Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Petahana Memilih "Berkeringat" di Jalur Perseorangan

Kompas.com - 18/09/2015, 15:14 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Pemilihan kepala daerah serentak tahun 2015 ini menjadi laboratorium demokrasi. Ada hal-hal tak biasa yang dijumpai pada tahapan demi tahapan penyelenggaraan pilkada. Salah satunya, kemunculan petahana yang menyeberang keluar dari "zona nyaman" partai politik. Mengapa mereka memilih jalur berpeluh?

Kedua pilihan itu masing-masing punya sisi positif dan negatif. Jika memilih partai politik (parpol), para petahana tinggal memanfaatkan mesin partai yang relatif stabil dari tingkat kabupaten/kota, kecamatan, hingga ke kelurahan/desa. Namun, tak mudah mendapat "perahu" dari parpol, bahkan untuk para petahana sekali pun. Kendalanya mulai dari melobi petinggi partai hingga perkara uang mahar yang kerap muncul dalam wacana di ranah publik.

Hal itu berbanding terbalik dengan pasangan calon yang melaju dari jalur perorangan. Boleh jadi mereka tak perlu lobi-lobi elite untuk mendapat rekomendasi. Namun, calon harus berpeluh membangun jaringan relawan dari awal, terutama untuk mengumpulkan syarat pencalonan berupa dukungan masyarakat yang jumlahnya lumayan besar, mulai dari puluhan ribu hingga ratusan ribu. Jika calon sudah akrab dengan organisasi kemasyarakatan, institusi itu pun bisa jadi mesin politik.

Arif Nurul Imam, asisten politik Faisal Basri-ekonom dan calon gubernur DKI Jakarta 2012-ingat betul bagaimana tim kampanye harus bersusah payah di awal karena tak mudah mencari relawan pada awal-awal masa pencalonan. Ini karena masyarakat merasa peluang menang calon perorangan relatif kecil dibandingkan dengan calon dari parpol yang memiliki mesin politik kuat.

"Tapi, begitu terekspos, relawan datang, kok. Tapi, tetap harus dibangun dulu karena latar belakang relawan macam-macam dan tidak semua terbiasa bekerja politik. Harus ada adaptasi dan proses belajar," tutur Arif, Rabu (16/9/2015), di Jakarta.

Para calon juga harus begadang bersama-sama relawan untuk menyortir ratusan ribu kartu tanda penduduk sehingga tak ada dukungan ganda yang disetorkan ke Komisi Pemilihan Umum daerah. Walau tidak menang, Faisal mampu menunjukkan dengan dukungan relawan, dia tidak berada di posisi paling bawah dalam perolehan suara. Bersama Biem Benyamin-calon wakil gubernur-Faisal bisa unggul atas salah satu pasangan calon yang diusung partai besar.

"Kalau sekarang ada petahana yang menyeberang ke jalur perorangan, ya, harus kita lihat dulu apa motifnya. Kalau karena tertekan oleh partai pengusung yang campur tangan programnya atau karena uang mahar, itu pertanda positif," kata Arif.

Data KPU menunjukkan, dari 789 pasangan calon yang ditetapkan pada 24 Agustus 2015, ada 130 pasangan calon yang melaju dari jalur perorangan. Dari jumlah itu, setidaknya ada 11 petahana yang memilih menyeberang ke jalur perorangan.

Jumlah ini bisa jadi lebih besar karena pendataan di sistem KPU masih belum sempurna lantaran belum semua KPU daerah mencantumkan pekerjaan para calon.

Jumlah ini juga belum termasuk petahana yang tidak maju lagi karena sudah dua periode menjabat, tetapi anaknya atau kerabatnya maju bertarung melalui jalur perorangan, seperti terjadi di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

"Pada pilkada sebelumnya juga ada (petahana maju jalur perorangan) karena tidak dapat (perahu) saat penjaringan partai politik. Namun, sekarang bisa jadi karena faktor konflik parpol yang melatarbelakangi petahana masuk jalur perorangan," kata komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah.

