Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PDI-P Ikut Bahas UU MD3, Fahri Hamzah Heran soal Pengajuan "Judicial Review"

Kompas.com - 28/08/2014, 15:18 WIB
Fathur Rochman

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Pansus Tata Tertib (Tatib) DPR Fahri Hamzah mengatakan, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Dewan Perwakilan Daerah tidak mempunyai legal standing untuk menolak Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Menurut dia, PDI-P dianggap mengikuti pembahasan tentang UU MD3 dari awal, sedangkan DPD tidak memiliki kewenangan untuk mengajukan judicial review (uji materi).

"Jadi, PDI-P dan DPD kehilangan legal standing sebetulnya," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/8/2014).

Fahri mengatakan, PDI-P terlibat dalam proses pembahasan UU MD3. PDI-P, kata dia, hanya berbeda pendapat terkait penentuan pimpinan DPR.

"Enggak ada yang beda pendapat soal UU ini kok. Semua partai sepakat kok, jadi hilang legal standing-nya gitu loh," ujar Fahri.

Sementara itu, Fahri menganggap DPD tidak memiliki legal standing untuk menolak UU MD3 karena DPD hanya bisa mengajukan judicial review terkait konflik kelembagaan saja.

"Sekarang konfliknya di mana? Kami menyalin semua yang merupakan keputusan MK tentang kewenangan DPD itu," kata Fahri.

Fahri memprediksi Mahkamah Konstitusi akan menolak gugatan terhadap UU MD3 tersebut karena undang-undang tersebut kuat. Pihak dari PDI-P, kata dia, bahkan sempat ingin menjadi ketua pansus. Hal itu menunjukkan bahwa tidak ada yang salah terkait undang-undang tersebut.

"Kita mengasumsikan undang-undangnya kuat. Orang PDI-P ikut kok di dalam pansus, bahkan PDI-P ingin jadi ketua kemarin. Artinya, PDI-P percaya juga bahwa undang-undang ini enggak ada yang salah," ucap Fahri.

Sebelumnya, Tim Advokat PDI Perjuangan mengajukan gugatan atas Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) ke Mahkamah Konstitusi, Kamis (24/7/2014). Ketua Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia DPP PDI-P Trimedya Panjaitan mengatakan, pengesahan undang-undang itu terkesan dipaksakan.

"UU MD3 sudah disahkan DPR, 8 Juli lalu, sehari sebelum pilpres. Kita menganggap, dari prosesnya, itu terkesan dipaksakan," ujar Trimedya di Gedung MK, Jakarta, Kamis siang.

Ketua Badan Kehormatan DPR RI itu mengatakan, PDI-P merasa terzalimi dengan Pasal 84 ayat (1) UU MD3 yang menyatakan bahwa pimpinan DPR terdiri atas satu orang ketua dan empat orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota DPR. Pada undang-undang sebelumnya, yakni Pasal 82 UU Nomor 27 Tahun 2009, pimpinan DPR berasal dari partai pemenang pemilu. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) juga mengajukan uji materi atas perubahan UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi. UU tersebut dinilai menyalahi ketentuan yang diatur di dalam UUD 1945 dan putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012.

"Padahal, putusan MK menyebutkan bahwa DPD mulai bisa ikut mengusulkan undang-undang dan ikut dalam pembahasan daftar inventaris masalah," kata anggota DPD, I Wayan Sidarta, saat memberikan keterangan di MK, Jumat (15/8/2014).

Wayan pun mengaku tidak puas dengan keberadaan perubahan UU tersebut. Pasalnya, keputusan MK yang menjadi salah satu pertimbangan di dalam perubahan UU itu tidak dimasukkan secara utuh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penjelasan Habiburokhman soal Adanya Anggota DPR Main Judi 'Online'

Penjelasan Habiburokhman soal Adanya Anggota DPR Main Judi "Online"

Nasional
Airlangga Sebut Kemenko Perekonomian Pindah ke IKN jika Kantornya Sudah Siap

Airlangga Sebut Kemenko Perekonomian Pindah ke IKN jika Kantornya Sudah Siap

Nasional
Jemaah Haji Sambut Gembira Saat Hujan Turun di Mekkah, di Tengah Peringatan Cuaca Panas

Jemaah Haji Sambut Gembira Saat Hujan Turun di Mekkah, di Tengah Peringatan Cuaca Panas

Nasional
PPP Pastikan Agenda Muktamar untuk Pergantian Pemimpin Berlangsung Tahun 2025

PPP Pastikan Agenda Muktamar untuk Pergantian Pemimpin Berlangsung Tahun 2025

Nasional
Jemaah Haji dengan Risiko Tinggi dan Lansia Diimbau Badal Lontar Jumrah

Jemaah Haji dengan Risiko Tinggi dan Lansia Diimbau Badal Lontar Jumrah

Nasional
Idul Adha, Puan Maharani: Tingkatkan Kepedulian dan Gotong Royong

Idul Adha, Puan Maharani: Tingkatkan Kepedulian dan Gotong Royong

Nasional
Timwas Haji DPR: Tenda Jemaah Haji Indonesia Tidak Sesuai Maktab, Banyak yang Terusir

Timwas Haji DPR: Tenda Jemaah Haji Indonesia Tidak Sesuai Maktab, Banyak yang Terusir

Nasional
Sikap Golkar Ingin Ridwan Kamil Maju di Pilkada Jabar Ketimbang Jakarta Dinilai Realistis

Sikap Golkar Ingin Ridwan Kamil Maju di Pilkada Jabar Ketimbang Jakarta Dinilai Realistis

Nasional
Masalah Haji Terus Berulang, Timwas Haji DPR Usulkan Penbentukan Pansus

Masalah Haji Terus Berulang, Timwas Haji DPR Usulkan Penbentukan Pansus

Nasional
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Jemaah Haji Diimbau Tak Lontar Jumrah Sebelum Pukul 16.00

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Jemaah Haji Diimbau Tak Lontar Jumrah Sebelum Pukul 16.00

Nasional
Wapres Ma'ruf Dorong Kegiatan Kurban Terus Dijaga, Sebut Warga Non-Muslim Ikut Berkurban di Masjid Istiqlal

Wapres Ma'ruf Dorong Kegiatan Kurban Terus Dijaga, Sebut Warga Non-Muslim Ikut Berkurban di Masjid Istiqlal

Nasional
Semarak Perayaan Idul Adha 1445 H, DPC PDIP di 38 Daerah Jatim Sembelih Hewan Kurban

Semarak Perayaan Idul Adha 1445 H, DPC PDIP di 38 Daerah Jatim Sembelih Hewan Kurban

Nasional
Pelindo Petikemas Salurkan 215 Hewan Kurban untuk Masyarakat

Pelindo Petikemas Salurkan 215 Hewan Kurban untuk Masyarakat

Nasional
Gus Muhaimin: Timwas Haji DPR Sampaikan Penyelenggaraan Haji 2024 Alami Berbagai Masalah

Gus Muhaimin: Timwas Haji DPR Sampaikan Penyelenggaraan Haji 2024 Alami Berbagai Masalah

Nasional
DPD PDI-P Usulkan Nama Anies di Pilkada Jakarta, Ganjar: Seandainya Tidak Cocok, Tak Usah Dipaksakan

DPD PDI-P Usulkan Nama Anies di Pilkada Jakarta, Ganjar: Seandainya Tidak Cocok, Tak Usah Dipaksakan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com