Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gus Dur, Ulama "Nyentrik" yang Mengaku Keturunan China Tulen

Kompas.com - 08/02/2016, 07:07 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Perayaan Tahun Baru Imlek bagi etnis Tionghoa tak bisa lepas dari peran sosok keempat dalam jabatan Presiden RI, Abdurrahman Wahid.

Seorang ulama "nyentrik" yang memiliki pemikiran pluralis inilah yang pertama menyudahi diskriminasi terhadap kelompok Tionghoa selama bertahun-tahun di Tanah Air.

Melalui Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000, Gus Dur ketika itu mencabut instruksi Presiden Soeharto pada tahun 1967 yang membatasi gerak kelompok Tionghoa.

Di dalam peraturan itu, kelompok Tionghoa tidak diperkenankan melakukan tradisi atau kegiatan peribadatan secara mencolok, dan hanya dibolehkan di lingkungan keluarga.

Alasannya, ketika itu, Soeharto menganggap aktivitas warga Tionghoa telah menghambat proses asimilasi dengan penduduk pribumi. Alhasil, perayaan Tahun Baru Imlek pun tidak dilakukan terbuka selama masa Orde Baru.

Pada Masa Orde Baru pula, semua warga keturunan Tionghoa diwajibkan untuk mengubah nama Tionghoa-nya ke bahasa Indonesia. (Baca: Hari Ini 49 Tahun Lalu, Warga Tionghoa Dianjurkan Ganti Nama)

Begitu menjabat sebagai Presiden, Gus Dur tidak sepakat dengan pemikiran Soeharto ketika itu. Dia meyakini bahwa warga Tionghoa sebelumnya dibedakan dari warga negara Indonesia sehingga mereka berhak mendapatkan hak yang sama, termasuk menjalani keyakinannya.

Pada tahun 2000 itu, Gus Dur menetapkan bahwa hari raya Tahun Baru Imlek adalah hari libur yang fluktuatif. Artinya, hanya mereka yang merayakan yang boleh libur. Kebijakan itu kemudian dilanjutkan Presiden Megawati Soekanorputri yang menetapkan hari raya tersebut sebagai hari libur nasional pada tahun 2003.

Gus Dur pun menganggap Muslim Tionghoa boleh merayakan Tahun Baru Imlek sehingga tidak dianggap sebagai tindakan musyrik. Bagi dia, perayaan ini adalah bagian dari tradisi budaya, bukan agama, sehingga sama seperti tradisi lainnya yang dilakukan di Jawa.

Selanjutnya: Mengaku Tionghoa

Mengaku Tionghoa

Selain karena kebijakannya yang menyudahi diskriminasi terhadap etnis Tionghoa, Gus Dur juga sempat membuat geger. Gara-garanya, pria yang merupakan cucu dari ulama besar NU, Hasyim As'ari, ini mengaku keturunan Tionghoa.

"Saya ini China tulen sebenarnya, tetapi ya sudah nyampurlah dengan Arab, India," ungkap Gus Dur, seperti diberitakan Kompas.com pada 30 Januari 2008 silam.

Websita NU Gallery Lukisan Gus Dur mengenakan pakaian cheongsam, yang diunggah dalam situs NUgallery.net
Pengakuan Gus Dur soal garis keturunannya itu bukan sekali saja diutarakannya. Namun yang pasti, pengakuan tersebut sempat membuat geger kala itu.

Berdasarkan cerita Gus Dur, dia merupakan keturunan dari Putri Cempa yang menjadi selir dengan raja di Indonesia. Dari situ, Putri Cempa memiliki dua anak, yakni Tan Eng Hwan dan Tan A Hok.

Tan Eng Hwan kelak dikenal sebagai Raden Patah, sementara Tan A Hok adalah seorang mantan jenderal yang sempat menjadi duta besar di China. Dari garis Raden Patah itulah kemudian Gus Dur mengaku mendapatkan keturunan Tionghoa-nya.

Pengakuan Gus Dur ini juga sempat dikuatkan oleh tokoh NU lainnya, Said Aqil Siradj, pada tahun 1998, seperti yang dituliskan dalam buku Gus Dur Bapak Tionghoa Indonesia.

Kala itu, pada tahun 1998, Said Aqil menceritakan bahwa Tan Kim Han memiliki anak bernama Raden Rachmat Sunan Ampel dan menurunkan KH Hasyim As'ari yang selanjutnya menurunkan KH Wahid Hasyim dan punya anak bernama Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

"Jadi, Gus Dur itu Tionghoa, maka matanya sipit," ujarnya sambil tersenyum.

"Dengan demikian, tidak ada istilah pro dan nonpro serta Muslim dan non-Muslim," ungkap Said Aqil waktu itu.

Bapak Tionghoa Indonesia

Terlepas dari garis keturunan Tionghoa yang dimiliki Gus Dur itu, etnis Tionghoa yang sudah berabad-abad ada di Indonesia tetap menganggap Gus Dur adalah salah satu tokoh yang layak mendapat penghargaan.

Berdasarkan kebijakan-kebijakan yang dibuar Gus Dur itulah, etnis Tionghoa hingga para penganut Khonghucu tidak lagi menyembunyikan simbol mereka, sesuatu yang terlarang pada era Orde Baru.

(Baca: Hanya Foto Gus Dur yang Dipajang di Kelenteng Boen Bio...)

Tidak heran, pada 10 Maret 2004, di Kelenteng Tay Kek Sie, Gus Dur dinobatkan sebagai "Bapak Tionghoa Indonesia". Gus Dur hadir dalam penobatan itu dengan pakaian lengkap menggunakan baju cheongsam, meski harus duduk di kursi roda.

Selepas kepergian Gus Dur pada 30 Desember 2009 silam, makamnya terus didatangi warga Tionghoa yang mendoakannya hingga kini. Foto Gus Dur pun kini kerap ditemui di sejumlah kelenteng untuk mengingat jasa-jasanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Mengaku Diuntungkan 'Efek Jokowi' dalam Menangkan Pilpres

Prabowo Mengaku Diuntungkan "Efek Jokowi" dalam Menangkan Pilpres

Nasional
Bantah Menang Pilpres Akibat Bansos, Prabowo: Tuduhan Kosong

Bantah Menang Pilpres Akibat Bansos, Prabowo: Tuduhan Kosong

Nasional
[POPULER NASIONAL] Reaksi Usai Prabowo Tak Mau Pemerintahannya Diganggu | Auditor BPK Minta 'Uang Pelicin' ke Kementan

[POPULER NASIONAL] Reaksi Usai Prabowo Tak Mau Pemerintahannya Diganggu | Auditor BPK Minta "Uang Pelicin" ke Kementan

Nasional
Sejarah Hari Buku Nasional

Sejarah Hari Buku Nasional

Nasional
Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

Nasional
KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

Nasional
Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Nasional
Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Nasional
Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Nasional
Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Nasional
Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Nasional
PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Nasional
Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com