Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saatnya Era Birokrasi Priyayi Berakhir

Kompas.com - 16/11/2014, 17:32 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
- Dalam dua pekan terakhir Arbi terpaksa bolak-balik ke kantor catatan sipil untuk mengurus kartu keluarga sebagai salah satu kelengkapan membuat paspor.

Pada awalnya, ia telah memiliki kartu keluarga berwarna putih. Namun, petugas kantor Imigrasi menolak karena kartu keluarga yang menjadi syarat kelengkapan harus berwarna biru dan memiliki lambang burung garuda.

Saat di kantor catatan sipil, pegawai setempat mengatakan, untuk pembuatan kartu keluarga harus mengisi formulir F1 yang disediakan di kantor camat.

Ia bergegas menuju kantor camat meminta formulir F1 dan langsung mengisi data-data yang diminta. Usai mengisi formulir F1, Arbi menyerahkan kepada petugas kantor camat untuk ditandatangan oleh camat. Namun, menurut petugas tidak perlu dan langsung ke kantor catatan sipil.

Setiba di kantor catatan sipil, ia menyerahkan formulir F1 yang diperoleh dari kantor camat. Tiba-tiba petugas bertanya mengapa formulir F1 tidak ditandatangan camat.

Spontan Arbi menjelaskan apa yang terjadi di kantor camat. Mendengar keterangan Arbi petugas membantah dan mengatakan formuir F1 harus ditandatangan camat.

Ia merasa kesal "dioper" ke sana ke mari akibat tidak jelasnya prosedur. Namun, Arbi tak bisa berbuat banyak karena dalam posisi membutuhkan sehingga terpaksa menuruti semua syarat itu.

Lebih mengejutkan ternyata untuk membuat kartu keluarga butuh waktu lima hari, sementara ia butuh cepat untuk paspor.

"Heran mengapa lama sekali, tinggal memasukan data yang sudah diisi dicetak kemudian tanda tangan camat, mengapa harus lima hari, kalau dikerjakan sekarang 15 menit juga selesai" keluhnya seperti dikutip Antara.

Sementara Riri, warga lainnya juga kesulitan mengambil gaji dari kantor menggunakan ATM karena masa berlaku kartu telah habis. Untuk memperpanjang ATM petugas bank minta foto copy kartu tanda penduduk dan ternyata masa berlaku KTP-nya habis.

Ia mendatangi kantor lurah untuk membuat KTP baru dan petugas mengatakan baru selesai satu bulan karena blangko sedang kosong.

Riri merasa heran mengapa untuk mengurus KTP saja harus memakan waktu satu bulan. Setelah mengisi data dan syarat yang dibutuhkan bulan berikutnya, ia segera ke kantor lurah untuk mengambil KTP.

Ternyata KTP belum selesai dan petugas mengatakan blangko belum tersedia dan tidak dapat memberikan kepastikan kapan KTP akan selesai.

Dua pengalaman tersebut memperpanjang rentetan panjang fenomena ketika masyarakat hendak berurusan dengan birokrasi yang panjang, rumit berbeli-belit dan butuh waktu lama.

Hal ini tidak hanya menyusahkan masyarakat, tetapi juga menyebabkan ekonomi biaya tinggi karena untuk mengurus surat-surat butuh proses dan prosedur yang panjang.

Birokrat melayani

Menjawab keluhan tersebut, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Yuddy Chrisnandi mengatakan, sudah saatnya era birokrasi priyayi atau lebih suka dilayani ketimbang melayani berakhir.

"Sudah saatnya birokrasi pemerintahan mengedepankan prinsip merakyat dan melayani dimana para birokrat bukan minta dilayani tapi harus melayani, bukan dihormati tapi menghormati," katanya.

Menurut politisi Partai Hanura itu, saat ini merupakan era baru dimana para birokrat harus dituntut menjemput bola dan rajin turun ke lapangan untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya.

"Sudah saatnya model-model kepemimpinan yang merakyat, merespons cepat persoalan serta memangkas rantai birokrasi yang panjang diberlakukan," kata Yuddy.

