Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Protes dari Masyarakat Tak Bisa Hentikan Kasus Bambang Widjojanto

Kompas.com - 05/10/2015, 21:54 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan menilai bahwa yang berwenang menentukan pemberhentian penuntutan terhadap seorang tersangka hanya Jaksa Agung. Kekuatan masyarakat yang melayangkan protes pun tidak dapat menghentikan kasus Wakil Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto.

"Harus ditunjukkan kepentingan umumnya apa, sehingga Jaksa Agung bisa menunjukkan itu tidak hanya karena sentimen kita. Wartawan memprotes, itu tidak cukup," ujar Bagir di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Senin (5/10/2015).

Desakan untuk menghentikan kasus yang melibatkan Bambang bermunculan, khususnya dari para aktivis antikorupsi. Mereka meminta kepada Kejaksaan Agung untuk membatalkan penuntutan terhadap Bambang. Sejumlah akademisi dan rohaniawan juga membuat surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo untuk memerintahkan Jaksa Agung HM Prasetyo menghentikan kelanjutan penindakan terhadap Bambang.

Bagir mengatakan, seorang presiden sekali pun tidak berwenang untuk menghentikan penuntutan itu. "Kalau sudah penuntutan, sulit dihentikan dalam prosedur hukum acara. Tapi jaksa dapat tidak meneruskan penuntutan dengan mengembalikan lagi ke kepolisian dengan cara bahwa ini belum lengkap," kata Bagir.

Sementara itu, mantan Jaksa Agung Basrief Arief menilai bahwa terbitnya Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) merupakan kewenangan jaksa penuntut umum. Menurut dia, semestinya gugatan dugaan memengaruhi saksi untuk memberikan keterangan palsu itu bisa dilayangkan bila hakim MK menyatakan bahwa kesaksian Bambang yang disampaikan dalam sidang bukan hal sebenarnya. Namun, ia belum dapat menyimpulkan apakah SKPP bisa dikeluarkan karena ia belum membaca berita acara Bambang.

Bambang disangka menyuruh saksi memberikan keterangan palsu di sidang Mahkamah Konstitusi atas sengketa pilkada Kotawaringin Barat pada 2010. Saat itu, dia menjadi kuasa hukum Ujang Iskandar, calon bupati Kotawaringin Barat. Ujang menggugat kemenangan rivalnya dalam Pemilukada, yakni Sugianto Sabran. Sidang MK itu memenangkan Ujang dan membatalkan kemenangan Sugianto.

Bambang dijerat Pasal 242 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP juncto Pasal 56 ke-2 KUHP dan atau menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta autentik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP juncto Pasal 56 KUHP. Selain Bambang, Bareskrim juga menetapkan rekannya, Zulfahmi Arsyad atas perkara dan pasal yang sama. Namun, dia masuk persidangan terlebih dahulu di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan telah divonis tujuh bulan penjara pada 8 September 2015.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com