Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/08/2014, 18:34 WIB

Catatan Kaki Jodhi Yudono

Namanya Taufik Hidayat Mihardja, tapi kami semua yang menjadi bawahannya di Kompas.com memanggilnya dengan sebutan "Mas Vik". Tapi, diam-diam, ada juga yang memanggil Pak Uban lantaran lelaki berperawakan sedang ini memang tak pernah mengecat rambutnya dan membiarkan mahkota di kepalanya itu putih keperakan.

Tadi pagi, sekitar pukul 04.00 WIB, saat istrinya, Diana, hendak membangunkannya untuk shalat subuh, ternyata tubuh Mas Vik telah dingin. Mas Vik telah tiada. Pukul 05.30 WIB, seusai Diana menelepon Budiman Tanuredjo, Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas, kabar kepergian Mas Vik ke rumah abadinya lekas menyebar.

Kami sekantor tentu saja kaget dan tidak percaya. Semua orang mempertanyakan kepastian berita meninggalnya Mas Vik, termasuk saya, yang belum percaya saat seorang kawan membuat status di Facebook mengenai kepergian Mas Vik. Akhirnya, kepastian berita tersebut saya dapatkan dari Tri Wahono, Redaktur Pelaksana Kompas.com.

"Iya, Mas, bener. Mas Vik sudah nggak ada," tutur Tri melalui BBM.

Akhirnya, berita resmi kepergian Mas Vik pun ditulis oleh rekan kami, Palupi Annisa Auliani, pada pukul 06.56 WIB.

Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, telah berpulang ke Rahmatullah pada Rabu (27/8/2014) pagi, Direktur Content PT Kompas Cyber Media, Taufik Mihardja.

"Tadi sekitar pukul 05.30 WIB, saya ditelepon istrinya yang menangis, histeris, mengabarkan Taufik sudah tidak ada," kata Budiman Tanuredjo, Rabu pagi.

"Pas mau dibangunkan untuk shalat subuh, sudah tidak bangun," lanjut Budiman.

Begitulah, maut menjadi sedemikian sederhana dan bisa tiba-tiba menjemput kapan saja. Kemarin, Selasa, Mas Vik masih menghadiri rapat redaksi Kompas.com, dan berada di kantor hingga malam. Paginya, maut telah menjemput.

Selanjutnya, rumah duka yang terletak di Perumahan Permata Mediterania, Cluster Amatis 1 Nomor 1, Pos Pengumben, Jakarta Barat, pun dipenuhi para pelayat. Kawan-kawan dari Kompas.comKompas printKompas TV, dan karyawan di lingkungan Kompas Gramedia pun segera memenuhi rumah almarhum.

Seperti pada masa hidupnya, Mas Vik adalah jenis manusia yang praktis dan tak bertele-tele. Maka dari itu, setelah dimandikan, jenazah pun langsung dibawa ke Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, untuk dimakamkan di sana. 

Rumah keluarga Vik di Cikalong yang terletak di Jalan Pahlawan 1, Kampung Sinarsari, RT 03 RW 01, Desa Cikalong, Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, memang menjadi pilihan Vik untuk berlibur, selain sebagai kampung halaman di mana Vik pernah menghabiskan masa kanak-kanaknya. "Dia memang suka di sana. Selama ini juga dua pekan sekali ke sana," ujar istri almarhum, Diana, yang terus berada di sisi jenazah, Rabu pagi.

Lalu, kenangan atas Mas Vik pun berkelebatan. Saya masih ingat benar pada tahun 2007 saat Mas Ninok Leksono, Pemred Kompas Cyber Media (KCM) saat itu, memperkenalkan Taufik yang akan menggantikannya memimpin KCM. Vik hanya senyum-senyum, sebelum akhirnya kami semua bersalaman. Ada satu pertanyaan yang saya lontarkan waktu itu, akan dibawa ke mana KCM?

Vik lantas bercerita panjang lebar mengenai rencana besarnya yang ingin menyinergikan semua potensi yang ada di Kelompok Gramedia (KG) ke dalam sebuah megaportal. Itulah sebabnya, di awal kariernya di KCM, semua unsur media yang ada di KG berhimpun di KCM, mulai Kompas cetak, Grup Majalah, Warta Kota, Pers Daerah, Gaya Hidup Sehat, bahu-membahu membangun KCM di bawah pimpinan Mas Vik.  

