali mencuat setelah internal DPR ingin penyidik dan penyelidik KPK nantinya harus diangkat dari Kepolisian dan Kejaksaan. Hal itu diatur dalam draf RUU KPK.

Jadi, jika DPR dan pemerintah sepakat, KPK dilarang mengangkat penyidik dari jalur independen. (baca: Revisi UU KPK, DPR Tak Izinkan Penyelidik dan Penyidik Independen)

Kelanjutan revisi UU KPK ini akan ditentukan dalam rapat paripurna DPR. Sejauh ini, baru tiga fraksi yang tidak ingin pembahasan revisi dilanjutkan, yakni Fraksi Gerindra, Demokrat, dan PKS. Adapun tujuh fraksi lainnya masih ingin UU KPK direvisi dengan berbagai alasan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

Nasional
3 Kriteria Jemaah Haji yang Bisa Dibadalhajikan: Wafat, Sakit dan Gangguan Jiwa

3 Kriteria Jemaah Haji yang Bisa Dibadalhajikan: Wafat, Sakit dan Gangguan Jiwa

Nasional
Nurul Ghufron Beri Sinyal Kembali Ikut Seleksi Capim KPK 2024-2029

Nurul Ghufron Beri Sinyal Kembali Ikut Seleksi Capim KPK 2024-2029

Nasional
Kecelakaan Bus 'Studi Tour', Muhadjir: Saya Kaget, Setelah Berakhir Mudik Malah Ada Kejadian

Kecelakaan Bus "Studi Tour", Muhadjir: Saya Kaget, Setelah Berakhir Mudik Malah Ada Kejadian

Nasional
Minta Polri Adaptif, Menko Polhukam: Kejahatan Dunia Maya Berkembang Pesat

Minta Polri Adaptif, Menko Polhukam: Kejahatan Dunia Maya Berkembang Pesat

Nasional
KSAL Berharap TKDN Kapal Selam Scorpene Lebih dari 50 Persen

KSAL Berharap TKDN Kapal Selam Scorpene Lebih dari 50 Persen

Nasional
Segera Kunjungi Lokasi Banjir Sumbar, Menko PMK: Kita Carikan Solusi Permanen Agar Tak Berulang

Segera Kunjungi Lokasi Banjir Sumbar, Menko PMK: Kita Carikan Solusi Permanen Agar Tak Berulang

Nasional
Baleg Ajukan Revisi UU Kementerian Negara sebagai RUU Kumulatif Terbuka

Baleg Ajukan Revisi UU Kementerian Negara sebagai RUU Kumulatif Terbuka

Nasional
Buka Opsi Sebar Satkalsel, KSAL: Tunggu Kapal Selamnya Banyak Dulu

Buka Opsi Sebar Satkalsel, KSAL: Tunggu Kapal Selamnya Banyak Dulu

Nasional
Khofifah: Guru Besar Usul Pembentukan Kementerian Pendidikan Tinggi, Teknologi, dan Inovasi

Khofifah: Guru Besar Usul Pembentukan Kementerian Pendidikan Tinggi, Teknologi, dan Inovasi

Nasional
Dewas KPK: Nurul Ghufron Teman dari Mertua Pegawai Kementan yang Dimutasi

Dewas KPK: Nurul Ghufron Teman dari Mertua Pegawai Kementan yang Dimutasi

Nasional
PKS Sebut Presidensialisme Hilang jika Jumlah Menteri Diatur UU

PKS Sebut Presidensialisme Hilang jika Jumlah Menteri Diatur UU

Nasional
Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran karena Penyelesaian Sengketa Jurnalistik Dialihkan ke KPI

Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran karena Penyelesaian Sengketa Jurnalistik Dialihkan ke KPI

Nasional
Anggota Komisi III: Pansel KPK Harus Paham Persoalan Pemberantasan Korupsi

Anggota Komisi III: Pansel KPK Harus Paham Persoalan Pemberantasan Korupsi

Nasional
KSAL: Pembangunan Scorpene 7 Tahun, Indonesia Perlu Kapal Selam Interim

KSAL: Pembangunan Scorpene 7 Tahun, Indonesia Perlu Kapal Selam Interim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com