Dalam situasi demikian, Presiden Joko Widodo diharapkan fokus untuk mengutamakan penegakan hukum dan tetap berkomitmen memberantas korupsi. ”Lupakan argumen-argumen yang lain. Jaga komitmen Presiden untuk memberantas korupsi. Jangan sampai menyerah pada kekuatan yang melemahkan hukum,” katanya.
Mochtar berharap, Presiden berdiri tegak di atas integritasnya sebagai presiden dalam sistem presidensial, dan bukan menjadi alat partai politik atau kelompok tertentu. Kepentingan besar bangsa dan penegakan hukum harus diletakkan di atas kepentingan sempit kelompok atau partai politik.
”Rencana-rencana bagus soal tol laut, irigasi, dan pertanian akan ambruk jika penegakan hukum runtuh. Nawa Cita (program Jokowi) akan sia-sia, menguap begitu saja, kalau lembaga hukum dikuasai orang-orang yang tidak menginginkan hukum tegak. Jangan biarkan ada persekongkolan menjegal negara hukum,” kata Mochtar.
Pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Franz Magnis-Suseno, menyatakan, Presiden Jokowi jangan hanya cukup melakukan revolusi mental. Namun, terutama juga harus melakukan reformasi di tingkat kehidupan elite dan birokrasi, yang salah satu bentuknya adalah jangan pernah mengangkat tersangka kasus korupsi untuk duduk di jabatan politik dan pemerintahan. Lembaga pemerintah harus dibersihkan dari sosok-sosok yang bermasalah.
”Saya masih punya harapan bahwa Presiden Joko Widodo tidak akan mengecewakan masyarakat Indonesia pada umumnya,” kata Magnis.
Ia juga menyatakan masih amat banyak orang baik dan berkualitas di Indonesia. Tantangan saat ini adalah memunculkan dan memberikan kesempatan orang- orang itu berkarya untuk Indonesia. (IAM/ADP/NWO/OSA)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.