Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukumannya Diperberat MA, Luthfi Hasan Bilang Semua Bisa Diatur

Kompas.com - 19/09/2014, 13:34 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Luthfi Hasan Ishaaq, menanggapi santai putusan Mahkamah Agung yang memperberat hukumannya. Hukuman Luthfi diperberat menjadi 18 tahun penjara dari 16 tahun penjara terkait kasus suap dan pencucian uang kuota impor daging sapi.

"Ya, enggak ada masalah, semua bisa diatur," kata Luthfi ditemui di Rumah Tahanan KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (19/9/2014), saat akan kembali ke Rumah Tahanan Guntur seusai melaksanakan shalat Jumat.

Menurut Luthfi, lama kurungan 16 tahun penjara dengan 18 tahun penjara tidak berbeda jauh. Dia bahkan mengira MA akan menjatuhkan vonis 20 tahun penjara.

"Ya, itu sih soal mudah itu, semuanya biasa diatur. Memangnya di negeri ini enggak ada yang bisa diatur? Saya kira dulu 20 tahun, ternyata hanya 16 kan," ucap Luthfi.

Saat ditanya apakah akan mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan MA tersebut, mantan anggota DPR ini menyerahkan kemungkinan itu kepada tim kuasa hukum.

Putusan kasasi atas perkara MA dijatuhkan pada Senin (15/9/2014), dengan ketua majelis kasasi yang juga Ketua Kamar Pidana MA, Artidjo Alkostar, dengan anggota majelis Hakim Agung M Askin dan MS Lumme.

Selaku anggota DPR, Luthfi terbukti melakukan hubungan transaksional dengan mempergunakan kekuasaan elektoral demi imbalan dari pengusaha daging sapi. Ia juga terbukti menerima janji pemberian uang senilai Rp 40 miliar dari PT Indoguna Utama dan sebagian di antaranya, yaitu senilai Rp 1,3 miliar, telah diterima melalui Ahmad Fathanah.

Menurut Artidjo, perbuatan Luthfi sebagai anggota DPR dengan melakukan hubungan transaksional telah mencederai kepercayaan rakyat. Majelis kasasi menolak kasasi terdakwa karena hanya merupakan pengulangan fakta yang telah dikemukakan dalam pengadilan tingkat pertama dan banding. MA mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum.

Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap itu sama dengan tuntutan jaksa KPK, yaitu 10 tahun penjara dan delapan tahun penjara untuk perkara pencucian uang.

Artidjo mengungkapkan, dalam pertimbangannya, majelis kasasi menilai judex facti (pengadilan tipikor dan PT DKI Jakarta) kurang mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan seperti disyaratkan pada 197 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di dalam pertimbangan hukumnya (onvoldoende gemotiveerd).

Hal yang memberatkan itu adalah, Luthfi sebagai anggota DPR melakukan hubungan transaksional dengan menggunakan kekuasaan elektoral demi fee. Perbuatan Luthfi itu menjadi ironi demokrasi. Sebagai wakil rakyat, dia tidak melindungi dan memperjuangkan nasib petani peternak sapi nasional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com