JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo dianggap telah meniru kebijakan yang pernah diterapkan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Salah satu contohnya adalah kebijakan terkait tiga "kartu sakti" Jokowi.
"Kartu-kartu itu sudah jelas mengopi kebijakan mantan Presiden SBY," kata anggota Fraksi Demokrat, Agus Hermanto, saat konferensi pers di Ruang Fraksi Demokrat, Kompleks Parlemen, Selasa (18/11/2014).
Presiden Jokowi telah meluncurkan tiga "kartu sakti" yang sering dianggap oleh pengamat sebagai kompensasi bagi kenaikan harga BBM, tetapi disebut oleh Jokowi sebagai pengalihan subsidi ke sektor produktif. Tiga kartu itu adalah Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Menurut Agus, KIS merupakan salinan atas program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS). Sementara itu, KIP merupakan salinan atas bantuan siswa miskin (BSM). "Besarnya sama, jumlahnya sama, cuma yang beda dulu dibayar lewat BRI, sekarang lewat kantor pos," kata Wakil Ketua DPR ini.
Kemarin, pemerintah menetapkan kenaikan harga premium dari Rp 6.500 per liter menjadi Rp 8.500 per liter, dan solar dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500. Pemerintah memastikan bahwa semua stok BBM tersedia sehingga tidak perlu panik dan mengantre di pom bensin.
Agus menjelaskan, pemerintah memang tidak memiliki kewajiban meminta persetujuan DPR untuk menaikkan harga BBM. Namun, ada ketentuan yang harus dipatuhi pemerintah sebelum menaikkannya, yakni bahwa harga tersebut 15 persen di atas harga maksimal yang ditetapkan di dalam APBN-P.
Adapun harga maksimal yang ditetapkan di dalam APBN-P—agar pemerintah dapat menaikkan harga jual BBM bersubsidi—adalah 105 dollar AS per barrel. Sementara itu, harga minyak dunia saat ini mengalami penurunan.
"Menurut kami, ini ada indikasi melanggar undang-undang," katanya.
Dia lebih jauh mengatakan, Fraksi Partai Demokrat berencana mengusulkan agar DPR menggunakan wewenang dan haknya untuk meminta penjelasan kepada pemerintah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.