Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sembilan Alasan Menolak Jatah Rp 1 Triliun Per Tahun dari APBN untuk Parpol

Kompas.com - 10/03/2015, 10:55 WIB

Alasan keenam, wacana ini sangat menyakitkan rakyat di tengah krisis pangan dan tingginya harga beras. Sebagai contoh, jika 10 partai yang ada mendapatkan Rp 1 triliun per partai, maka akan ada alokasi Rp 10 triliun per tahun.

"Padahal, alokasi untuk cadangan beras pemerintah di dalam APBN 2015 pada Kementerian Pertanian saja hanya Rp 1,5 triliun. Cadangan stabilisasi pangan hanya Rp 2 triliun, sementara cadangan stabilitas pangan Rp 0. Hal ini menandakan pemerintah lebih berpihak kepada elite dibandingkan kepada rakyatnya," kata Apung.

Alasan ketujuh, terkait proses audit oleh BPK, konflik kepentingan dikhawatirkan akan terjadi lantaran beberapa anggota BPK berlatar belakang politisi. Hal ini, kata dia, tentu saja akan sangat mengkhawatirkan dalam level akuntabilitas.

Dana yang begitu besar, kata Apung, tentunya akan sulit diaudit, apalagi jika auditornya ternyata berlatar belakang kader parpol. Jadi, pertanggungjawaban bisa saja tidak berjalan secara terbuka, tetapi justru cenderung transaksional.

Alasan kedelapan, wacana ini akan memancing parpol di daerah melakukan hal yang sama, menaikkan anggaran bantuan. Dampaknya, hal itu semakin memiskinkan keuangan daerah.

"Dari hal ini kita dapat merasakan bahwa wacana ini sangat meresahkan," ujarnya.

Alasan terakhir, lemahnya penegakan hukum, terutama ketika KPK dikriminalisasi, berakibat pada potensi korupsi yang semakin tinggi. Saat ini, kata dia, perilaku politisi yang tersangkut korupsi semakin "menggila" dengan melakukan proses praperadilan terhadap kasusnya.

"Nah, jika korupsi terjadi dalam dana bantuan keuangan parpol, maka kemungkinan akan terjadi serangan balik dari partai politik kepada penegak hukum. Serangan balik ini dilakukan untuk mempertahankan citra partai politik, sekalipun uang rakyat telah dikorupsi," pungkas Apung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com