JAKARTA, KOMPAS.com - Tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait penetapan APBN-Perubahan Tahun Anggaran 2013 di Kementerian ESDM, Sutan Bhatoegana, curhat. Menurut Sutan, selama ini dia telah memberikan keterangan jujur kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, dirinya justru dijebloskan ke dalam penjara oleh lembaga antirasuah itu.
Curhatan Sutan itu disampaikan melalui testimoni dirinya yang dibacakan oleh pengacaranya, Razman Arif Nasution. Dalam testimoni itu, Sutan menjelaskan, awalnya dirinya dipanggil KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus penerimaan THR yang dikaitkan dengan proyek Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Tahun 2013.
"Saya sudah bantah karena saya tidak mengerti hal itu. Pada waktu persidangan Rudi Rubiandini, dana yang diserahkan oleh Rudi Rubiandini kepada Tri Yulianto untuk dibagi-bagikan ke Komisi VII melalui saya sebagai ketua dan itu sama sekali tidak dapat dibuktikan," kata Razman saat membacakan testimoni Sutan di Jakarta, Kamis (26/2/2015).
Sutan menyatakan, dirinya justru berencana menyelamatkan uang negara sebesar Rp 4 triliun dan investasi Chevron via SKK Migas pada proyek Indonesia Deepwater Development sebesar Rp 1.000 triliun. Namun, hal itu gagal dilaksanakan lantaran adanya tekanan dari Eka Putra dari PT Rekind dan Rudi Rubiandini.
"Selisih kontrak Rp 4 triliun antara PT Rekind dengan PT Timas. Tetapi Eka Putra ingin yang dimenangkan adalah PT Rekind. Saya mengatakan tidak ingin turut memenangkan PT Rekind karena jelas itu merugikan negara," demikian pernyataan Sutan yang dibacakan Razman.
Selain itu, Sutan mengaku, dirinya diiming-imingi uang oleh Deni Karmania yang mengatasnamakan PT Rekind uang sebesar 5 juta US Dollar untuk memenangkan perusahaan itu. Namun, kata dia, permintaan itu lagi-lagi tak dituruti. Begitu pula saat Deni memberikan tawaran uang sampai 10 juta US Dollar. Akhirnya, ia menambahkan, giliran Rudi dan Eka yang memberikan tekanan agar dirinya memenangkan PT Rekind dalam proyek itu,
"Karena saya terus menolak, hal tersebut berimbas pada tidak mau ditandatanganinya letter of intent milik PT Timas oleh saudara Rudi Rubiandini, padahal tenggat waktu 20 hari unruk penandatanganan kontrak letter of intent," ujarnya.
Sutan pun menegaskan, jika dirinya tidak pernah meminta THR kepada Rudi. Bahkan, ketika diperiksa oleh penyidik KPK bernama Budi A Nugroho, ia mengatakan, tiga pertanyaan yang diajukan penyidik mampu menjawab 57 pertanyaan lain. Budi, kata Sutan, saat itu memberikan apresiasi kepada Sutan.
"Kalau semua pejabat seperti bapak, maka aman negara ini," demikian pernyataan Sutan menirukan Budi.
Menurut Sutan, saat itu Budi berkeinginan agar dua orang yang mengatasnamakan PT Rekind, Deni dan Eka beradu argumen dengan dirinya. Hal itu diperlukan untuk mengetahui siapa pihak yang dianggap merugikan negara. Namun, meski Budi telah meminta ijin kepada pimpinannya agar kedua orang itu diperiksa, hingga kini hal itu tak kunjung terealisasi.
"Hal ini jelas patut diduga adanya suatu konspirasi kebohongan untuk menjerumuskan dan mengorbankan saya. Sehingga saya menyimpulkan dan menyampaikan kepada penyidik KPK bahwa KPK punya moto 'Jujur Itu Hebat' tapi kenapa ketika saya jujur kok malah saya yang diembat?" ujarnya.
Sutan menilai, penetapan dirinya sebagai tersangka terlalu mengada-ada dan dipaksakan. Penetapan tersangka itu terjadi saat penghitungan suara Pemilu Legislatif 2014.
"Saya ditetapkan sebagai tersangka terhadap menerima hadiah atau janji terkait penetapan APBN-P tahun 2013, yaitu sekitar Rp18,7 triliun. Padahal sebenarnya dalam hal ini, penetapan itu hanya sekitar Rp17,3 triliun, artinya saya justru membantu penghematan APBN sebesar sekitar Rp1,4 triliun," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.