Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekalahan Beruntun Koalisi Indonesia Hebat di Parlemen, Simalakama Jokowi?

Kompas.com - 30/10/2014, 05:01 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Dewan Perwakilan Rakyat menggelar pemilihan dan menetapkan sejumlah pimpinan komisi alat kelengkapan Dewan, Rabu (29/10/2014). Seperti diduga, Koalisi Indonesia Hebat yang menjadi "oposisi" di parlemen kembali tak mendapatkan satu pun jatah kursi pimpinan.

Dari 11 komisi, baru sembilan komisi yang telah melakukan proses pemilihan dan menetapkan pimpinan. Dua komisi lainnya, yakni Komisi V dan Komisi XI, menunda proses pemilihan lantaran Koalisi Merah Putih ingin mengubah susunan anggota di kedua komisi itu.

Sementara itu, dari enam anggota fraksi Koalisi Merah Putih di parlemen, hanya Fraksi PPP yang tidak mendapatkan jatah kursi pimpinan. Sikap politik PPP yang belakangan mendukung pemerintah berdasarkan hasil Muktamar VIII di Surabaya disinyalir menjadi penyebabnya.

Sisa Pemilu Presiden 2014

Jika ditarik ke belakang, tak adanya jatah kursi pimpinan bagi Koalisi Indonesia Hebat tak bisa dilepaskan dari Pemilu Presiden 2014 dan calon presiden yang diusung koalisi ini, Joko Widodo. Sejak awal, Jokowi—yang kemudian memenangi pemilu dan menjadi presiden—menyatakan hanya hendak membangun koalisi ramping dan tanpa syarat.

Niat Jokowi itu membuatnya tak berusaha menambah jumlah partai pengusung pada Pemilu Presiden 2014 hingga saat terakhir. Koalisi Indonesia Hebat pun hanya beranggotakan empat partai, yakni PDI-P, Partai Nasional Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Hati Nurani Rakyat.

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, berpendapat bahwa pernyataan Jokowi itulah yang sekarang menjadi simalakama bagi Koalisi Indonesia Hebat. “Kalau Jokowi membangun koalisi besar, apa bedanya Jokowi dengan SBY? Di sinilah simalakama Jokowi terjadi,” kata Hamdi kepada Kompas.com, Rabu.

Padahal, ada pemeo yang sudah nyaris dianggap sebagai kebenaran bahwa tak ada makan siang gratis di dunia politik. Koalisi Merah Putih tampaknya sejak dini menyadari bahwa mengalahkan Jokowi pada Pemilu Presiden 2014 bukan perkara mudah.

Karenanya, para politisi dari partai-partai dalam Koalisi Merah Putih pun berkonsolidasi di parlemen, masih pada periode DPR yang lalu. Mereka mengebut pembahasan dan pengesahan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

UU tersebut disinyalir menjadi pintu awal "kekalahan beruntun" Koalisi Indonesia Hebat di parlemen pada hari-hari ini. Tata Tertib DPR yang merujuk pada UU tersebut menyatakan, pengajuan calon untuk segala pemilihan pimpinan di DPR dibuat menggunakan sistem paket.

Hari-hari kekalahan beruntun

ican/kompas.com Koalisi Indonesia Hebat menggelar konferensi pers di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/10/2014). Mereka melayangkan mosi tidak percaya terhadap pimpinan DPR saat ini dan mengangkat pimpinan DPR sendiri.

Entah karena menyadari "jebakan Batman" dalam UU MD3 atau alasan lain, Jokowi pun berusaha menemui Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, Hamdi menduga ada penawaran dari Demokrat yang sulit dipenuhi Jokowi.

“Misalnya, Demokrat minta jatah lima kursi di parlemen, tapi Jokowi tidak bisa memenuhi permintaan itu karena dia terbentur dengan pernyataan awalnya soal koalisi ramping dan tanpa syarat itu,” kata Hamdi.

Posisi Partai Demokrat adalah kunci di parlemen, yang akan menentukan "arah angin" hasil akhir. Meski bukan lagi pemilik kursi terbanyak di parlemen, jumlah anggota DPR dari partai ini tetap tak bisa diabaikan.

Tibalah hari-hari pemilihan pimpinan DPR dan alat kelengkapannya. Demokrat mendapatkan satu kursi pimpinan DPR setelah bergabung dengan paket pimpinan yang diajukan Koalisi Merah Putih.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com