Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Sita Uang dan Emas dari Perwira Polisi Tersangka Pemerasan

Kompas.com - 25/06/2015, 18:31 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Penyidik Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri menyita 4 kilogram emas dan uang 80.000 dollar AS dari oknum polisi berinisial PN yang menjadi tersangka pemerasan.

"Barang bukti yang kita sita itu hasil tindak pidana pemerasan," ujar Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso di kantornya, Kamis (25/6/2015).

Penyidik Bareskrim juga menyelidiki sebuah mobil Toyota Fortuner baru milik perwira menengah polisi berpangkat ajun komisaris besar tersebut. Penyidik menduga kuat mobil tersebut adalah hasil dari tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Kita akan usut TPPU-nya, kemungkinan itu (mobil) akan kita sita," kata Budi.

Ia membenarkan bahwa saat ini penyidik telah menetapkan PN sebagai tersangka dan telah ditahan. Kini penyidik akan melengkapi berkas PN untuk diserahkan ke Kejaksaan Agung.

Seiring dengan itu, PN juga masih menjalani pemeriksaan Divisi Profesi dan Pengamanan Polri untuk disidang pada akhirnya. Sidang itu pula yang akan memutuskan apakah PN akan dikeluarkan dari kesatuan atau tidak.

"Kalau proses di Propam sudah selesai dan mau disidang kode etik sementara dia sudah di pengadilan umum, maka akan dipinjam dulu untuk mengikuti sidang," kata Budi.

PN adalah Kepala Subdirektorat I Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri. Pada awal 2015, ia ditangkap Pengamanan Internal Divisi Profesi dan Pengamanan Polri karena diduga menerima uang dari seorang pengusaha. Uang itu diduga sebagai pelicin agar pengusutan suatu perkara dihentikan. (Baca Disangka Memeras, AKBP PN Ditetapkan Tersangka)

Dalam surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang dikirimkan ke Kejaksaan Agung, tersangka disangka Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bunyinya, "Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Praperadilan Panji Gumilang Ditolak, Status Tersangka TPPU Sah

Praperadilan Panji Gumilang Ditolak, Status Tersangka TPPU Sah

Nasional
Golkar Sebut Ridwan Kamil Lebih Condong Maju di Pilkada Jabar

Golkar Sebut Ridwan Kamil Lebih Condong Maju di Pilkada Jabar

Nasional
Jokowi Harap RI Masuk OECD: Beri Manfaat agar Lompat Jadi Negara Maju

Jokowi Harap RI Masuk OECD: Beri Manfaat agar Lompat Jadi Negara Maju

Nasional
Pimpinan DPR Sebut Jurnalistik Investigasi Harus Diatur dalam RUU Penyiaran, Ini Alasannya

Pimpinan DPR Sebut Jurnalistik Investigasi Harus Diatur dalam RUU Penyiaran, Ini Alasannya

Nasional
4 Poin Krusial dalam Revisi UU MK, Evaluasi Hakim hingga Komposisi Anggota MKMK

4 Poin Krusial dalam Revisi UU MK, Evaluasi Hakim hingga Komposisi Anggota MKMK

Nasional
Kasus TPPU Hasbi Hasan, KPK Kembali Periksa Kepala Biro Umum Mahkamah Agung

Kasus TPPU Hasbi Hasan, KPK Kembali Periksa Kepala Biro Umum Mahkamah Agung

Nasional
Anggarannya Besar, Program Makan Siang Gratis Prabowo Bakal Dimonitor KPK

Anggarannya Besar, Program Makan Siang Gratis Prabowo Bakal Dimonitor KPK

Nasional
BNPB Salurkan Dana Bantuan Bencana Rp 3,2 Miliar untuk Penanganan Banjir Lahar di Sumbar

BNPB Salurkan Dana Bantuan Bencana Rp 3,2 Miliar untuk Penanganan Banjir Lahar di Sumbar

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Eksploitasi Anak di Bawah 18 Tahun untuk Iklan Dilarang

Draf RUU Penyiaran: Eksploitasi Anak di Bawah 18 Tahun untuk Iklan Dilarang

Nasional
Ungkap Kriteria Pansel Capim KPK, Jokowi: Tokoh yang Baik, 'Concern' ke Pemberantasan Korupsi

Ungkap Kriteria Pansel Capim KPK, Jokowi: Tokoh yang Baik, "Concern" ke Pemberantasan Korupsi

Nasional
Presiden PKS Akan Umumkan Langsung Sosok yang Diusung di Pilkada DKI

Presiden PKS Akan Umumkan Langsung Sosok yang Diusung di Pilkada DKI

Nasional
KSAL Sebut Pelatihan Prajurit Pengawak Kapal Selam Scorpene Akan Dimulai Usai Kontrak Efektif

KSAL Sebut Pelatihan Prajurit Pengawak Kapal Selam Scorpene Akan Dimulai Usai Kontrak Efektif

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Migrasi Radio Analog ke Digital Maksimal 2028

Draf RUU Penyiaran: Migrasi Radio Analog ke Digital Maksimal 2028

Nasional
Pemerintah dan DPR Diam-Diam Lanjutkan Revisi UU MK, Jokowi: Tanya DPR

Pemerintah dan DPR Diam-Diam Lanjutkan Revisi UU MK, Jokowi: Tanya DPR

Nasional
RUU Penyiaran Larang Siaran Berlangganan Memuat Materi LGBT

RUU Penyiaran Larang Siaran Berlangganan Memuat Materi LGBT

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com