Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PBB "Berteriak" meski Hanya Punya Suara Kecil

Kompas.com - 10/05/2014, 01:35 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


KOMPAS.com — Jauh sebelum pemungutan suara Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 digelar, Partai Bulan Bintang (PBB) sudah diprediksi tidak akan lolos ke Senayan. Proses rekapitulasi suara pun membuktikan, PBB tidak lolos ambang batas parlemen.

Meskipun hanya bermodal perolehan suara kecil, PBB selalu "berteriak" dalam setiap forum rekapitulasi suara nasional di Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Melihat kembali perjalanan PBB menjadi peserta pemilu bukan perjalanan yang mulus. Berdasarkan verifikasi faktual partai politik (parpol) peserta pemilu, yang dilakukan KPU, Januari 2013, hanya 10 partai yang dapat menjadi peserta pemilu. Sayangnya, PBB tidak termasuk dalam partai yang diloloskan itu.

PBB pun mengambil langkah sengketa pemilu ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pengawas pemilu memberi angin segar kepada PBB dengan memerintahkan KPU untuk meloloskan PBB menjadi salah satu petarung pada pesta demokrasi 2014.

Dengan dalih-dalih hukum, KPU menolak melaksanakan rekomendasi Bawaslu itu. Belum mau menyerah, PBB mengambil langkah menggugat ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) DKI Jakarta. Sekali lagi, angin segar bagi PBB, PT TUN memenangkan gugatan partai yang mencalonkan Yusril Ihza Mahendra sebagai presiden itu.

Tak ada pilihan bagi KPU selain menjalankan perintah pengadilan dan menetapkan PBB sebagai partai nasional peserta pemilu ke-9 dengan nomor urut 14.

Namun, pukulan bagi PBB tidak berhenti di situ. Beberapa bulan menjelang pemungutan suara, 9 April 2014, survei politik terus menghajar citra partai itu. Sebut saja salah satunya survei yang dilansir Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS), Desember 2013 lalu, yang menyatakan PBB akan hanya mendapat suara 0,87 persen dan tidak lolos ambang batas parlemen.

Yusril yang merupakan Ketua Majelis Syuro PBB mengabaikan hasil-hasil survei yang menjatuhkan citra partainya.

"Kami selama ini nggak pernah percaya lembaga survei yang sebenarnya punya kepentingan membangun opini publik. Jadi, bagi kami bukan hal yang serius soal survei-survei itu," kata Yusril.

Entah terpengaruh hasil survei atau memang tidak tertarik memilih PBB sama sekali, pada pemungutan suara, tidak banyak suara dituai partai berbasis massa Islam itu. Hasil hitung cepat Kompas, PBB mendapat 1,5 persen suara.

Dan, benar saja, berdasarkan rekapitulasi suara yang dilakukan 33 KPU provinsi, memang perolehan suara PBB tidak pernah melebihi 2 persen di setiap daerah pemilihan.

Namun, rupanya, hal itu pun tidak membuat PBB pasrah dan menerima nasibnya menjadi partai yang kalah. 

Ketua Komite Aksi Pemenangan Pemilihan Umum (KAPPU) PBB Teddy Gusnaedi mengatakan, pihaknya memang masih tidak menerima hasil penghitungan suara yang dilakukan KPU di setiap tingkatan.

"Berdasarkan keterangan saksi kami, banyak suara PBB yang bergeser ke partai lain," ujar Teddy, Jumat (9/5/2014).

Kecurigaan itu mendorong Teddy melakukan "ceramah" setiap rapat rekapitulasi suara provinsi dilakukan di KPU.

"Janganlah kita kotori cita-cita demokrasi kita dengan cara-cara kotor seperti ini," katanya.

Tidak jarang, ceramah Teddy yang juga disampaikan dengan suara tinggi membuat Ketua KPU Husni Kamil Manik dan enam komisioner lainnya tercengang mendengarkan panjang dan lebar pernyataannya.

Teddy mengatakan, protesnya itu tentu didasari oleh keyakinannya bahwa sesungguhnya suara partainya tidak sekecil perkiraan. "Ini yang kami tidak terima. Tentu ini tidak bisa dibiarkan," katanya.

Namun, PBB harus menerima bahwa hasil akhir menunjukkan partai tersebut hanya mampu meraup suara 1,46 persen suara dari total suara sah 124.972.491 suara, yaitu 1.825.750 suara. Tak cukup memenuhi ambang batas parlemen, PBB pun harus terima tidak punya wakil di DPR.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com