Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imigrasi Buka Kemungkinan Cabut Kewarganegaraan WNI yang Terlibat ISIS

Kompas.com - 26/01/2016, 12:45 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Hukum dan HAM mendorong revisi Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Dalam salah satu poinnya, akan dibahas mengenai cara menindak warga negara Indonesia yang terlibat Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Direktur Jenderal Imigrasi Kemenkumham Ronny Sompie mengatakan, pemerintah mempertimbangkan adanya pencabutan kewarganegaraan untuk WNI yang bergabung ISIS.

"Sementara ini Menkuham akan bicarakan untuk revisi undang-undang berkaitan bagaimana cara kita mencabut kewarganegaraan untuk WNI yang terlibat ISIS," ujar Ronny, di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Selasa (26/1/2016).

Ronny mengatakan, Direktorat Imigrasi berwenang memulangkan WNI yang terlibat ISIS. Caranya, Imigrasi akan mencabut paspor agar memudahkan pemeriksaan oleh aparat penegak hukum.

Imigrasi, kata Ronny, bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Densus 88 Antiteror.

Namun, Ronny enggan menyampaikan detil mengenai poin revisi tersebut.

"Nanti sedang di diskusikan oleh BNPT, dirjen perundang-undangan, dirjen AHU sama dengan pak Menteri," kata Ronny.

Namun, rencana pencabutan kewarganegaraan itu bertentangan dengan UU Nomor 12 tahun 2012 yang mengatur hak kewarganegaraan.

Ronny mengatakan, dalam pembahasan tersebut akan didiskusikan bagaimana meminimalisir hilangnya kewarganegaraan WNI.

"Nanti kalau sudah didiskusikan akan kami sampaikan dalam waktu dekat," kata Ronny.

Enam poin

Setidaknya, ada enam poin perubahan yang hendak diusulkan pemerintah kepada DPR. Pertama, dari sisi penangkapan dan penahanan, akan ditambah dari segi waktu.

Saat ini, sesuai dengan aturan di dalam hukum acara, batas waktu penangkapan adalah 7x24 jam dan enam bulan untuk penahanan.

Pemerintah mengusulkan jangka waktu penahanan ditambah dari enam bulan menjadi sepuluh bulan, penangkapan dari tujuh hari menjadi 30 hari.

Kedua, dalam hal penyadapan, izin yang dikeluarkan diusulkan cukup berasal dari hakim pengadilan saja.

Saat ini, yang berlaku yaitu izin penyadapan dari ketua pengadilan negeri. Untuk penuntutan dan pengusutan, tak hanya kepada orang tetapi juga kepada korporasi.

Ketiga, pemerintah mengusulkan agar penanganan kasus dugaan tindak pidana terorisme diperluas.

Aparat diusulkan sudah dapat mengusut terduga teroris sejak mereka mempersiapkan aksi, mulai dari kegiatan mempersiapkan, pemufakatan jahat, percobaan hingga pembantuan tindak pidana terorisme.

Keempat, pemerintah juga mengusulkan agar WNI yang mengikuti pelatihan militer teror di luar negeri dapat dicabut paspornya.

Kelima, perlu adanya pengawasan terhadap terduga dan mantan terpidana teroris. Untuk terduga teroris, batas waktu pengawasan yakni selama enam bulan.

Sementara, untuk mantan terpidana teroris batas waktu yang diusulkan selama setahun setelah bebas.

Keenam, pengawasan yang bersifat resmi ini juga harus dibarengi dengan proses rehabilitasi secara komprehensif dan holistik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com