Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Timses Gubernur, Gulat Kerap Dimanfaatkan Annas Maamun

Kompas.com - 22/12/2014, 13:14 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia di Riau, Gulat Medali Emas Manurung, turut mendukung pemenangan Gubernur Riau Annas Maamun dalam Pilkada Riau pada September 2013. Hal tersebut diungkapkan Pemimpin Redaksi Koran Riau sekaligus teman dekat Gulat, Edi Ahmad, saat bersaksi dalam sidang dugaan suap terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan Riau tahun 2014 kepada Kementerian Kehutanan.

"Kami bertemu pertengahan 2012, ketika masuk tim pemenangan gubernur. Tidak resmi, karena tidak ada SK (Surat Keputusan)," kata Edi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (22/12/2014).

Edi mengatakan, Gulat kerap bercerita bahwa selama pencalonan Annas sebagai Gubernur Riau, Gulat kerap menunjang kebutuhan finansial Annas. Ia menambahkan, Annas pun masih beberapa kali meminta uang ke Gulat setelah terpilih menjadi gubernur. Bahkan, kata Edi, Gulat pernah mengeluh kesulitan untuk memenuhi kebutuhan keuangan Annas sampai meminjam uang.

"Selama ini memang kebutuhan Pak Annas dari pencalonan gubernur dia minta bantu Gulat. Bahkan setelah jadi gubernur, dia minta bantu," ujar Edi.

Edi mengatakan, pada tanggal 23 September 2014, Gulat mengajaknya ke Jakarta untuk mengantarkan titipan untuk Annas. Sebelum berangkat, Gulat menitipkan sebuah amplop cokelat kepada Edi yang diyakininya berisi sejumlah uang.

"Sampai di bandara sebelum berangkat, Gulat masukkan bungkusan amplop ke dalam tas saya. 'Bang tolong masukan ke dalam tas'," ujar Edi, seraya menirukan ucapan Gulat.

Edi mengatakan, dalam perjalanan dari bandara ke Cibubur, bungkusan itu kembali diminta oleh Gulat. Edi mengaku tidak tahu untuk apa uang dalam bungkusan tersebut ditujukan. Gulat Medali Emas Manurung didakwa menyuap Annas Maamun sebesar 166.100 dollar AS atau setara dengan Rp 2 miliar. Gulat disebut meminta Annas memasukkan areal kebunnya dan teman-temannya ke dalam usulan revisi dari kawasan hutan menjadi bukan hutan. Dalam surat dakwaan, areal kebun kelapa sawit yang diajukan Gulat berada di Kabupaten Kuantan Singigi seluas 1.188 hektar dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas 1.214 hektar.

Pada 17 September 2014, Annas menerbitkan surat revisi usulan perubahan luas kawasan bukan hutan di Provinsi Riau yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan yang merupakan revisi atas surat usulan pertama. Pada usulan pertama disebutkan bahwa kebun untuk masyarakat miskin yang tersebar di beberapa kabupaten/kota, di antaranya Kabupaten Rokan Hilir seluas 1.700 hektar.

Adapun dalam usulan kedua, dalam surat tersebut ditambahkan lokasi kebun untuk masyarakat miskin juga terdapat di Kabupaten Siak seluas 2.045 hektar disertai lampiran peta revisi usulan yang telah dimasukkan areal kelapa sawit titipan Gulat. Kemudian, pada 22 September 2014, Annas meminta uang sebesar Rp 2,9 miliar kepada Gulat terkait pengurusan usulan revisi perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau. Namun, Gulat hanya mampu menyediakan uang sebesar 166.100 dollar AS atau senilai Rp 2 miliar. Uang tersebut dibawa Gulat ke Jakarta untuk diserahkan ke Annas yang sedang berada di rumahnya di kawasan Cibubur.

Pada 25 September 2015, Gulat diantar oleh sopir bernama Lili Sanusi menuju rumah Annas di Perumahan Citra Gran, Cibubur, Jakarta Timur. Di rumah tersebut, Gulat menyerahkan uang yang telah ditukarnya itu kepada Annas. Annas pun menyerahkan uang sejumlah Rp 60 juta kepada Gulat yang belum diketahui maksud pemberian uang tersebut. Tidak lama kemudian, petugas KPK menangkap tangan Gulat dan Annas, beserta lima orang lainnya yang berada di rumah tersebut. Dari tangkap tangan tersebut, KPK menyita uang sejumlah 156.000 dollar Singapura dan Rp 460 juta.

Atas perbuatannya, Gulat dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com