Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BNPT Usul Revisi UU Antiteror agar Pengikut ISIS Dapat Dipidana

Kompas.com - 17/03/2015, 15:11 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Saud Usman Nasution mengatakan, Indonesia memiliki celah hukum terkait aktivitas kelompok-kelompok radikal, salah satunya ISIS. Saud mengatakan, penyebaran paham radikal di Indonesia sudah mencapai tahap yang begitu mengkhawatirkan dan mengancam Pancasila.

Meski menyebut paham ISIS sudah mencapai tahap mengancam Pancasila, Saud menilai tak ada undang-undang yang mengatur pemidanaan bagi mereka yang mengikuti paham tersebut.

"Kalau kita lihat dari aspek kebebasan dalam mengekspresikan aspirasi, boleh-boleh saja asal tidak berbenturan dengan hukum," ujar Saud di Ruang Rupatama Mabes Polri pada Selasa (17/3/2015).

Saud mencontohkan sejumlah warga negara Indonesia yang diduga bergabung dengan ISIS di Timur Tengah. Ketika mereka kembali ke Indonesia, BNPT sadar bahwa mereka berbahaya. Namun, di sisi lain, Pemerintah Indonesia tidak memiliki instrumen hukum untuk menindak mereka.

Saud mengatakan, Pasal 193 huruf a KUHP tentang perbuatan makar tak dapat dikenakan ke mereka. Sebab, aktivitas mereka bergabung ke kelompok tersebut bukanlah bagian dari definisi makar dalam undang-undang tersebut.

BNPT, lanjut Saud, akan melakukan sejumlah kajian dengan eksekutif atau legislatif supaya menutupi celah tersebut. BNPT ingin supaya paham radikalisme di masyarakat dapat dicegah sedini mungkin dengan mendasarkan diri pada undang-undang.

"Konkretnya, kita mungkin mengusulkan ada revisi Undang-Undang Antiteror. Mungkin bisa memperluas pemahaman tentang makar. Apa bergabung dengan ISIS adalah perbuatan yang menyimpang dan berbenturan dengan hukum atau tidak," ujar Saud.

Selain revisi UU Antiteror, lanjut Saud, dapat juga dengan merevisi Undang-Undang tentang Organisasi Masyarakat. Poin yang direvisi adalah soal organisasi masyarakat yang harus terdaftar oleh Kementerian Dalam Negeri.

"Nah, bagaimana dengan ormas yang tidak ada di daftar? Ini konteksnya kelompok radikal tadi ya, itu kan tidak diatur. Harusnya diatur," lanjut Saud.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com