Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Denny: "Payment Gateway" Beri Masukan Rp 32 Miliar, Mana Ada Kerugian Negara

Kompas.com - 12/03/2015, 12:04 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana menegaskan, program payment gateway atau pembayaran layanan paspor secara elektronik tidak menyebabkan kerugian negara.

"Laporan BPK Desember 2014 itu mengatakan, program itu memberi masukan Rp 32,4 miliar. Artinya, negara menerima uang Rp 32,4 miliar, mana ada kerugian negaranya," ujar Denny di pelataran Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (12/3/2015).

Denny mengkritik istilah payment gateway yang digunakan penyidik dalam menyebut kasus yang diusutnya. Menurut dia, istilah itu terlalu rumit bagi masyarakat. Lebih baik, istilah yang digunakan adalah pembayaran paspor secara elektronik. (Baca: Pukat UGM Anggap Kasus Denny Indrayana Tidak Tergolong Korupsi)

Menurut Denny, pada praktiknya, sistem itu memberikan dampak positif bagi masyarakat. Buktinya, melalui sistem pembayaran tersebut, pembuatan paspor tidak lagi ada antrean, tidak lagi ada calo dan pungutan liar karena semuanya menggunakan sistem elektronik.

"Program ini mengubah sistem pembayaran paspor dari manual menjadi elektronik," lanjut Denny. (Baca: Fahri Hamzah: Kalau Benar, Kenapa Denny Risih?)

Penyidik Dittipidkor Bareskrim Polri menduga adanya tindak pidana korupsi dalam program payment gateway sejak Desember 2014. Petunjuk awalnya adalah audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) setebal 200 halaman.

Polisi melakukan serangkaian tindakan penyelidikan terhadap petunjuk awal itu. Polisi mendapatkan informasi ada uang lebih yang dipungut dalam sistem payment gateway layanan pembuatan paspor di seluruh kantor imigrasi.

Uang lebih itu seharusnya masuk ke bank penampung. Namun, menurut polisi, uang lebih itu masuk ke bank lain yang menjadi vendor.

Penyidik belum memastikan berapa potensi kerugian negara dalam kasus tersebut. Adapun total pemasukan sistem payment gateway dari bulan Juli hingga Oktober 2014 mencapai Rp 32 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com