Saban hari, setiap opsi kementerian dibahas tim ini lalu dilaporkan langsung kepada Jokowi di sebuah rumah di Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta Pusat. Seusai pertemuan, Jokowi maupun para deputi tim transisi, menyampaikan beberapa informasi terkait perkembangan persiapan pemerintahan Jokowi tersebut kepada awak media.
Namun, pola komunikasi dan penyebaran informasi oleh tim transisi ini dinilai masih terlalu terbatas dan rawan mengundang spekulasi, termasuk spekulasi kehadiran "King Maker" di balik Jokowi maupun Tim Transisi.
"Bisa jadi pembentukan kementerian dan susunan kabinet tidak hanya digodok oleh Tim Transisi," kata pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing, seperti dikutip Antara, pada Sabtu (6/9/2014).
Menurut Emrus, realitas politik yang sesungguhnya adalah segala sesuatu yang terjadi balik panggung. "Mereka yang berpikir, merencanakan, dan bekerja di belakang panggung politik biasanya tim inti yang sangat solid dan menjadi 'king maker' di partai pengusung," ujar dia.
Bisa jadi, kata Emrus, para "king maker" ini menyusun postur kabinet, menyodorkannya ke tim transisi, lalu tim transisi menyerahkannya ke Jokowi-JK. Bila ini yang terjadi, kata dia, Tim Transisi merupakan panggung politik di antara "king maker" dan pelaporan media massa. "Namun, preposisi ini perlu diuji untuk ditolak atau diterima."
Partisipasi publik
Sepanjang Tim Transisi tak melibatkan publik secara terbuka dalam proses penyusunan kabinet, Emrus mengaku tak heran bila publik menilai tim tersebut mengambil posisi eksklusif. Kejengkelan terhadap tim transisi pun, kata dia, bisa jadi muncul dari para kader partai pengusung Jokowi-JK.
Emrus berpendapat, Tim Transisi seharusnya melibatkan publik. Konsep yang mereka buat, kata dia, mestinya baru sebatas masukan kepada Jokowi-JK, bukan keputusan tentang susunan kabinet.
"Kalau publik dilibatkan, partisipasi publik dipastikan menjadi tinggi pada pemerintahan Jokowi-JK. Lagipula, Jokowi-JK selalu mendorong partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahannya lima tahun ke depan," ujar Emrus.
Emrus menegaskan, sepanjang penggodokan penyusunan kabinet Jokowi-JK dilakukan di ruang privat seperti di Rumah Transisi, atau di tempat lain yang hanya melibatkan elite utama partai, akan sangat sulit bagi rakyat mengetahui dasar-dasar penyusunan kabinet.
Secara akademis, kata Emrus, penyusunan kabinet di ruang privat akan rawan politik transaksional. Sebaliknya, bila penyusunan kabinet terjadi di ruang publik, maka penentuan kabinet punya peluang untuk lebih mengutamakan integritas, profesionalitas, dan kapabilitas.
Dagang sapi
Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan Jokowi-JK soal "pagar" penyusunan kabinet.
"Kabinet Jokowi posturnya harus disesuaikan dengan visi yang akan dijalankan, bukan didasari oleh 'politik dagang sapi'," kata Koordinator ICW Ade Irawan.
Ade menilai sejauh ini pembentukan kabinet Jokowi-JK sudah mulai transparan. Indikasinya adalah munculnya saluran untuk menerima usulan nama menteri yang dijanjikan bakal dipertimbangkan Jokowi untuk masuk ke kabinetnya.
Namun, kata Ade, publik tetap harus mengawal pembentukan kabinet ini. "Agar penentuan posturnya benar-benar tak mendapat tekanan dari pihak luar."
Opsi kabinet
Sejauh ini Tim Transisi telah membahas sejumlah opsi postur kabinet Jokowi-JK. Salah satu yang sempat mengemuka adalah terkait tiga alternatif kementerian koordinator di kabinet mendatang.
"Kementerian koordinator akan tetap ada, tetapi ada tiga alternatif pilihan," ujar Deputi Tim Transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla, Andi Widjajanto.
Alternatif pertama, sebut Andi, akan tetap sama dengan kementerian koordinator yang ada sekarang, yaitu Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, serta Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Kemananan.
Alternatif kedua, disusun berdasarkan pilar trisakti yakni Kementerian Koordinator Politik, Kementerian Koordinator Ekonomi Berdikari, serta Kementerian Koordinator Kebudayaan.
Sedangkan opsi ketiga yakni kabinet Jokowi tanpa kementerian koordinator, sehingga fungsi koordinasi seluruh kementerian akan dipegang langsung oleh presiden dan wakil presiden.
Jokowi bersama Tim Transisi juga telah membahas opsi postur kabinet berisi 34 kementerian. Dari opsi ini Jokowi bersama Tim Transisi mengkaji mana saja kementerian eksis, yang bisa dan tidak bisa dileburkan atau dihilangkan.
Terlepas ada atau tidaknya "king maker" di balik Tim Transisi maupun Jokowi-JK, mengutip pesan Ade, "Perampingan kabinet atau ada penggabungan kementerian dan sebagainya, itu teknis saja. Yang penting disesuaikan tujuan pemerintahannya."