Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menakar Hukuman Ideal bagi Koruptor

Kompas.com - 23/03/2015, 15:00 WIB

Hukuman ringan

Pada kenyataannya, selama ini hukuman kepada koruptor cenderung lemah meski sejumlah putusan kasasi Mahkamah Agung mulai memperberat hukuman koruptor. Catatan ICW menyebutkan, sepanjang 2014, hukuman bagi koruptor masih lemah, rata-rata hanya divonis dua tahun delapan bulan penjara. ICW mendata 395 perkara korupsi dengan 436 terdakwa dinyatakan bersalah dan 28 divonis bebas oleh pengadilan tipikor.

Selain itu, dari kasus-kasus yang ada, sebagian besar (77,6 persen) divonis ringan oleh hakim pengadilan tipikor. Kriteria ringan adalah hukuman penjara 1-4 tahun. Kemudian, 12,5 persen perkara divonis sedang, yakni dihukum penjara 4-10 tahun. Hanya 0,84 persen perkara yang divonis penjara 10 tahun lebih hingga seumur hidup.

Memang beberapa kali pengadilan tipikor berupaya memberikan efek jera kepada koruptor melalui tuntutan hukuman maksimal hingga pidana tambahan, seperti pencabutan hak politik. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga beberapa kali menerapkan sangkaan tindak pidana pencucian uang bagi tersangka korupsi yang diduga menyamarkan perolehan hartanya melalui berbagai pihak dengan banyak cara. Namun, terbukti kasus-kasus baru korupsi terus muncul.

Terkait kisruh hukum dan politik yang menimpa KPK, ada perubahan apresiasi publik terhadap kiprah lembaga ini. Beberapa tahun terakhir, kepuasan publik terhadap kinerja KPK dalam memberantas korupsi tercatat tinggi, mencapai mayoritas responden. Kini, pasca kisruh KPK, apresiasi itu tinggal menyisakan separuhnya, hanya 49,3 persen responden yang menyatakan puas terhadap upaya KPK. Dan, ketidakpuasan cenderung naik hingga 46,9 persen.

Patut diduga, derasnya arus pergumulan politik di negeri ini telah menyeret KPK dalam pusaran intrik politik. Perseteruan KPK dan Polri, beberapa waktu lalu, diduga ikut andil memperburuk kredibilitas lembaga pemberantas korupsi tersebut. Akibatnya, peran dan keberanian KPK cenderung menghilang dari perbincangan publik.

Di balik tingginya ketidakpuasan publik terhadap pemberantasan korupsi, lebih dari separuh responden masih berharap dan meyakini pemerintah akan serius memberantas kejahatan yang luar biasa dampaknya ini. Harapan publik ini seharusnya tak disia-siakan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk membunuh virus korupsi yang sewaktu-waktu bisa menyerang kembali dan justru menggerogoti wibawa pemerintah. (LITBANG KOMPAS/ Topan Yuniarto)

* Artikel ini sebelumnya tayang di Harian Kompas edisi Senin (23/3/2015).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Empat Kecamatan Terendam Banjir di Provinsi Maluku, 210 KK Mengungsi

Empat Kecamatan Terendam Banjir di Provinsi Maluku, 210 KK Mengungsi

Nasional
Hadapi Pesatnya Persaingan Ekonomi dan Teknologi, Gus Halim Ajak Pegiat Desa Tingkatkan SDM

Hadapi Pesatnya Persaingan Ekonomi dan Teknologi, Gus Halim Ajak Pegiat Desa Tingkatkan SDM

Nasional
Saat Megawati Tantang Penyidik Harun Masiku untuk Menghadap...

Saat Megawati Tantang Penyidik Harun Masiku untuk Menghadap...

Nasional
Jokowi Dinilai Tetap Akan Miliki Pengaruh pada Pilkada 2024, Gibran Akan 'All Out'

Jokowi Dinilai Tetap Akan Miliki Pengaruh pada Pilkada 2024, Gibran Akan "All Out"

Nasional
Duga Jadi Sasaran KPK, Megawati Dinilai Lempar Sinyal Sudah Tak Sejalan dengan Pemerintah

Duga Jadi Sasaran KPK, Megawati Dinilai Lempar Sinyal Sudah Tak Sejalan dengan Pemerintah

Nasional
Perayaan Tahun Baru Islam, Menag Berharap Jadi Inspirasi untuk Perbaikan Diri

Perayaan Tahun Baru Islam, Menag Berharap Jadi Inspirasi untuk Perbaikan Diri

Nasional
Kisruh Sirekap, Ketua Komisi II DPR  Usul Negara Siapkan Gawai untuk KPPS pada Pilkada 2024

Kisruh Sirekap, Ketua Komisi II DPR Usul Negara Siapkan Gawai untuk KPPS pada Pilkada 2024

Nasional
Kaesang Digadang-gadang Maju Pilkada Jakarta, Peneliti BRIN: Ini Bukan Kelas Berat Lawan Kelas Bulu...

Kaesang Digadang-gadang Maju Pilkada Jakarta, Peneliti BRIN: Ini Bukan Kelas Berat Lawan Kelas Bulu...

Nasional
Jelang Pilkada, Sirekap KPU Diminta Lebih Cerdas dan KPPS Bisa Koreksi Data

Jelang Pilkada, Sirekap KPU Diminta Lebih Cerdas dan KPPS Bisa Koreksi Data

Nasional
Kapolda Sumbar Dinilai Tak Terima Kritik Terkait Kasus Kematian Afif Maulana

Kapolda Sumbar Dinilai Tak Terima Kritik Terkait Kasus Kematian Afif Maulana

Nasional
DPR: Jika KPU Gagal Jelaskan soal Sirekap, Tak Usah Pakai di Pilkada

DPR: Jika KPU Gagal Jelaskan soal Sirekap, Tak Usah Pakai di Pilkada

Nasional
DPR Bakal Panggil KPU Bahas Evaluasi Sirekap Jelang Pilkada 2024

DPR Bakal Panggil KPU Bahas Evaluasi Sirekap Jelang Pilkada 2024

Nasional
Sentil Kaesang, Peneliti BRIN: Karier Itu Tak Bisa Lompat, Pak Jokowi Saja Mulai dari Solo Dulu

Sentil Kaesang, Peneliti BRIN: Karier Itu Tak Bisa Lompat, Pak Jokowi Saja Mulai dari Solo Dulu

Nasional
Mencari Demokrasi Indonesia

Mencari Demokrasi Indonesia

Nasional
Jadwal Kegiatan Paus Fransiskus Saat Berkunjung ke Indonesia

Jadwal Kegiatan Paus Fransiskus Saat Berkunjung ke Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com