Pada 30 Mei 2008, KCM pun berganti menjadi Kompas.com. Melalui tagline "Kompas.com Reborn", Vik pun melangkah pasti membangun bisnis media online dengan tekad menjadi portal terdepan dan nomor satu di Indonesia.

Dengan keyakinannya, Vik menjadi konduktor semua unsur media yang berhimpun di bawah payung Kompas.com. Sejalan dengan keyakinannya, Kompas.com pun bertumbuh dengan cepat dan mengejutkan sehingga menumbuhkan kepercayaan para bawahannya bahwa kami dipimpin oleh orang yang tepat, seorang bos yang paham dunia jurnalistik sekaligus mahir mengelola bisnis media online yang kala itu belum segegap gempita kini.

Dalam bahasa kawan Tri Wahono, Mas Vik adalah seorang leader yang bisa meyakinkan kepada semua orang bahwa media online adalah media masa depan. "Saat 2008 membangun Kompas.com Reborn, semua orang harus bergegas cepat. Visinya bagus. Meski secara usia sebagian besar kru Kompas.com berpaut jauh dengan Mas Vik, tapi beliau bisa memahami kebutuhan anak muda dan bisa membaur, bisa humble," ungkap Tri.

Sementara itu, rekan lainnya, Heru Margianto, dari Kompas.com, terkenang kejadian yang menurutnya paling mengesankan sepanjang menjadi bawahan Mas Vik.

"Saya masih ingat perbincangan siang itu di ruang kerjanya di Kompas TV. Waktu saat kami berbincang masih saya catat lekat, 17 Mei 2013, pukul 15.00. Kami berbincang seputar arah konvergensi Kompas," papar Heru.

Konvergensi adalah topik yang hangat di kalangan industri media karena hadirnya internet. Semua media di dunia saat ini tengah mencari cara yang paling jitu untuk menyinergikan industri media yang dimiliki: cetak, TV, dan online.

Siang itu, kata Heru, Vik berujar, "Kompas print dan Kompas.com itu memang beda. Pertama, audiens kita beda. Kan Kompas.com itu salah satu misinya adalah memperoleh segmen pembacanya terhadap brand Kompas. Jadi, kalau Kompas hanya print, ya pembacanya hanya itu aja, di lorong usia ini aja. Tapi, dengan adanya Kompas.com, brand Kompas itu dikenal juga oleh kelompok pembaca di usia ini. Kontennya pasti beda. Karakternya pasti beda. Semuanya pasti beda. Tetapi, tadi itu, ada satu hal yang menyamakan, tidak boleh ada konten yang bohong."

Heru mengaku masih menyimpan rekaman percakapan itu karena akan dia gunakan untuk kepentingan studi soal konvergensi media. Taufik bukan orang asing dalam praktik konvergensi media. Ia adalah pelaku. Visinya tentang media baru memberi warna pada wajah Kompas.com hari ini.

Pada tahun 2007, ia didapuk menjadi Direktur Utama Kompas.com. Saat itu, ia masih menjabat sebagai Redaktur Pelaksana Harian Kompas. Kehadirannya di Kompas.com menjembatani proses konvergensi antar-dua media ini.

Seperti ia kemukakan di atas, kehadiran internet sebagai medium baru menuntut sebuah praktik baru jurnalisme. Situasi yang tidak mudah. Internet seperti mengguncang aneka pakem jurnalisme lawas. Ini terjadi di seluruh dunia. Ada situasi baru yang membutuhkan adaptasi dalam praktik jurnalistik.

Beberapa dari Anda barangkali mencermati bahwa model pemberitaan di Kompas.com terasa berbeda dengan Harian Kompas. Itu adalah cara Taufik mengadaptasi medium baru. 

Tentang ini secara khusus ia berkata, "Memang sejak awal saya sudah ngomong sama Pak CEO kan (CEO Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo), kalau saya bekerja di Kompas.com tolong beri saya keleluasaan untuk melepaskan diri, atau menambah karakter lain dari karakter-karakter yang ada di Kompas print, yaitu karakter yang cocok untuk pembaca muda. Kalau tidak diperbolehkan, saya enggak mau. Kata Mas Agung, silakan."

Agung menyebut Taufik sebagai sosok brilian karena ia menawarkan konsep baru Kompas.com yang reborn pada 2008. Sebelumnya, sejak 1998, Kompas.com dikenal dengan brand Kompas Cyber Media atau KCM. Taufik menyebut KCM sebagai media yang tidak dinamis dan tidak kreatif. Ia merombak total KCM.

