Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Akhirnya, Pasangan Beda Agama yang Menikah Berpura-pura Pindah Agama..."

Kompas.com - 05/09/2014, 19:18 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Pernikahan di Indonesia menjadi sorotan setelah mahasiswa dan para alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia mengajukan uji materi Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi. Mereka meminta MK melegalkan pernikahan beda agama.

Bagaimana syarat pernikahan yang sah menurut hukum? Staf pencatatan pernikahan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Provinsi DKI Jakarta Leti menjelaskan, pernikahan yang sah harus berdasarkan hukum agama.

Hal itu sesuai Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan yang berbunyi "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu." Pasal ini yang tengah diuji di MK. (baca: Mengapa Pernikahan Beda Agama Digugat ke MK?)

"Kalau (agama) kamu Kristen nikah sama (pasangan beragama) Buddha, pilih salah satu pemberkatannya dengan agama apa," kata Leti kepada Kompas.com, Jumat (5/9/2014).

Leti mengatakan, pihaknya tidak lagi mengurusi dengan hukum agama apa pasangan itu melakukan pernikahan. Bagi pasangan non-Islam, pihaknya hanya menerima surat dari pemuka agama bahwa pasangan tersebut telah menikah berdasarkan hukum agama agar dapat dicatatkan di Dukcapil.

Peraturan tersebut membuat pasangan beda agama harus berkompromi terlebih dulu dengan hukum agama apa ketika menikah. Di luar itu, petugas pencatatan sipil tidak mengurusi apakah mereka menjalankan agamanya itu nantinya.

Begitu pula dengan calon pengantin penganut kepercayaan. Leti menjelaskan, mereka juga harus memilih tata cara pernikahan berdasarkan hukum agama salah satu agama yang diakui di Indonesia.

"Pokoknya harus ada pemberkatan agama dulu baru bisa didaftarkan ke sini," ucap Leli.

Saat ditanya mengenai pasangan beda agama yang mengakali aturan tersebut agar bisa menikah, Leti mengaku, selama ini pihaknya belum pernah menemukan hal itu. Namun, apabila nantinya diketahui bahwa surat pernikahan berdasarkan hukum agama ternyata tidak otentik, yang bersangkutan bisa dipidanakan dengan tuduhan pemalsuan dokumen.

Selain syarat surat dari pemuka agama, ada sejumlah syarat administrasi lainnya seperti surat keterangan dari lurah, fotokopi KTP dan KK pasangan, foto berwarna, akta kelahiran asli dan fotokopi, akta kelahiran anak yang akan diakui/disahkan dan lainnya.

Mengakali

Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani mengatakan, aturan itu pada praktiknya membuat pasangan beda agama mengakali, salah satu calon pengantin berpura-pura pindah agama.

Hal itu dilakukan terkait dokumen untuk masa depan. Tanpa akta nikah, implikasinya, anak dari pasangan tersebut tidak akan bisa memiliki akta kelahiran. Padahal, kata dia, akta kelahiran menjadi salah satu syarat bagi anak untuk bisa sekolah, mendapat ijazah, memperoleh kartu tanda penduduk, dan mengurus persoalan administratif lainnya.

"Akhirnya, yang terjadi, pasangan (beda agama) yang menikah itu harus mengakali dengan menyuap pegawai kantor tersebut, atau justru berpura-pura pindah agama untuk kemudian kembali lagi ke agama asalnya jika urusan administrasi itu selesai. Kalau sudah begini, ini jadi main-main sama persoalan agama," ujar Ismail.

Untuk itu, kata Ismail, semestinya negara tidak perlu mengatur urusan pernikahan seseorang di dalam aturan perundang-undangan. Negara seharusnya hanya mengatur administrasi pernikahan tersebut agar setiap warga negara tetap mendapatkan haknya. (baca : Setara: Negara Tak Perlu Atur Pernikahan, Cukup Fasilitasi Administrasi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Nasional
Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Nasional
Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Nasional
DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi 'Online' ke MKD

DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi "Online" ke MKD

Nasional
Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Nasional
PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Nasional
Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Nasional
BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

Nasional
Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Nasional
Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi 'Online'

Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi "Online"

Nasional
Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Nasional
Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Nasional
PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com