Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hamdan: Tugas Besar Telah Selesai

Kompas.com - 22/08/2014, 16:46 WIB


Oleh: Susana Rita

KOMPAS.com - Sidang sengketa pemilu presiden sudah selesai. Putusan telah dijatuhkan Mahkamah Konstitusi. Bagaimana sebenarnya para hakim konstitusi memutus perkara terbesar dalam tahun 2014 ini? Berikut petikan wawancara khusus dengan Ketua MK Hamdan Zoelva setelah sidang pengucapan putusan.

Kapan sesungguhnya permusyawaratan hakim selesai?

Rapat permusyawaratan hakim (RPH) sampai Rabu malam pukul 24.00 belum sampai pada putusan akhir. RPH mulai lagi Kamis pukul delapan pagi. Putusan tolak baru diperoleh kemarin sekitar pukul 09.00 pagi.

Bagaimana dinamika RPH?

Perdebatannya cukup panjang dan sangat detail. Satu per satu menilai dalil permohonan, kemudian dikaitkan dengan jawaban termohon, pihak terkait. Kita periksa bukti satu per satu, dibantu tim dokumen dan panitera pengganti. Awalnya, para hakim memberikan pandangan umum yang sangat prinsipiil. Lalu masuk pada detail. Kami ingin seluruh persoalan terjawab tuntas sehingga putusannya cukup tebal.

Perdebatan paling alot?

Hal yang sangat rumit masalah daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb). Begitu banyak sekali bukti yang diajukan para pihak sehingga pada akhirnya kami sampai pada satu kesimpulan bahwa DPKTb secara filosofis dimungkinkan dalam kerangka konstitusi. Tetapi, harus ada aturan yang ketat.

Memang ditemukan ada inkonsistensi KPU dalam peraturannya yang memperluas putusan MK. Kami temukan ada penyimpangan pelaksanaan penggunaan DPKTb, tapi setelah kami nilai secara keseluruhan, kami tidak menemukan DPKTb adalah rekayasa untuk menguntungkan salah satu peserta.

Kami meneliti DPKTb di seluruh Indonesia. Di daerah-daerah yang dimenangkan nomor satu dan dua, DPKTb-nya sama-sama tinggi. Akhirnya, kami berkesimpulan, ada pelanggaran dan penyimpangan dalam penggunaan model DPKTb, tetapi tidak terbukti itu dilakukan dengan rekayasa secara terstruktur, sistematis, dan masif, dan menguntungkan salah satu pihak.

Apakah saat menangani sengketa pilpres ada tekanan?

Yang menelepon saya banyak sekali. Saya anggap itu adalah risiko. Ada yang tidak suka, ada yang suka. Itu hal yang biasa. Yang penting, sebagai hakim saya percaya ada kehidupan setelah kematian. Pada saat itu, kita akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang kita putuskan sebagai penguasa, sebagai pejabat. Itulah yang paling saya takuti.

Walaupun saya tahu ada pertanggungjawaban kepada negara, kepada rakyat, tetapi yang jauh lebih saya takuti adalah pertanggungjawaban kepada Tuhan. Karenanya, saya harus jernih, bening, dan memosisikan diri sebagai orang yang ada di tengah. Hal yang harus saya bunuh adalah perasaan saya kalau saya suka pada salah satu pihak.

Apakah ada beban psikologis?

Bagi kami, seluruh hakim, hal yang paling penting adalah pertanggungjawaban dalam kebenaran karena putusan ini akan dibaca anak cucu kita dalam sejarah. Nanti dibuka file-file-nya, sembilan hakim ini apakah melakukan kesalahan atau tidak. Itulah yang kami jaga betul.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Survei Litbang 'Kompas': Citra KPU-Bawaslu Menguat Seusai Pemilu 2024

Survei Litbang "Kompas": Citra KPU-Bawaslu Menguat Seusai Pemilu 2024

Nasional
Survei Litbang “Kompas': Citra Positif Lembaga Negara Meningkat, Modal Bagi Prabowo-Gibran

Survei Litbang “Kompas": Citra Positif Lembaga Negara Meningkat, Modal Bagi Prabowo-Gibran

Nasional
Prabowo Ucapkan Selamat Ulang Tahun ke Jokowi, Unggah 3 Foto Bareng di Instagram

Prabowo Ucapkan Selamat Ulang Tahun ke Jokowi, Unggah 3 Foto Bareng di Instagram

Nasional
Ingin Usung Kader Sendiri di Jakarta, PDI-P: Bisa Cagub atau Cawagub

Ingin Usung Kader Sendiri di Jakarta, PDI-P: Bisa Cagub atau Cawagub

Nasional
PDI-P Siapkan Kadernya Jadi Cawagub Jabar Dampingi Ridwan Kamil

PDI-P Siapkan Kadernya Jadi Cawagub Jabar Dampingi Ridwan Kamil

Nasional
6 Jaksa Peneliti Periksa Berkas Pegi Setiawan

6 Jaksa Peneliti Periksa Berkas Pegi Setiawan

Nasional
Mendagri: Pj Kepala Daerah yang Maju Pilkada Harus Mundur dari ASN Maksimal 40 Hari Sebelum Pendaftaran

Mendagri: Pj Kepala Daerah yang Maju Pilkada Harus Mundur dari ASN Maksimal 40 Hari Sebelum Pendaftaran

Nasional
Polri Punya Data Anggota Terlibat Judi 'Online', Kompolnas: Harus Ditindak Tegas

Polri Punya Data Anggota Terlibat Judi "Online", Kompolnas: Harus Ditindak Tegas

Nasional
Golkar Sebut Elektabilitas Ridwan Kamil di Jakarta Merosot, Demokrat: Kami Hormati Golkar

Golkar Sebut Elektabilitas Ridwan Kamil di Jakarta Merosot, Demokrat: Kami Hormati Golkar

Nasional
Ulang Tahun Terakhir sebagai Presiden, Jokowi Diharapkan Tinggalkan 'Legacy' Baik Pemberantasan Korupsi

Ulang Tahun Terakhir sebagai Presiden, Jokowi Diharapkan Tinggalkan "Legacy" Baik Pemberantasan Korupsi

Nasional
Bansos untuk Korban Judi Online, Layakkah?

Bansos untuk Korban Judi Online, Layakkah?

Nasional
Mendagri Minta Tak Ada Baliho Dukungan Pilkada Pj Kepala Daerah

Mendagri Minta Tak Ada Baliho Dukungan Pilkada Pj Kepala Daerah

Nasional
Gangguan Sistem Pusat Data Nasional, Pakar: Tidak Terjadi kalau Pemimpinnya Peduli

Gangguan Sistem Pusat Data Nasional, Pakar: Tidak Terjadi kalau Pemimpinnya Peduli

Nasional
Dari 3 Tahun Lalu, Pakar Prediksi Gangguan Sistem Bakal Menimpa PDN

Dari 3 Tahun Lalu, Pakar Prediksi Gangguan Sistem Bakal Menimpa PDN

Nasional
Dompet Dhuafa Distribusikan Sekitar 1.800 Doka di Jateng

Dompet Dhuafa Distribusikan Sekitar 1.800 Doka di Jateng

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com