Yuddy mengakui masih banyak mendapat laporan birokrasi saat ini kurang melayani, tidak ramah, berbelit-belit sehingga menyebabkan iklim investasi tidak kondusif. Oleh sebab itu, era revolusi mental yang dicanangkan Presiden Joko Widodo merupakan momentum untuk melakukan reformasi birokrasi.

Ia mengatakan, rumitnya birokrasi menyebabkan pandangan yang tidak baik di masyarakat kepada pemerintah. Ke depan sedapat mungkin tidak ada lagi keluhan masyarakat dan kepada pegawai dituntut agar dapat bekerja dan melayani dengan baik.

Yuddy mengatakan, salah satu amanat yang diberikan Presiden Joko Widodo kepadanya adalah mempercepat reformasi birokrasi di Tanah Air.

Laporkan

Deputi Pelayanan Publik Kemenpan-RB Mirawati Sudjono mengajak masyarakat untuk melaporkan pelayanan publik bermasalah yang dilakukan instansi pemerintah sebagai upaya perbaikan.

"Kadang masyarakat terlalu pemaaf ketika menerima pelayanan publik yang jelek tidak mau melaporkan. Padahal itu perlu dilakukan sebagai bahan evaluasi dan perbaikan," kata dia.

Menurut Mirawati, kecenderungan yang terjadi masyarakat tidak mengadu ketika memperoleh layanan publik yang tidak memuaskan disebabkan tidak ada akses hendak melapor kemana. Akhirnya dibiarkan saja.

"Untuk mengantisipasi tidak adanya sarana pengaduan, Kemenpan-RB telah mengeluarkan Peraturan Menpan-RB no 24 tahun 2014 yang mewajibkan instansi pemerintah harus menyediakan layanan pengaduan," katanya.

Ia mengatakan, jika pelayanan publik tidak baik jangan dibiarkan saja dan harus terus diperbaiki dimana salah satu sarananya adalah layanan pengaduan. Bukan berarti ketika pengaduan banyak pertanda layanan yang diberikan tidak baik.

Ia mengingatkan, penyelenggara layanan publik jangan merasa benar sendiri dan tidak mau menerima masukan karena yang mengukur kualitas pelayanan adalah masyarakat yang dilayani.

Kemudian, kata dia, jika layanan pengaduan sudah disediakan, maka yang lebih penting adalah menindaklanjuti dengan cepat setiap pengaduan yang masuk.

Pelayanan Prima

Kemenpan-RB juga mendorong seluruh aparatur pemerintah memberikan pelayanan prima kepada publik karena pada akhirnya akan melahirkan masyarakat yang sejahtera. Pelayanan prima, kata Mirawati, artinya cepat, mudah, dan memiliki prosedur yang jelas sehingga masyarakat menjadi puas dalam menyelesaikan urusannya.

Menurut Mirawati, langkah pertama yang harus dipenuhi dalam memberikan pelayanan prima adalah adanya standar operasional prosedur yang jelas. Kalau tidak ada standar operasional prosedur yang jelas, lanjut dia, maka selain aparatur pemerintah yang memberikan pelayanan akan kewalahan, masyarakat juga bingung dalam menyelesaikan urusannya.

"Jadi setiap pelayanan yang diberikan kepada masyarakat harus memiliki mekanisme dan aturan yang jelas baik dari segi tahap maupun persyaratan," kata dia.

Ia mengatakan, mekanisme dan aturan tersebut harus tertera dengan jelas dan mudah diketahui oleh masyarakat yang hendak menyelesaikan urusan. Jika ada waktu yang dibutuhkan dalam mengeluarkan suatu izin, maka harus pasti dan jelas berapa lama dan tidak boleh terlalu lama.

Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah waktu pelayanan harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Jika memang diperlukan saat hari libur pun harus tetap melayani.

Sementara Deputi Reformasi Birokrasi Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan Kemenpan-RB Muhammad Yusuf Ateh mendorong instansi pemerintah menerapkan zona integritas sebagai upaya menciptakan birokrasi yang transparan serta pelayanan publik yang efektif.

