Ganjar menduga, hal tersebut karena Jokowi-Kalla berpendapat bahwa hukum tidak dapat diintervensi oleh Presiden. Menurut dia, jika benar demikian, hal tersebut merupakan pandangan yang salah.
"Polri dan kejaksaan adalah lembaga di bawah eksekutif. Tidak salah bila Presiden 'cawe-cawe' untuk mengingatkan, bahkan menegur kedua institusi tadi sepanjang tidak masuk ke substansi hukumnya," ujar Ganjar, kepada Kompas.com, Rabu (21/10/2015).
Ganjar menyebutkan, hal itu terlihat pada kisruh antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri, beberapa waktu lalu. Jokowi-Kalla dinilainya ragu untuk mengeluarkan pernyataan demi perbaikan hubungan kedua lembaga penegak hukum itu.
"Seharusnya ya boleh dong seorang Presiden mengingatkan, mendorong atau bahkan menegur Polri atau kejaksaan agar bekerja taat azas serta mengedepankan kepentingan masyarakat," ujar Ganjar.
Ke depan, Ganjar menyarankan Jokowi-Kalla lebih mengedepankan sikap penegakan hukum yang tercermin dari sikap serta pernyataan-pernyataannya. Terutama yang menyangkut kepentingan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Sementara, soal instrumen penegak hukumnya sendiri, Ganjar menilai, sudah menunjukkan perbaikan dari tahun sebelumnya, khususnya soal penanganan perkara keamanan dan ketertiban masyarakat, misalnya perkara pencurian, pembunuhan atau kekerasan terhadap anak dan perempuan dan sebagainya.
Hanya saja, yang menjadi 'rapor merah' dan menimbulkan ketidakpuasan di publik adalah soal penanganan konflik horizontal yang menyangkut isu agama, sengketa Pemilu dan sebagainya.
"Untuk beberapa kasus memang jadi kurang memuaskan. Tapi enggak boleh pukul rata. Menurut saya sudah cukup baik secara umum, tinggal nambah kecepatan saja. Indikasinya adalah penanganan perkara tepat, cepat dan responsif," ujar Ganjar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.