Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tim Hukum Polri Bingung Sikapi Kesimpulan Gugatan Praperadilan Novel

Kompas.com - 08/06/2015, 16:51 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Tim kuasa hukum Polri menilai, pembahasan kesimpulan sidang yang dibacakan tim kuasa hukum penyidik KPK, Novel Baswedan, telah keluar dari substansi pokok gugatan praperadilan. Novel mengajukan gugatan praperadilan atas penangkapan dan penahanan terhadap dirinya yang dianggap menyalahi prosedur hukum.

"Setelah membacakan kesimpulan, kami menyimak dan jadi bingung karena kesimpulannya jadi melebar. Yang tidak sah itu jadinya penangkapan dan penahanan atau penggeledahan atau penyitaan?" tanya Kepala Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Polri, Brigjen Pol Ricky HP Sitohang di PN Jaksel, Senin (8/6/2015).

Meski demikian, ia menegaskan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada hakim tunggal Suhairi untuk mengadili perkara ini. Ia berkeyakinan bahwa tindakan penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri yang menangkap dan menahan Novel pada 1 Mei 2015 lalu, sah dan sesuai prosedur hukum.

"Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang terikat, kami tetap menilai jika penangkapan dan penahanan yang kami lakukan tetap sah," ujarnya.

Dalam kesimpulannya, Novel memaparkan sejumlah kejanggalan atas penanganan kasusnya. Pertama, terkait surat perintah penangkapannya Nomor SP.KAP/19/IV/2015 DITTIPIDUM tertanggal 24 April 2015 yang ditandatangani Dirtipidum Polri Brigjen Pol Herry Prastowo. Ia menduga, ada motif lain di balik penandatanganan surat tersebut.

"Herry merupakan saksi dalam dugaan tindak pidana korupsi yang disangkakan kepada Budi Gunawan. Herry pernah mangkir dari panggilan penyidik KPK sebanyak tiga kali," kata anggota tim kuasa hukum Novel, Asfinawati.

Ia menjelaskan, Herry mangkir dari panggilan pertama KPK. Sedangkan, pada panggilan kedua dan ketiga, Herry tak hadir dengan alasan sedang menjalankan tugas. Ketidakhadiran tersebut diinformasikan kepada pihak KPK melalui surat yang ia tandatangani sendiri.

"Herry seharusnya memahami bahwa halangan menghadiri panggilan dikarenakan menjalankan tugas, justru melakukan penangkapan terhadap Novel dengan alasan Novel tidak dapat menghadiri panggilan sebanyak dua kali," ujar Asfinawati.

Lebih jauh, ia mengatakan, penyidik juga tidak dapat memenuhi alasan subyektif dalam penahanan Novel sebagaimana diatur di dalam KUHAP. Penahanan Novel dilakukan setelah ia menolak permintaan penyidik untuk menjalani pemeriksaan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.

Setelah mendengar kesimpulan yang dibacakan, hakim Suhairi memutuskan untuk menunda jalannya sidang. Sidan akan kembali dilanjutkan Selasa (9/6/2015), dengan agenda putusan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi 'Online'

Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi "Online"

Nasional
Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Nasional
Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Nasional
PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

Nasional
Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Nasional
KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Nasional
Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Nasional
KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Capai Rp 125 Miliar

KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Capai Rp 125 Miliar

Nasional
Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

Nasional
KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

Nasional
PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

Nasional
Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

Nasional
KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

Nasional
PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com