Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/08/2014, 20:54 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin mengatakan, Ibu Negara Ani Yudhoyono pernah menegur mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum agar menyelesaikan pembayaran tagihan sebuah perusahaan di Malang terkait pengurusan proyek. Nazar menyebut proyek itu berada di Universitas Negeri Malang.

"Saat itu, saya dan Mas Anas sudah di DPR. Waktu itu, Bu Ani SMS bahwa ada salah satu perusahaan di Malang tagihannya belum dilunasi sama Rosa. Rosa ngaku dia adalah staf Mas Anas, jadi tolong supaya jangan jadi ribut, tolong diberesi utangnya," ujar Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (25/8/2014), seusai bersaksi dalam kasus Hambalang dengan terdakwa Anas.

Nazaruddin menjelaskan lebih jauh kepada wartawan mengenai adanya pesan singkat dari Ani yang sebelumnya dia sampaikan ketika diperiksa dalam persidangan. Dia menduga Ani tahu soal proyek di Malang itu setelah mendapatkan pengaduan masyarakat melalui SMS SBY Center.

"Biasanya kan ada SBY SMS Center, mungkin ada yang ngeluh, lapor," ucapnya.

Karena adanya pesan singkat dari Bu Ani tersebut, Nazaruddin kena tegur Anas. Dia lalu memanggil Rosa dan meminta agar Rosa tidak menyebut-nyebut nama Nazar saat mengurus proyek. Nazaruddin bahkan memerintahkan karyawan Grup Permai untuk menandatangani pakta integritas yang memuat sanksi Rp 1 miliar jika ada karyawan yang menyebut-nyebut nama Nazaruddin.

Sementara itu, dalam persidangan sebelumnya, mantan Direktur Marketing Grup Permai Mindo Rosalina Manulang mengaku pernah dilarang Nazaruddin menyebut nama Anas. Menurut Rosa, para pegawai Grup Permai akan dikenai denda Rp 1 miliar jika menyebut nama Anas.

Rosa mengatakan, Nazaruddin pernah mengatakan bahwa Grup Permai mendapat proyek di kementerian berkat Anas. Anas disebut dapat membantu menggiring proyek di DPR. Saat itu, Anas merupakan Ketua Fraksi Partai Demokrat.

Anas didakwa menerima hadiah atau janji terkait proyek Hambalang dan proyek lain. Menurut jaksa, mulanya Anas berkeinginan menjadi calon presiden RI sehingga berupaya mengumpulkan dana. Untuk mewujudkan keinginannya itu, Anas bergabung dengan Partai Demokrat sebagai kendaraan politiknya dan mengumpulkan dana.

Dalam upaya mengumpulkan dana, menurut jaksa, Anas dan Nazar bergabung dalam perusahaan Grup Permai. Dalam dakwaan, Anas disebut telah mengeluarkan dana senilai Rp 116,525 miliar dan 5,261 juta dollar Amerika Serikat untuk keperluan pencalonannya sebagai ketua umum Partai Demokrat itu. Uang itu berasal dari penerimaan Anas terkait pengurusan proyek Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), proyek di perguruan tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), dan proyek lain yang dibiayai APBN yang didapat dari Grup Permai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com