"Zona integritas merupakan konsep pelayanan yang transparan dan efektif dengan menggunakan sistem yang modern dan terukur," kata dia.

Menurut Muhammad Yusuf, zona integritas merupakan wilayah bebas dari korupsi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ia menyebutkan, saat ini sudah ada 216 instansi yang menerapkan zona integritas dan bagi lembaga lain dapat belajar kepada yang telah menerapkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nurul Ghufron Beri Sinyal Kembali Ikut Seleksi Capim KPK 2024-2029

Nurul Ghufron Beri Sinyal Kembali Ikut Seleksi Capim KPK 2024-2029

Nasional
Kecelakaan Bus 'Studi Tour', Muhadjir: Saya Kaget, Setelah Berakhir Mudik Malah Ada Kejadian

Kecelakaan Bus "Studi Tour", Muhadjir: Saya Kaget, Setelah Berakhir Mudik Malah Ada Kejadian

Nasional
Minta Polri Adaptif, Menko Polhukam: Kejahatan Dunia Maya Berkembang Pesat

Minta Polri Adaptif, Menko Polhukam: Kejahatan Dunia Maya Berkembang Pesat

Nasional
KSAL Berharap TKDN Kapal Selam Scorpene Lebih dari 50 Persen

KSAL Berharap TKDN Kapal Selam Scorpene Lebih dari 50 Persen

Nasional
Segera Kunjungi Lokasi Banjir Sumbar, Menko PMK: Kita Carikan Solusi Permanen Agar Tak Berulang

Segera Kunjungi Lokasi Banjir Sumbar, Menko PMK: Kita Carikan Solusi Permanen Agar Tak Berulang

Nasional
Baleg Ajukan Revisi UU Kementerian Negara sebagai RUU Kumulatif Terbuka

Baleg Ajukan Revisi UU Kementerian Negara sebagai RUU Kumulatif Terbuka

Nasional
Buka Opsi Sebar Satkalsel, KSAL: Tunggu Kapal Selamnya Banyak Dulu

Buka Opsi Sebar Satkalsel, KSAL: Tunggu Kapal Selamnya Banyak Dulu

Nasional
Khofifah: Guru Besar Usul Pembentukan Kementerian Pendidikan Tinggi, Teknologi, dan Inovasi

Khofifah: Guru Besar Usul Pembentukan Kementerian Pendidikan Tinggi, Teknologi, dan Inovasi

Nasional
Dewas KPK: Nurul Ghufron Teman dari Mertua Pegawai Kementan yang Dimutasi

Dewas KPK: Nurul Ghufron Teman dari Mertua Pegawai Kementan yang Dimutasi

Nasional
PKS Sebut Presidensialisme Hilang jika Jumlah Menteri Diatur UU

PKS Sebut Presidensialisme Hilang jika Jumlah Menteri Diatur UU

Nasional
Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran karena Penyelesaian Sengketa Jurnalistik Dialihkan ke KPI

Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran karena Penyelesaian Sengketa Jurnalistik Dialihkan ke KPI

Nasional
Anggota Komisi III: Pansel KPK Harus Paham Persoalan Pemberantasan Korupsi

Anggota Komisi III: Pansel KPK Harus Paham Persoalan Pemberantasan Korupsi

Nasional
KSAL: Pembangunan Scorpene 7 Tahun, Indonesia Perlu Kapal Selam Interim

KSAL: Pembangunan Scorpene 7 Tahun, Indonesia Perlu Kapal Selam Interim

Nasional
Pemerintahan Prabowo-Gibran Diminta Utamakan Peningkatan Pendidikan daripada Insfrastuktur

Pemerintahan Prabowo-Gibran Diminta Utamakan Peningkatan Pendidikan daripada Insfrastuktur

Nasional
UU Kementerian Negara Direvisi Usai Prabowo Ingin Tambah Jumlah Menteri, Ketua Baleg: Hanya Kebetulan

UU Kementerian Negara Direvisi Usai Prabowo Ingin Tambah Jumlah Menteri, Ketua Baleg: Hanya Kebetulan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com