Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politisi PDI-P: Naskah Akademik Revisi UU KPK Tak Boleh Beredar di Publik

Kompas.com - 11/02/2016, 21:31 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Fraksi PDI Perjuangan Ichsan Soelistyo membantah bahwa revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan belum mempunyai naskah akademis.

Ichsan yang merupakan salah satu pengusul revisi UU KPK ini memastikan terdapat naskah akademis dalam revisi tersebut. Namun Ichsan mengaku enggan membeberkan isi naskah akademis tersebut ke publik.

"Enggak, enggak boleh beredar di publik," kata Ichsan saat dihubungi Kompas.com, Kamis (11/2/2016).

Ichsan mengakui tak ada aturan yang melarang pengungkapan naskah akademis ke publik. Namun, dia menilai, akan lebih baik jika naskah akademis itu menjadi konsumsi internal di DPR RI.

"Udah lah, masa mau dibredel semua," ucap Ichsan.

Ichsan pun mengaku tidak tahu mengenai sejumlah anggota Baleg yang mengaku belum menerima naskah akademis itu.

Namun yang jelas, Ichsan mengaku sudah menyerahkan naskah legislasi itu kepada Baleg DPR.

"Tanya aja sama baleg, masa kita melayani satu-satu," ucapnya.

Pengusul lainnya dari Fraksi PDI-P Risa Mariska juga menegaskan, revisi UU KPK saat ini sudah dilengkapi dengan naskah akademis.

Namun, Risa juga enggan mengungkapkan naskah akademis tersebut ke publik.

Anggota Baleg Ruhut Sitompul sebelumnya mengaku belum menrima naskah akademis revisi UU KPK. Dia curiga naskah akademis itu memang tidak ada.

(Baca: Ternyata, Anggota Baleg Belum Pernah Baca Naskah Akademik Revisi UU KPK)

Adapun Ketua Baleg Supratman dan Anggota Baleg Aryo Djojohadikusumo yang sama-sama berasal dari Fraksi Gerindra mengaku hanya menerima naskah akademis dari revisi UU KPK Oktober 2015 lalu.

(Baca: Naskah Akademik RUU KPK Masih Memuat soal Usia 12 Tahun)

Padahal, revisi UU KPK saat ini sudah jauh berbeda dengan revisi pada saat itu.

Revisi yang sudah disepakati sejauh ini meliputi pembentukan dewan pengawas KPK, penyadapan dan penyitaan harus seizin dewan pengawas, serta pemberian wewenang bagi KPK untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan.

Kemudian, larangan bagi pimpinan KPK yang mengundurkan diri untuk menduduki jabatan publik, serta pemberhentian bagi pimpinan KPK yang dijatuhi pidana berdasarkan vonis pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com