Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Pembelokan Informasi, Ini Kronologi Penembakan di Papua Versi Komnas HAM

Kompas.com - 12/12/2014, 17:04 WIB

JAYAPURA, KOMPAS.com — Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Otto Nur Abdullah menduga, telah terjadi pembelokan informasi dari fakta dalam kasus meninggalnya sejumlah warga sipil di Enarotali, Kabupaten Paniai, Papua.

"Kami harus meluruskan konteks kejadian di Paniai. Saya mau jelaskan bahwa pihak kepolisian terkesan melakukan pelencengan informasi terhadap kejadian itu," kata Otto saat berada di Kota Jayapura, Papua, Jumat (12/12/2014).

Ia mengemukakan, berdasarkan laporan informasi yang diterima Komnas HAM terkait kasus Paniai, terdapat sejumlah versi.

"Saya coba bandingkan dengan pernyataan Kabid Humas Polda Papua, lalu media nasional, yakni pernyataan Waka Polri yang diubah oleh Kaporli, dan lebih benar, serta ada perbedaan pernyataan-pernyataan dari lembaga HAM tentang Paniai," katanya.

Hanya, ia melanjutkan, Komnas HAM sampai sekarang belum mengatakan bahwa kejadian di Paniai tidak termasuk dalam pelanggaran HAM berat atau dikategorikan sebagai pelanggaran kriminal murni.

"Itu tidak kami sampaikan, tetapi yang saya mau tekankan, pertama adalah potensi pelanggaran HAM berat ini dimungkinkan bisa terjadi pascakejadian karena hingga kini status Kabupaten Paniai adalah Siaga I. Kan sekarang TNI sudah buat status itu," katanya.

Kedua, kata Otto, pihaknya juga harus meluruskan konteks kejadiaannya. "Saya mau jelaskan, pihak kepolisian terkesan melakukan pelencengan informasi terhadap kejadian Paniai," tambahnya.

Hal itu berdasarkan tiga faktor di lapangan, yakni mobil Toyota Rush merah hitam yang digunakan pada malam hari ketika terjadi kekerasan di Pondok Natal, penembakan dari atas Gunung Merah, dan ada penembakan dari kerumunan massa.

"Jadi, memang tampaknya pihak Kepolisian dan TNI ingin mengambing-hitamkan kelompok bersenjata. Terlebih lagi, di Jakarta juga ada pernyataan yang mengatakan adanya kelompok bersenjata, dan Menko Polhukam mengatakan sudah ada perdamaian melalui upacara bakar batu," katanya. (Baca: Menko Polhukam Sebut Kasus Penembakan di Papua Diselesaikan secara Adat)

Otto yang telah berada di Kota Jayapura sejak empat hari terakhir itu juga berpendapat bahwa pihaknya beranjak dari kronologi yang dia peroleh. Selain itu, berdasarkan laporan informasi, masalah sebenarnya pun bisa sederhana, asalkan dirunutkan dari awal.

Runutan dimulai dari perselisihan di Pondok Natal, kemudian Toyota Rush datang dengan membawa enam hingga tujuh orang, aksi kekerasan terjadi, kantor KPU Paniai terbakar, pemalangan, dan adanya penembakan dari Gunung Merah sehingga ada warga sipil yang menjadi korban. (Baca: Kapuspen TNI: Ada Kemungkinan Kelompok Separatis Terlibat di Penembakan Paniai)

"Maka dari itu, usulannya, semua pihak terkait diharapkan melakukan investigasi, harus melakukan interogasi kepada pemilik mobil Rush, siapa dua orang pertama pengendara motor, lalu ada enam hingga tujuh orang di dalam mobil Rush," katanya.

Dugaan keterlibatan oknum TNI

Otto mengatakan bahwa berdasarkan hal itu, pengguna dan penumpang mobil tersebut sudah bisa diidentifikasi. Ia pun menyebutkan dugaan keterlibatan oknum TNI.

"Ini bisa mengarah pada Batalyon 753/AVT, dan yang harus berikan klarifikasi adalah Pangdam Papua. Untuk itu, pihak TNI jangan bersembunyi di balik punggung Polri. TNI harus memberikan klarifikasi kepada publik, siapa pengendara mobil Rush, siapa pemilik mobilnya. Maka dari itu, kita akan dapatkan siapa saja yang terlibat kasus ini," katanya.

Otto juga menambahkan bahwa laporan berdasarkan informasi dari masyarakat menunjukkan adanya foto oknum anggota TNI yang menggunakan senjata api laras panjang, baju hijau, dan semua atribut perang terlihat dalam peristiwa itu.

"Komnas HAM lebih cenderung ke Batalyon 753/AVT, yang kalau ada penugasan ke sana. Namun, kedatangan mobil Rush itu bisa memberikan keterangan bahwa apakah itu bagian dari operasi pengintaian? Jika demikian, maka ini akan jatuh pada pelanggaran HAM berat. Akan tetapi, kalau mobil Rush pulang ke markasnya dan dipicu oleh arogansi oknum TNI, maka itu peristiwa kriminal murni. Ini akan buktikan semua," katanya.

Untuk membantu menyelesaikan kasus Paniai, Otto menyarankan tiga hal. Pertama, dewan adat setempat diharapkan segera melangsungkan sidang adat untuk memberikan sanksi kepada para pelaku. Hal tersebut dilakukan dengan harapan adanya penyelesaian masalah dan untuk menghargai adat setempat.

"Kedua, saya mendorong pihak TNI untuk melakukan investigasi mengenai duduk perkara sebenarnya tentang kejadian tersebut. Ketiga, saya mengharapkan pihak Polda Papua untuk tidak memanipulasi kondisi setempat agar tidak terjebak pada kemudian hari," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Nasional
Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Nasional
KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

Nasional
Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Nasional
Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Nasional
Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Nasional
Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Nasional
Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Nasional
Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Nasional
Mengganggu Pemerintahan

Mengganggu Pemerintahan

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan kepada 2 Anak SYL, Capai Miliaran Rupiah?

Daftar Aliran Uang Kementan kepada 2 Anak SYL, Capai Miliaran Rupiah?

Nasional
Jokowi Rapat Bahas Aksesi OECD dengan Menko Airlangga dan Sri Mulyani

Jokowi Rapat Bahas Aksesi OECD dengan Menko Airlangga dan Sri Mulyani

Nasional
Korban Banjir Lahar di Sumbar hingga 16 Mei: 67 Orang Meninggal, 20 Warga Hilang

Korban Banjir Lahar di Sumbar hingga 16 Mei: 67 Orang Meninggal, 20 Warga Hilang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com