JAKARTA, KOMPAS.com — Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau capim KPK, Hendardji Supandji, diminta oleh Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK untuk menjelaskan asal-usul harta kekayaannya yang mencapai Rp 32 miliar. Hal itu diminta saat Hendardji mengikuti wawancara tahap akhir di Gedung Setneg, Jakarta, Selasa (25/8/2015).
Hendardji menjamin harta kekayaannya itu diperoleh dengan cara yang wajar dan dapat dipertanggungjawabkan. Hendardji menjelaskan, harta kekayaannya itu merupakan gabungan kekayaan dia dengan istrinya.
Sebagian dari harta itu merupakan hasil kerjanya di TNI selama 36 tahun dan menjadi pemimpin perusahaan swasta sejak pensiun sekitar tahun 2012. Sebagian lagi harta istrinya yang sempat menjabat sebagai sekretaris jenderal di Kementerian Kesehatan.
"Wajar, itu harta kami, saya berdua dengan istri saya. (Istri saya) terakhir sebagai sekjen Kemenkes," kata Hendardji.
Ia mengaku bisa banyak menabung ketika menjabat sebagai Aspam KSAD. Dalam jabatan itu, setidaknya ia bertugas ke luar negeri dalam dua bulan sekali untuk bertemu 40 atase pertahanan secara bergantian.
"Kunjungan ke luar negeri ini tentunya dengan dollar. Semuanya dibiayai Angkatan Darat, dan tercatat dalam tugas kami di Mabes TNI AD," ujarnya.
Selain soal harta dalam bentuk rupiah, Pansel KPK juga berusaha mengonfirmasi harta kekayaan Hendardji senilai 406.000 dollar AS. Saat ditanya wartawan mengenai nominal dollar AS tersebut, Hendardji mengaku tidak ingat angka pastinya.
"Tabungan dollar saya lupa (angka) pastinya, tetapi tercatat dalam LHKPN di KPK," kata dia.
Hendardji mengatakan, semua harta kekayaannya telah ia cantumkan dalam LHKPN, termasuk sejumlah rumah, empat mobil, dan satu sepeda motor besar. Ia mengaku melaporkan LHKPN pada tahun 2002, 2006, 2008, 2010, dan 2012.
"Nilainya tentu bertambah karena ada juga penambahan NJOP harga rumah. Kalau saya terpilih sebagai pimpinan KPK, saya akan buat LHKPN," ujarnya.
Pansel KPK juga sempat mengklarifikasi laporan masyarakat terkait motor besar milik Hendardji yang pembayaran pajaknya disebut bermasalah. Hendardji menjawab, pajak motor besarnya selalu dibayar, meski BPKB motor tersebut hilang sejak tahun 2010, dan pergantiannya baru selesai pada 2014.
Selain itu, Hendardji juga memastikan tidak pernah menggunakan pengaruhnya sebagai purnawirawan TNI untuk menguntungkan perusahaan tertentu. Ia ingin membuat KPK lebih kuat jika nantinya terpilih sebagai komisioner.
"Korupsi sekarang makin melebar dan mendalam. Kita harus lakukan perubahan strategi, pencegahan, penindakan, dan penguatan lembaga agar lembaga ini bisa menangani kasus-kasus besar," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.