Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satu Suara dalam Memberantas Korupsi

Kompas.com - 06/03/2015, 15:00 WIB


Oleh: A Ponco Anggoro

JAKARTA, KOMPAS - Bayangkan jika semua institusi penegak hukum di Indonesia satu visi, satu tindakan, dan bersinergi memberantas korupsi. Tentu akan membuat gentar mereka yang berniat korupsi. Namun, sinergi itu hingga kini masih menjadi harapan, bahkan sering terkoyak saat oknum di satu institusi penegak hukum, disidik penegak hukum lain.

Terkoyaknya sinergi antarpenegak hukum, terakhir terjadi ketika 13 Januari lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi.

Beberapa saat setelah langkah KPK tersebut, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkan dua pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, sebagai tersangka. Dua pimpinan KPK lainnya, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain, juga pernah diselidiki Bareskrim Polri. Demikian pula dengan sejumlah pegawai KPK.

Terganggunya relasi antara KPK dan Polri bukan kali pertama terjadi. Ini konflik ketiga. Konflik pertama terjadi pada 2009 yang dikenal dengan istilah Cicak lawan Buaya. Ketegangan kedua terjadi tiga tahun berikutnya saat KPK menetapkan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai tersangka kasus korupsi di proyek simulator SIM.

Di tengah ketegangan relasi KPK-Polri belakangan ini, Presiden Joko Widodo telah mempertemukan KPK, Polri, dan Kejaksaan. Dalam pertemuan itu, Presiden menekankan pentingnya sinergi antarpenegak hukum. Ego sektoral harus dikesampingkan.

Namun, tetap saja, solusi komprehensif dari masalah yang kerap mengganjal dalam relasi penegak hukum itu belum terjawab. Padahal, bukan tidak mungkin, konflik serupa akan terulang di kemudian hari, terutama saat oknum salah satu institusi ada yang melakukan kejahatan dan ditangani institusi lainnya.

Solusi

Jika ditilik ke belakang, politik hukum di balik semua aturan perundang-undangan pemberantasan korupsi, yang lahir setelah Reformasi 1998, sebenarnya sudah jelas, yaitu memberikan kepercayaan pemberantasan korupsi kepada KPK. Ini muncul karena krisis kepercayaan publik terhadap Polri dan Kejaksaan.

Dengan dasar itu, Presiden seyogianya dapat memproteksi KPK dengan memaksa lembaga negara lain menyesuaikan dengan apa yang dilakukan KPK. Dalam posisi itu, ketika ada institusi penegak hukum lain yang menolak atau justru menyerang balik upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK, Presiden berwenang menindaknya. Terlebih karena lembaga-lembaga negara itu bertanggung jawab kepada Presiden. Ini berbeda dengan KPK yang merupakan lembaga independen.

KPK tidak bisa dibiarkan sendirian saat berkonflik dengan institusi penegak hukum lainnya. Dukungan sukarela yang besar dari publik, yang selalu hadir setiap KPK diserang, tidak akan cukup untuk memproteksi KPK. Dukungan politik, apalagi dari Presiden, tentu sangat dibutuhkan supaya KPK tetap dapat menjalankan amanahnya sebagai pemberantas korupsi.

Pada saat yang sama, komunikasi antarpetinggi institusi penegak hukum juga harus terjalin dengan baik hingga perasaan saling curiga satu sama lain bisa ditepis. Dengan komunikasi yang kuat, akan terbangun desain pemberantasan korupsi yang komprehensif.

Di sisi lain, perlu dipertimbangkan pula untuk merevisi sejumlah undang-undang yang mengatur tugas Polri-Kejaksaan-KPK. Oleh karena konflik kerap terjadi, tidak tertutup kemungkinan jika agenda pemberantasan korupsi dipegang satu institusi saja, yaitu KPK.

KPK sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi telah teruji. KPK mampu mengungkap dan menindak pelaku-pelaku korupsi kelas kakap yang sebelumnya nyaris tak tersentuh. Terlebih kepercayaan publik terhadap KPK dalam memberantas korupsi melebihi kepercayaan terhadap penegak hukum lainnya.

Langkah lain untuk mencegah benturan antarinstitusi, bisa pula dengan menempatkan semua penyidik di satu lembaga khusus. Dengan demikian, penyidikan khusus oleh lembaga itu. Bisa pula dengan membolehkan KPK untuk merekrut penyidik sendiri, tidak seperti sekarang penyidik KPK berasal dari Kejaksaan dan Kepolisian sehingga konflik kepentingan bisa dicegah.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com