Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keputusan Bentuk Komite Etik KPK Tergantung Hasil Pemeriksaan Pengawas Internal

Kompas.com - 09/02/2015, 21:11 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi membentuk Komite Etik atau tidak terkait laporan mengenai Ketua KPK Abraham Samad tergantung dari hasil penelusuran yang dilakukan tim pengawas internal KPK. Saat ini, tim pengawas internal masih bekerja.

"Tergantung hasil pendalaman nanti, tunggu hasil pengawas internal terkait pembentukan Komite Etik," kata Deputi Pencegahan KPK Johan Budi di Jakarta, Senin (9/2/2915).

Pada hari ini, pengawas internal KPK meminta keterangan pelaksana tugas Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto. Ia dimintai klarifikasi mengenai pernyataannya di Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat yang menyebutkan bahwa Abraham Samad melakukan politik praktis menjelang Pemilihan Presiden 2014 dengan berinisiatif mendekati partai-partai untuk menjadikannya sebagai calon wakil presiden.

Menurut Johan, tim pengawas internal tidak berhenti pada pemanggilan Hasto. Nantinya, tim bisa memanggil pihak lain untuk dimintai keterangan terkait penelusuran ini. Namun, Johan mengaku belum tahu siapa lagi yang akan dipanggil tim pengawas internal selanjutnya.

Ia juga mengatakan, KPK akan membentuk Komite Etik jika memang hasil penelusuran tim pengawas internal menemukan indikasi pelanggaran etika yang dilakukan Abraham. Setelah melakukan penelusuran, kata dia, pengawas internal akan menyampaikan hasilnya kepada pimpinan KPK. Selanjutnya, Pimpinan KPK selain Abraham akan memutuskan pembentukan Komite Etik atau tidak bersama dengan penasehat KPK.

"Dan ini tentu pimpinan yang di luar diindikasikan melanggar kode etik," ujar dia.

Ada pun, Komite Etik akan terdiri dari tokoh eksternal, unsur pimpinan KPK, dan unsur penasehat KPK.

Johan juga mengatakan bahwa KPK mengapresiasi kehadiran Hasto. Menurut dia, Hasto datang dengan menyerahkan beberapa foto kepada tim pengawas internal. Kendati demikian, Johan menilai, bukti-bukti foto yang disampaikan Hasto belum cukup.

"Informasi lebih dalam tidak sekadar foto kita butuhkan dari Pak Hasto sehingga dari pengawas bisa memutuskan untuk tindaklanjutnya tentu ada mekanisme pembentukan Komite Etik," ujar dia.

Dua pekan lalu, dalam sebuah jumpa pers, Hasto menuding Abraham terlibat dalam politik praktis dengan berinisiatif mendekati partai-partai untuk menjadikannya sebagai calon wakil presiden. Hal itu juga diungkap dalam artikel di Kompasiana berjudul "Rumah Kaca Abraham Samad". Artikel tersebut ditulis Sawito Kartowibowo. Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa Samad pernah beberapa kali bertemu dengan petinggi parpol dan membahas beberapa isu, termasuk tawaran bantuan dalam penanganan kasus politisi Emir Moeis yang tersandung perkara korupsi.

Abraham Samad membantah pernyataan Hasto dan menganggap tuduhan itu adalah fitnah. Ia mengakui bahwa dirinya sempat digadang-gadang menjadi cawapres. Namun, ia mengklaim tidak pernah berinisiatif untuk menjadi cawapres.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com