Empat karakter

Sebanyak 11 kasus petahana yang "pindah" haluan ke jalur perorangan itu bisa dibagi dalam beberapa karakteristik yang bisa memberi "kisi-kisi" soal faktor yang mendorong mereka tak lagi maju dari jalur parpol.

Karakter pertama, seperti disampaikan Ferry, calon petahana menghadapi persoalan partai pengusungnya pada periode terdahulu menghadapi konflik kepengurusan sehingga ketimbang membahayakan peluang mencalonkan diri, mereka memilih maju lewat jalur perorangan. Hal ini, misalnya, bisa ditemui pada kasus Bupati Bandung (Jawa Barat) Dadang Moh Naser dan Bupati Kutai Kartanegara (Kalimantan Timur) Rita Widyasari yang punya basis dukungan di Partai Golkar.

"Bisa jadi memang calon menghindari kerumitan untuk mendapat rekomendasi dari partai yang antara pengurus daerah dan pusatnya berbeda pilihan atau bahkan punya konflik internal, seperti Golkar dan PPP, yang membuat calon harus punya dua rekomendasi," kata Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz.

Karakter kedua, pasangan petahana pecah kongsi, lalu salah satu di antaranya mendapat dukungan dari parpol. Kasus ini terlihat di Kabupaten Serdang Bedagai (Sumatera Utara). Di daerah itu, Wakil Bupati Syahrianto berhadapan dengan Bupati Soekirman yang didukung partai-partai besar, seperti PAN, Demokrat, Gerindra, PKB, dan Nasdem.

Di Kota Magelang, Jawa Tengah, Wakil Wali Kota Joko Prasetyo maju dari jalur perorangan setelah Wali Kota Sigit Widyonindito yang diusung PDI-P dan Gerindra menggandeng pasangan lain. Kasus sebaliknya bisa ditemui di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. Bupati Ilyas Sabli harus melaju dari jalur perorangan setelah Wakil Bupati Imalko mendapat perahu dari Partai Demokrat dan Nasdem.

Kendati sama-sama pecah kongsi, seperti kasus Magelang dan Natuna, di Kabupaten Labuhan Batu (Sumatera Utara), bupati dan wakil bupatinya, Tigor Panusunan Siregar dan Suhari Pane, sama-sama memilih melaju dari jalur perorangan. Mereka menggandeng pasangan baru. Pada pilkada nanti, kedua petahana ini berhadapan dengan tiga pasangan calon lainnya yang semuanya diusung parpol.

Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi menduga keputusan menyeberang ini didominasi kepercayaan diri yang tinggi sebagai petahana. Tidak semata-mata hanya didorong oleh partai yang berpotensi mengusung mereka tengah berkonflik.

Karakter ketiga, petahana mencoba maju ke jenjang jabatan lebih tinggi, seperti dialami Wali Kota Banjarmasin Muhidin yang bertarung memperebutkan kursi gubernur Kalimantan Selatan lewat jalur perorangan melawan dua pasangan calon yang didukung gabungan parpol.

Konflik dengan partai

Adapun karakter keempat, petahana maju karena berkonflik dengan partai pengusung pada periode pertama. Hal ini boleh jadi bisa ditemukan pada kasus Bupati Pesawaran di Lampung, Aries Sandi Darma Putra. Pada periode pertama, dia diusung PAN. Namun, pada pilkada kali ini, PAN memilih bergabung dengan PDI-P, Demokrat, Gerindra, dan PKS mendukung duet anggota DPRD Provinsi Lampung, Dendi Ramadhona dan anggota DPRD Kabupaten Pesawaran, Eriawan. Selain itu, juga ada dua pasangan calon yang juga maju dari jalur perorangan.

Tentu motivasi sesungguhnya para petahana itu berpindah haluan tidak tunggal. Namun, akan menarik melihat bagaimana pusaran politik di daerah menentukan karier politik mereka.

Mampukah para petahana melawan mesin partai? Kita tunggu jawabannya setelah 9 Desember nanti. (Antony Lee)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 September 2015, di halaman 4 dengan judul "Ketika Petahana Memilih "Berkeringat" di Jalur Perseorangan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Shalat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Shalat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com