Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengganti Panglima TNI Jenderal Moeldoko Belum Tentu KSAU

Kompas.com - 05/06/2015, 17:29 WIB
Indra Akuntono

Penulis


BOGOR, KOMPAS.com - Calon Panglima TNI pengganti Jenderal Moeldoko masih menjadi teka-teki, setelah Istana menyatakan bahwa Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Madya TNI Agus Supriatna belum tentu mendapat giliran menjadi Panglima TNI.

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyebutkan, ketentuan pada Undang-Undang Nomor 34/2005 tentang TNI tidak ada aturan yang mewajibkan pengganti Jenderal Moeldoko harus berasal dari TNI Angkatan Udara. Ia menegaskan, Presiden Joko Widodo memiliki kewenangan untuk memilih calon Panglima TNI sesuai politik pertahanan yang diperlukan dengan mempertimbangkan soliditas TNI.

"Belum tentu (KSAU), itu tergantung Presiden. Hak prerogatif Presiden," kata Ryamizard, di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (5/6/2015).

Ryamizard mengatakan, hingga saat ini belum ada pembahasan bersama Presiden terkait calon Panglima TNI. Namun, ia memastikan bahwa calon Panglima TNI merupakan kepala staf aktif sesuai sistem rotasi Panglima TNI yang tertuang dalam Pasal 13 ayat (4) UU Nomor 34/2004 tentang TNI.

Dalam aturannya, rotasi panglima harus dilakukan bergantian pada perwira tinggi setingkat kepala staf aktif di tiap-tiap angkatan. Ada pun ketiga kepala staf TNI itu adalah KSAU Marsekal Madya TNI Agus Supriatna, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Ade Supandi dan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Gatot Nurmatyo.

"Di antara tiga (kepala staf) itu, syaratnya kepala staf angkatan," ujarnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno mengungkapkan, pergantian Panglima TNI secara bergiliran hanya sebuah aturan yang tertulis. Menurut Tedjo, Presiden tetap memiliki kewenangan penuh memilih calon Panglima TNI sesuai dengan pertimbangan yang diperlukan.

"Kita tunggu saja siapa yang ditunjuk. Tiga kepala staf itu semuanya sama, layak menjadi Panglima TNI," kata Tedjo.

Segera usulkan calon Panglima TNI

Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin meminta Presiden Joko Widodo segera menyerahkan nama calon Panglima TNI kepada DPR untuk uji kepatutan dan kelayakan. Nama yang diusulkan Presiden Jokowi akan menjadi kandidat pengganti Panglima TNI Jenderal Moeldoko yang akan memasuki masa pensiun pada 1 Agustus 2015 mendatang.

Mengacu pada pasal 13 ayat 2 UU TNI, panglima diangkat dan diberhentikan presiden setelah mendapat persetujuan DPR, dan dalam pasal 13 ayat 6, calon panglima disampaikan paling lambat 20 hari sejak diterima oleh DPR. Hasanudin mengatakan, masa pensiun Moeldoko memang masih cukup lama. Namun, mengingat DPR akan kembali memasuki reses pada tanggal 10 Juli hingga awal Agustus, maka Presiden harus mempertimbangkan pengganti Moeldoko dari sekarang dan menyerahkan ke DPR selambat-lambatnya pada 19 Juni.

Terkait nama calon Panglima, dia menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden. Hal yang terpenting, kata dia, pemilihan Panglima TNI harus sesuai dengan pasal 13 ayat 4. Panglima TNI dijabat oleh perwira tinggi aktif yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan dan dapat dijabat secara bergantian.

"Mengacu pada pasal diatas, kalau sebelumnya dijabat oleh Laksamana Agus kemudian diserah terimakan kepada Jenderal Moeldoko, maka giliran berikutnya adalah KASAU sekarang ini," kata Hasanudin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat 'Nyantol'

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat "Nyantol"

Nasional
Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok 'E-mail' Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok "E-mail" Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Nasional
Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Nasional
Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Nasional
Rayakan Ulang Tahun Ke-55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke-55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com