JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan menilai bahwa yang berwenang menentukan pemberhentian penuntutan terhadap seorang tersangka hanya Jaksa Agung. Kekuatan masyarakat yang melayangkan protes pun tidak dapat menghentikan kasus Wakil Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto.
"Harus ditunjukkan kepentingan umumnya apa, sehingga Jaksa Agung bisa menunjukkan itu tidak hanya karena sentimen kita. Wartawan memprotes, itu tidak cukup," ujar Bagir di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Senin (5/10/2015).
Desakan untuk menghentikan kasus yang melibatkan Bambang bermunculan, khususnya dari para aktivis antikorupsi. Mereka meminta kepada Kejaksaan Agung untuk membatalkan penuntutan terhadap Bambang. Sejumlah akademisi dan rohaniawan juga membuat surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo untuk memerintahkan Jaksa Agung HM Prasetyo menghentikan kelanjutan penindakan terhadap Bambang.
Bagir mengatakan, seorang presiden sekali pun tidak berwenang untuk menghentikan penuntutan itu. "Kalau sudah penuntutan, sulit dihentikan dalam prosedur hukum acara. Tapi jaksa dapat tidak meneruskan penuntutan dengan mengembalikan lagi ke kepolisian dengan cara bahwa ini belum lengkap," kata Bagir.
Sementara itu, mantan Jaksa Agung Basrief Arief menilai bahwa terbitnya Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) merupakan kewenangan jaksa penuntut umum. Menurut dia, semestinya gugatan dugaan memengaruhi saksi untuk memberikan keterangan palsu itu bisa dilayangkan bila hakim MK menyatakan bahwa kesaksian Bambang yang disampaikan dalam sidang bukan hal sebenarnya. Namun, ia belum dapat menyimpulkan apakah SKPP bisa dikeluarkan karena ia belum membaca berita acara Bambang.
Bambang disangka menyuruh saksi memberikan keterangan palsu di sidang Mahkamah Konstitusi atas sengketa pilkada Kotawaringin Barat pada 2010. Saat itu, dia menjadi kuasa hukum Ujang Iskandar, calon bupati Kotawaringin Barat. Ujang menggugat kemenangan rivalnya dalam Pemilukada, yakni Sugianto Sabran. Sidang MK itu memenangkan Ujang dan membatalkan kemenangan Sugianto.
Bambang dijerat Pasal 242 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP juncto Pasal 56 ke-2 KUHP dan atau menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta autentik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP juncto Pasal 56 KUHP. Selain Bambang, Bareskrim juga menetapkan rekannya, Zulfahmi Arsyad atas perkara dan pasal yang sama. Namun, dia masuk persidangan terlebih dahulu di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan telah divonis tujuh bulan penjara pada 8 September 2015.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.