Hukuman ringan
Pada kenyataannya, selama ini hukuman kepada koruptor cenderung lemah meski sejumlah putusan kasasi Mahkamah Agung mulai memperberat hukuman koruptor. Catatan ICW menyebutkan, sepanjang 2014, hukuman bagi koruptor masih lemah, rata-rata hanya divonis dua tahun delapan bulan penjara. ICW mendata 395 perkara korupsi dengan 436 terdakwa dinyatakan bersalah dan 28 divonis bebas oleh pengadilan tipikor.
Selain itu, dari kasus-kasus yang ada, sebagian besar (77,6 persen) divonis ringan oleh hakim pengadilan tipikor. Kriteria ringan adalah hukuman penjara 1-4 tahun. Kemudian, 12,5 persen perkara divonis sedang, yakni dihukum penjara 4-10 tahun. Hanya 0,84 persen perkara yang divonis penjara 10 tahun lebih hingga seumur hidup.
Memang beberapa kali pengadilan tipikor berupaya memberikan efek jera kepada koruptor melalui tuntutan hukuman maksimal hingga pidana tambahan, seperti pencabutan hak politik. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga beberapa kali menerapkan sangkaan tindak pidana pencucian uang bagi tersangka korupsi yang diduga menyamarkan perolehan hartanya melalui berbagai pihak dengan banyak cara. Namun, terbukti kasus-kasus baru korupsi terus muncul.
Terkait kisruh hukum dan politik yang menimpa KPK, ada perubahan apresiasi publik terhadap kiprah lembaga ini. Beberapa tahun terakhir, kepuasan publik terhadap kinerja KPK dalam memberantas korupsi tercatat tinggi, mencapai mayoritas responden. Kini, pasca kisruh KPK, apresiasi itu tinggal menyisakan separuhnya, hanya 49,3 persen responden yang menyatakan puas terhadap upaya KPK. Dan, ketidakpuasan cenderung naik hingga 46,9 persen.
Patut diduga, derasnya arus pergumulan politik di negeri ini telah menyeret KPK dalam pusaran intrik politik. Perseteruan KPK dan Polri, beberapa waktu lalu, diduga ikut andil memperburuk kredibilitas lembaga pemberantas korupsi tersebut. Akibatnya, peran dan keberanian KPK cenderung menghilang dari perbincangan publik.
Di balik tingginya ketidakpuasan publik terhadap pemberantasan korupsi, lebih dari separuh responden masih berharap dan meyakini pemerintah akan serius memberantas kejahatan yang luar biasa dampaknya ini. Harapan publik ini seharusnya tak disia-siakan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk membunuh virus korupsi yang sewaktu-waktu bisa menyerang kembali dan justru menggerogoti wibawa pemerintah. (LITBANG KOMPAS/ Topan Yuniarto)
* Artikel ini sebelumnya tayang di Harian Kompas edisi Senin (23/3/2015).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.