JAKARTA, KOMPAS.com — Kepolisian dianggap tidak mengerti aturan yang melindungi advokat terkait penetapan tersangka Bambang Widjojanto. Sebagai pengacara, Bambang mempunyai hak imunitas ketika menangani perkara.
"Sebagai advokat, ini ada hak imunitas. Ini tidak diperhatikan kepolisian ketika melakukan proses hukum dan melakukan penangkapan," kata Ketua Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Alvon Kurnia Palma, saat memberikan keterangan di Kantor Persatuan Advokat Indonesia, Senin (26/1/2015).
Bareskrim Polri menuduh Bambang terlibat pemberian keterangan palsu dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi. Bambang dituduh menyuruh para saksi untuk memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa pilkada di Kotawaringin Barat pada 2010. Saat itu, Bambang sebagai pengacara.
Alvon mengaku curiga atas langkah Bareskrim Polri lantaran terkesan sangat tergesa-gesa. Bambang pertama kali dilaporkan politisi PDI Perjuangan yang juga mantan calon bupati Kotawaringin Barat, Sugianto Sabran, pada 19 Januari 2015.
Selang empat hari atau tepatnya pada 23 Januari 2015, tim Bareskrim Polri menangkap Bambang di kawasan Depok, Jawa Barat, lalu menetapkan sebagai tersangka.
"Tindak lanjut pelaporan ini dinilai sangat tergesa-gesa dan bisa dikualifikasikan sebagai tindakan yang tidak sesuai hukum," ujar Alvon.
Hal senada disampaikan salah satu anggota kuasa hukum Bambang, Abdul Fickar Hadjar. Menurut dia, sangkaan yang dilayangkan Polri kepada Bambang tidak memiliki dasar. Ia beranggapan, wajar apabila seorang advokat berkomunikasi dengan saksi yang diajukan oleh seorang klien, terlebih dalam persidangan di MK.
"Di mana pun pasti, ketika advokat ajukan saksi meski diberikan semacam briefing atau pengetahuan tentang tata cara etika di persidangan, apalagi di MK itu jadi kewajiban. Hakim perintahkan pihak di MK untuk brief saksinya karena (penyampaian) keterangan cuma 5-6 menit, langsung masuk pokok. Itu yang dilakukan BW," katanya.
Ia menambahkan, jika tindakan yang dilakukan oleh Bambang dalam memberikan instruksi kepada saksi merupakan tindakan hukum, maka tidak pas jika hal itu masuk ke dalam ranah pidana.
"Mungkin itu pola hubungan klien dan advokat. Itu kami berpikrian ranahnya etika kalau itu dikualifikasikan sebagai suatu kesalahan," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.