"KCM dulu itu terlalu tidak dinamis. Orang-orangnya tidak dinamis. Tidak mengikuti tren. Seolah-olah meng-update itu adalah barang yang susah dikerjain. Tidak berani mengambil keputusan. Lalu, bergerak di zona aman. Tidak kreatif. Orang redaksi juga tidak menggerakkan diri sebagai sebuah newscenter. Dia hanya sebagai uploader aja, lalu kita ubah," kata Taufik.

"Itulah sosok Taufik. Ia bukan sekadar pemimpin, tapi juga seorang pembaru. Berani, tegas, tapi wajah cengegesannya saat tertawa tak pernah hilang," ujar Heru.

Kiprah Taufik tidak hanya di Kompas.com. Sebelum Kompas TV mengudara perdana pada 9 September 2011, Taufik membentuk embrio Kompas TV tiga tahun sebelumnya. Pada tahun 2008, Taufik mengagas video on demand (VOD) di Kompas.com. Kanal tayangan berita video di Kompas.com itu dinamai Kompas TV.

Dalam perbicangan siang itu ia mengatakan, sebagai brandKompas tidak cukup hanya memiliki edisi cetak dan online. Kompas harus hadir juga dalam bentuk visual. "Setelah teks, kini ada online, lalu sekarang yang visual. Karena itu juga di Kompas.com kita bikin Kompas TV. Itu untuk mewadahi keinginan untuk multimedia delivery. Kita punya teks, punya foto, juga punya video," kata Taufik.

Kanal video di Kompas.com yang disebut Kompas TV itu kemudian ditarik lebih luas sebagai inisiatif Kompas Gramedia dengan membentuk sebuah perusahaan baru, PT Gramedia Media Nusantara, yang mengelola Kompas TV. Taufik menjadi pemimpin redaksi di TV baru milik Kompas Gramedia itu.

Sebagai praktisi media, Taufik memiliki pengalaman yang lengkap. CEO Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo saat memberikan sambutan di rumah duka mengatakan, Taufik adalah satu-satunya pemimpin di Kompas Gramedia yang memiliki pengalaman platform media paling lengkap: Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas, Pemimpin Redaksi Kompas.com dan Kompas TV. Sejatinya, konvergensi media membutuhkan sosok yang memiliki pengalaman komplet seperti Taufik.

Taufik Mihardja adalah wartawan yang setidaknya selama seperempat abad terakhir berkarya di Grup Kompas Gramedia, terutama di harian KompasKompas.com, dan Kompas TV. Jabatan terakhir Taufik hingga saat meninggal adalah Pemimpin Redaksi Kompas.com.

Kenangan lain datang dari Direktur Group of Digital Kompas Gramedia, Edi Taslim, di rumah duka, Rabu pagi. Edi mengatakan bahwa Taufik adalah seorang kolega yang tidak pandai berbasa-basi. "Bahkan, kelugasan dan keterusterangannya kadang-kadang sampai (terkesan) lugu," kata Edi.

Edi bercerita, suatu kali dia dan Taufik menerima salah satu rekan bisnis. Setelah berbincang selama setengah jam, kata dia, Taufik tiba-tiba bertanya tanpa sungkan, "Ini sebenarnya dari tadi kita ngomongin apa?" ujar dia.

Bagi Edi, Taufik adalah pemimpin yang apa adanya, lugas, jujur, dan sangat logis. "Paling menonjol dari dia, sama sekali tidak ada pencitraan, bahkan terkesan lugu," ujar dia.

Selain itu, kata Edi, Taufik adalah orang yang bisa memberikan kepercayaan. "Kalau sudah percaya, percaya banget. Tapi kalau kepercayaan rusak, dia sangat tegas," tutur Edi.

Sementara itu, Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas Budiman Tanuredjo mengatakan, Taufik adalah wartawan yang paripurna. Sebagai teman seangkatan di harian Kompas, Budiman mengatakan, Taufik sudah menjalani karier di semua platform, yaitu cetak, online, dan televisi.

"(Taufik) adalah orang yang pernah berada di segala platform. Paripurna memahami jurnalisme," kata Budiman di rumah duka, Rabu pagi.

"Dia juga pekerja keras, tetapi sekaligus bisa gaul dengan beragam kalangan," tambah Budiman.

