Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fahri Nilai Presiden Jokowi Dukung Revisi UU KPK karena Belum Surati DPR

Kompas.com - 23/06/2015, 07:14 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah yakin revisi Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) tetap akan direvisi bersama pemerintah. Pasalnya, sampai saat ini Presiden Joko Widodo belum menyampaikan surat penolakan pada revisi UU tersebut.

Fahri menyampaikan, hanya ada satu surat dari pemerintah pada DPR terkait UU KPK, yakni rencana untuk membahas dan melakukan revisi bersama. Ia menilai, sikap Jokowi yang disebut menolak revisi UU KPK disebabkan belum utuhnya informasi dan persoalan KPK yang diketahui Presiden.

"Karena Presiden mulai mendapat masukan tentang apa yang selama ini terjadi dengan KPK, (UU) itu memang harus dievaluasi. Ini banyak masalah, karena itu Presiden mulai mengerti," kata Fahri, di Widya Chandra, Jakarta Selatan, Senin (22/6/2015) malam.

Politisi PKS itu mengungkapkan, revisi UU KPK dimaksudkan untuk memperketat kewenangan dan pengawasan pada lembaga tersebut. Ia tak sepakat jika revisi dikaitkan dengan usaha melemahkan KPK.

Menurut Fahri, ada beberpa kewenangan KPK yang harus diperketat, misalnya kewenangan melakukan penyadapan. Fahri menganggap kewenangan itu rentan disalahgunakan oleh oknum di internal KPK.

"Penyadapan kan dasarnya Undang-Undang intelijen lama. Ya, penyadapan itu ampuh, masak ampuh jadi dasar? Apa itu yang kita mau?” ujar Fahri.

Pengetatan kewenangan KPK dalam menyadap merupakan salah satu isu yang dicurigai dapat memperlemah lembaga anti-korupsi tersebut. Hal lain yang menjadi sorotan publik, yakni poin terkait dibentuknya dewan pengawas KPK dan diatur kembali mengenai pengambilan keputusan yang kolektif kolegial.

Rencana revisi UU itu sendiri hingga saat ini telah masuk ke dalam daftar panjang program legislasi nasional 2015-2019 di DPR RI. Meski demikian, pembahasannya tidak masuk dalam prolegnas prioritas 2015. Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyebutkan, revisi UU KPK seharusnya dilakukan pada 2016. Ia tidak memberi jawaban jelas ketika ditanya pihak yang mengusulkan dan alasan dipercepatnya waktu revisi menjadi 2015.

"Sekarang belum masuk prolegnas prioritas, nanti kita diskusikan lagi. Tapi sudah pasti direvisi, kalau tidak tahun ini, tahun depan," tutur Fadli.

Tim Komunikasi Presiden, Teten Masduki menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo menolak usulan revisi UU KPK. Alasannya karena revisi UU tersebut justru akan melemahkan KPK.

"Tidak ada alasan untuk merevisi karena memperkuat KPK itu sekarang justru penting. Revisi itu akan memperlemah (KPK)," kata Teten.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin Jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin Jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com