Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Organisasi Gafatar di Indonesia...

Kompas.com - 13/01/2016, 17:29 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) jadi sorotan publik. Organisasi masyarakat yang dikategorikan menyimpang dari ajaran Islam tersebut dikait-kaitkan dengan peristiwa hilangnya sejumlah orang di penjuru Indonesia.

Berdasarkan pembahasan dalam Tim Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Keagamaan dalam Masyarakat (Pakem) di Kejaksaan Agung, Selasa (12/1/2016) kemarin, dipaparkan bahwa awalnya Gafatar bernama Al-Qiyadah al-Islamiyah.

(Baca: Mendagri Sebut Banyak Pegawainya Mendadak Hilang, Diduga Terlibat Gafatar)

Ambaranie Nadia K.M Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Adi Toegarisman
Gerakan itu adalah sebuah aliran kepercayaan di Indonesia yang menggabungkan ajaran Al Quran, Alkitab Injil dan Yahudi, serta wahyu yang diklaim turun kepada pimpinannya.

"Aliran ini didirikan dan dipimpin oleh Ahmad Moshaddeq alias Abdusalam yang menyatakan dirinya nabi atau mesias," kata Jaksa Agung Muda Intelijen Adi Toegarisman di Kompleks Kejaksaan Agung, Rabu (13/1/2016).

Wahyu yang diterima Moshaddeq diklaim bukan berupa kitab, melainkan pemahaman yang benar dan aplikatif mengenai ayat-ayat dalam Al Quran dan telah dikesampingkan sepanjang sejarah manusia.

(Baca: Gafatar Membubarkan Diri karena Aksi Sosialnya Sering Ditolak Masyarakat)

Pada tanggal 4 Oktober 2007, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa Nomor 4 Tahun 2007 yang menyatakan gerakan itu adalah aliran sesat dan menyimpang dari Islam.

Tahun 2008, Moshaddeq terjerat hukum akibat tuduhan penistaan agama melalui gerakan yang berbasis di Pondok Pesantren Al-Zaytun. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Moshaddeq selama empat tahun penjara, dipotong masa tahanan.

Sumber lainnya, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Mayjen TNI Soedarmo menambahkan, setelah ditahannya Mosshadeq, Al-Qiyadah al-Islamiyah dipegang tokoh bernama Mahful Muis.

(Baca: MUI: Moshaddeq yang Merupakan Nabi Palsu Tercatat sebagai Pembina Gafatar)

Oleh Mahful, gerakan itu berubah nama menjadi Milah Abraham. Pada 2009, Mahful kembali mengubah nama gerakannya menjadi Gerakan Fajar Nusantara atau Gafatar.

"Tahun 2012, dia mengajukan izin ormas ke Kesbangpol di Kemendagri, tetapi ditolak. Sebab, dia hanya ganti nama saja dari ormas yang dilarang sebelumnya," ujar Soedarmo.

Penyimpangan yang dilakukan Gafatar antara lain tidak mewajibkan shalat lima waktu, tidak wajib berpuasa pada bulan Ramadhan, syahadat yang diucapkan berbeda dari Islam di Indonesia, dan mengafirkan kelompok di luar kelompok mereka.

(Baca: Di Depan Ganjar, Pengurus Gafatar Sebut Ahmad Mussadeq sebagai Sesepuh)

"Salamnya saja bukan assalamualaikum, melainkan salam damai sejahtera," tambah Soedarmo.

Belakangan, Gafatar tampil elegan di publik. Mereka kerap menggunakan acara-acara sosial untuk menjaring umat, antara lain dengan donor darah, sunatan massal, aksi bersih lingkungan, dan memberikan bantuan modal. Hal itu membuat eksistensinya diakui oleh masyarakat.

Kini, Gafatar masih dipimpin oleh Mahful Muis. Ormas ini tercatat sudah memiliki perwakilan di 34 daerah penjuru Indonesia, bahkan sudah menjangkau daerah terpencil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

Nasional
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Nasional
WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

Nasional
Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Nasional
Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, Lalu Dihitung Ulang

Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, Lalu Dihitung Ulang

Nasional
Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Nasional
Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Nasional
Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Nasional
Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Nasional
KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

Nasional
Ketua KPU Ditegur Hakim saat Sidang Sengketa Pileg di MK: Bapak Tidur, Ya?

Ketua KPU Ditegur Hakim saat Sidang Sengketa Pileg di MK: Bapak Tidur, Ya?

Nasional
Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis Disebut Diperlukan, Proyek Mercusuar Perlu Pengawasan

Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis Disebut Diperlukan, Proyek Mercusuar Perlu Pengawasan

Nasional
Kapolri Beri Penghargaan ke 11 Personel di Pegunungan Bintang, Papua

Kapolri Beri Penghargaan ke 11 Personel di Pegunungan Bintang, Papua

Nasional
Pegawai Kementan Bikin Perjalanan Dinas Fiktif demi Penuhi Kebutuhan SYL

Pegawai Kementan Bikin Perjalanan Dinas Fiktif demi Penuhi Kebutuhan SYL

Nasional
Sidang SYL, Saksi Ungkap Permintaan Uang Rp 360 Juta untuk Sapi Kurban

Sidang SYL, Saksi Ungkap Permintaan Uang Rp 360 Juta untuk Sapi Kurban

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com