Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semoga Tak Terjadi Kemarau di Hati

Kompas.com - 19/10/2015, 19:32 WIB


Catatan Kaki Jodhi Yudono

Lapar menyerang desaku
Kentang dipanggang kemarau
Surat orang kampungku
Kuguratkan kertas
Risau
Lapar lautan pidato
Ranah dipanggang kemarau
Ketika berduyun mengemis
Kesinikan hatimu
Kuiris
Lapar di Gunung Kidul
Mayat dipanggang kemarau
Berjajar masuk kubur
Kau ulang jua
kalau

Puisi di atas saya nyanyikan di depan penulisnya pada 4 April 2014 di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta. Penulis puisi itu bercerita tentang karya puisinya itu sambil menahan haru. Keharuan pertama, akunya, lantaran puisi yang "hilang" itu masih diingat orang dan dinyanyikan pula. Keharuan kedua, karena isi puisinya itu tetap faktual meski sudah lewat 50 tahun sejak ditulis.

Puisi di atas berjudul "Syair Orang Lapar", ditulis oleh penyair Taufiq ismail pada tahun 60an untuk mengkritik pemerintah. Pada puisi ini Taufiq menceritakan, betapa di tahun2 itu, tahun saat dia sedang melakukan Kuliah Kerja Nyata di daerah Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, betapa hidup yang kontraditif terbentang di hadapannya.

Betapapun kelaparan dan kekeringan melanda serta kematian akibat busung lapar mendera, toh udara kita tetap dipenuhi oleh pidato-pidato politik dan abai terhadap kelaparan itu.

Akhirnya tangis Taufiq pun pecah. Saya sempat tercekat sesaat, sebelum menemukan kesadaran kembali untuk melanjutkan konser hingga purna.

Ya, 50 tahun lebih peristiwa kelaparan yang direkam Taufiq Ismail melalui karya puisinya yang berjudul "Syair Orang Lapar" berulang dan terus berulang hingga sekarang. Sementara negeri-negeri tetanga kita sudah berlari dan mengakhiri derita warganya dengan sukses. Singapura yang di tahun-tahun 60an masih kebanjiran, di tahun 80an segera berbenah...
Dan kini, negeri itu bukan saja telah terbebas dari babjir, tetapi juga elok dipandang mata karena rimbun daun pohonan mengapit kanan dan kiri jalanan kota itu.

Demikian juga Malaysia, mereka yang semula menyekolahkan anak-anaknya di Indonesia, kini justru bangsa kita yang berbondong-bondong menuntut ilmu di negeri Jiran itu.

Limapuluh tahun telah berlalu, dan kini kita masih merasakan hal yang sama. Kekeringan, kelaparan, kematian akibat busung lapar, dan ketidakberdayaan kita menghadapi persoalan yang itu-itu juga, serta tentu saja seraya mengunyah pidato-pidato politik yang tidak mengatasi masalah.

Bahwa alam memiliki sistemnya sendiri kita tak bisa menyangkal. Musim kemarau dan penghujan, itulah keniscayaan alam kita, Indonesia. Tapi bukankah mustinya kita sudah khatam dengan ilmu permusiman ini, sehingga bisa mengatasi saat kemarau tiba, dan saat musim hujan datang.

Kemarau panjang berulang kali terjadi, dan selalu saja kita mendapati kisah-kisah sedih dari seluruh negeri. Tahun ini, rasanya kita pun menghadapi kerontang yang panjang. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kulonprogo Untung Waluyo mengatakan kekeringan di wilayahnya semakin meluas. Merujuk data BPBD Kulonprogo, ada 200 titik kekeringan.

Menurut Untung, jumlah ini lebih banyak dibandingkan tahun 2014 yang mencapai 118 titik kekeringan. 200 Titik ini ada di 6 kecamatan, yakni Kokap, Girimulyo, Kalibawang, Samigaluh dan sebagian Pengasih dan Sentolo, lalu di Panjatan dan Lendah.

Di sudut lain negeri ini, Dinas Pertanian (Distan) Provinsi Jambi mencatat, kemarau panjang berujung bencana kekeringan pada 2015 ini merupakan yang terparah dibanding tahun sebelumnya. Total lahan persawahan di Provinsi Jambi yang mengalami gagal panen atau puso mencapai 4.500 hektar.

Ya, ya.. Kemarau panjang membuat sejumlah daerah kekeringan. Air bersih sulit didapat. Akibatnya, balita dan lansia pun turut berebut dalam pembagian air.

Tak cuma manusia yang gelisah lantaran kemarau yang kerontang ini. Puluhan kera ekor panjang juga turun gunung dan mengambil makanan warga dan hasil pertanian penduduk di kawasan Gunung Api Purba, Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul, Yogyakarta. Turunnya puluhan hewan dengan nama latin Macaca fascicularis itu diduga karena tidak ada makanan di hutan akibat musim kemarau.

Demikianlah, alam sepertinya memang kian tidak bersahabat dengan manusia. Lihatlah, hujan dan badai tropis telah menyebabkan banjir besar di sejumlah daerah Asia Tenggara, sementara memanasnya Pasifik tropis menimbulkan kekeringan parah di bagian timur.

Cuaca ini nampaknya memang alamiah, tetapi keadaan ini diperkirakan oleh para ahli akan meningkat karena pemanasan global dan situasi ekstrem ini dapat memburuk di masa depan. Myanmar, Vietnam dan beberapa daerah Thailand mengalami curah hujan tinggi dan banjir dalam beberapa hari terakhir, sama seperti Bengal barat, India.