Agung Adiprasetyo, selaku CEO Kelompok Gramedia, dalam sambutannya mengatakan, jasad boleh pergi, tetapi legacy tak akan pernah hilang. Menurut dia, Taufik telah meninggalkan legacy yang tak akan pernah lekang.

"Dari Mas Taufik, beliau adalah satu-satunya pemimpin yang lengkap, yang pernah di cetak, televisi, dan online," kata Agung.

Agung menambahkan, dengan semua perjalanan itu, Taufik juga bukan tipe pemimpin "asal perintah".

"Saya kira itu legacy dia yang bisa jadi pelajaran sekaligus kenangan tentang Mas Taufik," ujar Agung.

"Pelajaran yang tak akan pernah kita lupakan," lanjutnya.

Mewakili para kolega yang pernah berkiprah bersama, Agung menyampaikan rasa duka sekaligus terima kasih kepada keluarga Taufik.

"Selamat jalan, Mas Taufik. Kami semua yakin, malaikat menyambut di surga," ujar Agung.

Meski tekun bekerja dan lebih banyak menghabiskan waktunya di kantor, Taufik juga memiliki banyak kawan. Itu terlihat dari karangan bunga yang berjajar di rumah duka. Di sana ada karangan bunga dari Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat serta dari beberapa perusahaan yang bermitra dengan Kompas.com.

Ucapan belasungkawa juga mengalir dari sahabat dan koleganya, baik melalui media online maupun media sosial. Salah satunya dari Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya Mas Vik.

"Atas nama pribadi dan segenap insan KPK, saya menyampaikan ikut dukacita yang mendalam atas wafatnya Mas Taufik Mihardja. Semoga arwah beliau diterima di sisi-Nya dan diampuni segala dosanya sesuai dengan amal ibadah beliau semasa hidup," kata Juru Bicara KPK Johan Budi melalui pesan singkat, Rabu.

Johan juga mengatakan, dunia jurnalistik kehilangan salah satu putra terbaiknya saat ini. Mantan wartawan senior Tempo ini mengenang Taufik sebagai seorang jurnalis yang tangguh, teliti, dan punya keteguhan prinsip yang patut dicontoh jurnalis muda.

"Selamat jalan Mas Vik," kata Johan.

Taufik yang lahir pada 9 Maret 1962 merupakan Sarjana Sastra Inggris dari YAPARI Tourism Academy Bandung, Jawa Barat. Setidaknya selama hampir seperempat abad terakhir, Taufik menjadi jurnalis di Grup Kompas Gramedia, mulai dari harian KompasKompas.com, dan Kompas TV.

Di harian Kompas, Taufik pernah menjadi editor untuk halaman berita politik, hukum, dan HAM pada 1998. Dia juga pernah menjadi Wakil Redaktur Pelaksana Harian Kompas pada 2000 dan menjadi Redaktur Pelaksana Harian Kompas pada 2007.

Pada 2007 juga, Taufik mendapat amanah menjadi Direktur Kompas Cyber Media, pengelola situs Kompas.com. Masih merangkap menjadi Direktur Kompas.com, Taufik menjadi Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas pada 2008-2012.

Jabatan untuk Taufik masih bertambah lagi pada 2011, yaitu menjadi Pemimpin Redaksi Kompas TV. Jabatan di Kompas TV berakhir pada pertengahan 2014, untuk kemudian sepenuhnya menjadi Pemimpin Redaksi Kompas.com.

***

Mas Vik telah pergi. Begitu banyak pelajaran yang bisa dipetik dari teladannya. Ah, mendadak jadi ingat senyumnya yang tak pernah lepas dari bibirnya. Dia memang keras dan lugas, tapi dia juga pandai memelihara persahabatan dengan caranya sendiri yang khas.

Kepergian Mas Vik yang baru berusia 52 tahun kian meyakinkan kita sekalian bahwa hidup demikian sederhana. Entah di jalan lempeng atau tikungan, kita bisa mendadak berhenti kapan saja. Dan kita tak bisa menawarnya sama sekali! Selamat jalan Mas Vik, Allah menyayangimu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Nasional
Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Nasional
BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

Nasional
Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Nasional
PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

Nasional
Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Nasional
Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Nasional
Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Nasional
Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Nasional
Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Nasional
Pelaku Judi 'Online' Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Pelaku Judi "Online" Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Nasional
Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Nasional
Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya 'Gimmick' PSI, Risikonya Besar

Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya "Gimmick" PSI, Risikonya Besar

Nasional
Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com