Pandangan itu diungkapkan Muhtazar dalam acara Forum Ilmuwan Jogja Menyongsong Orde Kemandirian di Universitas Janabadra, Yogyakarta, Rabu (23/7/2014).
Keputusan Capres Prabowo Subianto mundur dari Pemilu Presiden 2014 serta tidak mengakui hasil rekapitulasi KPU Pusat jika dilihat dari perspektif keilmuan politik memang tidak mencerdaskan masyarakat.
"Masyarakat saat ini sudah mulai cerdas dalam berpolitik dan tentunya kritis menyikapi berbagai perkembangan. Dengan sikap yang diambil itu tentu dalam konteks keilmuan politik tidaklah mendidik," tegas dia.
Di satu sisi, lanjutnya, latar belakang yang disampaikan Prabowo hingga memutuskan untuk mundur dalam pencapresan juga harus dilihat positif. Jika dicermati, apa yang disampaikan Prabowo Subianto sebenarnya merupakan pesan moral bagi masyarakat dan penyelanggara pemilu. Alasan yang melatarbelakanginya harus didukung agar dapat membuktikan kecurangan-kecurangan yang disampaikan.
"Alasan itu positif, saya kira merupakan pesan moral yang bersifat universal. Ada dua hal itu yang harus dilihat," tandas dia.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Tulus Warsito menilai, keputusan salah satu pemain mundur dalam final Pilpres 2014 merupakan bentuk dari dominasi personal.
Jika diandaikan dalam sebuah permainan, maka sikap itu bentuk egoisme individual atau bermain sendiri tanpa melihat yang lainnya. "Sikap capres seperti itu tidaklah pantas. Ini saya rasa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua," kata Tulus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.