Pada saat yang sama, sebagian besar wilayah Indonesia dan Thailand utara mengalami kekeringan parah. Para ilmuwan mengatakan sejumlah perubahan di Laut Pasifik ekuatorial mempengaruhi keadaan cuaca di bagian timur Asia
Tenggara.

Ramalan cuaca terakhir yang dirilis oleh NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) atau badan ilmiah yang meneliti fenomena cuaca dan iklim AS menyebutkan bahwa El Nino akan semakin kuat dan berdampak.

"Ada kemungkinan 90 persen El Nino akan terus mengarah ke belahan bumi bagian utara pada musim dingin, dan 85 persen kemungkinannya akan terus bertahan hingga musim semi tahun 2016," kata NOAA dalam siaran pers.

Fenomena cuaca ini pada tahun 1997 menjadi perbincangan masyarakat di seluruh penjuru dunia ketika itu, dampaknya cukup dahsyat dengan terjadinya banjir di wilayah barat AS hingga kekeringan di Indonesia. El Nino pada tahun 1997 juga dituding jadi penyebab munculnya virus-virus di Afrika dan meningkatnya harga kopi dunia.

El Nino saat ini mulai membuat hangat Samudera Pasifik bagian timur, utamanya yang berada di Khatulistiwa. Titik merah dalam foto satelit memperlihatkan air dengan suhu normal dan suhu yang menghangat.

Air yang menghangat ini biasanya mencapai ke Samudera Pasifik bagian barat karena dibawa angin dari timur ke barat. Angin ini yang mendorong air yang hangat menuju Indonesia dan Australia.

Namun, selama fenomena El Nino terjadi, angin cenderung tidak kencang dan dapat berubah arah. Akibatnya, air yang hangat tadi dapat menyebar ke bagian timur hingga ke Afrika Selatan.

El Nino biasanya terjadi setiap tujuh tahun sekali dengan berbagai intensitas. Samudera Pasifik bagian timur bisa menghangat sampai 4 derajat Celcius hangat dari biasanya.

***
Ah ya, dunia memang sedang bergolak. Di belahan Timur Tengah sana, beberapa negara sedang bersitegang hendak berperang. Di sudut dunia lain, kekeringan melanda. Bencana dan nestapa datang bagai gelombang. Bulan lalu kita ditimpa kesedihan karena mangkatnya ratusan jamaah haji, sementara di beberapa wilayah negeri kita kabut asap belum juga sirna.

Selain puisi "Syair Orang Lapar" karya Taufiq Ismail yang tak pernah kehilangan makna bahkan setelah 50 tahun sudah sejak ditulis, saya juga terkenang sebuah novel berjudul "Kemarau" karya AA Navis.

Novel itu juga bercerita tentang kemarau. Pada sebuah desa telah terjadi musim kemarau yang panjang. Tanah, pertanian dan ladang menjadi retak-retak. Air juga susah didapatkan oleh penduduk.

Para petani semakin merasa berputus asa atas musim kemarau panjang yang sedang menimpa. Sawah dan ladang mereka sangat kering dan cuaca panas sangat menyengat tubuh. Keadaan itu membuat mereka tidak lagi mau menggarap sawah atau mengairi sawah mereka. Mereka hanya bermalas-malasan dan bermain kartu saja.

Namun, ada seorang petani yang tidak ikut bermalas-malasan. Ia adalah Sutan Duano. Dalam keadaan kemarau panjang ini, ia tetap mengairi sawahnya dengan mengangkat air dari danau yang ada di sekitar desa mereka sehingga padinya tetap tumbuh. Ia tidak menghiraukan panas matahari yang membakar tubuhnya. la berharap agar para petani di desanya mengikuti perbuatan yang ia lakukan. Ia juga berusaha memberikan ceramah kepada ibu-ibu yang ikut dalam pengajian di surau desa mereka. Namun, tak satu pun petani yang menghiraukan ceramahnya apalagi mengikuti langkah-langkah yang dilakukannya. Tampaknya, keputusasaan penduduk desa telah sampai pada puncaknya.

Suatu hari ada seorang bocah kecil bernama Acin yang membantunya mengairi sawah sehingga keduanya saling bergantian mengambil air di danau dan mengairi sawah mereka. Penduduk desa yang melihat kerja sama antara keduanya bukannya mencontoh apa yang mereka lakukan, melainkan mempergunjingkan dan menyebar fitnah, bahwa sutan Duano mencoba mencari perhatian Gundam, ibu si bocah itu, yang memang seorang janda. Bahkan, seorang janda yang menaruh hati pada Sutan Duano pun kemudian mempercayai gunjingan itu.

Gunjingan itu semakin memanaskan telinga Sutan Duano, tetapi ia tidak menanggapinya dan tetap bersikap tenang. Bagi Duano, bukan kekeringan lantaran kemarau itu yang mengkhawatirkan hatinya. Tetapi kemarau di hati penduduk desa itulah yang sangat mencemaskannya.

Ya, ya.. moga-moga kemarau kali ini, dan juga kemarau-kemarau selanjutnya juga tak akan membuat hati kita dilanda kemarau. Kemarau kasih sayang dan peduli kepada sesama.

@JodhiY

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Nasional
Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Nasional
Soal 'Presidential Club', Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Soal "Presidential Club", Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Nasional
Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Nasional
Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com