Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seminggu, 11.000 Orang Tanda Tangani Petisi Penarikan RUU KUHP-KUHAP

Kompas.com - 02/04/2014, 16:03 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Dalam seminggu, sekitar 11.000 orang telah menandatangani petisi yang isinya meminta agar draf rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ditarik. Petisi ini digulirkan sebagai upaya memprotes draf RUU KUHP dan KUHAP yang diduga berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi.

"Sekarang kami membuat petisi untuk meminta RUU KUHP-KUHAP ini ditarik. Ada banyak pertimbangannya. Pertama adalah RUU itu membahas banyak isu, termasuk di dalamnya korupsi. Petisi ini fokus di korupsi," kata salah satu penggagas petisi, Anita Wahid, saat dihubungi, Rabu (2/4/2014).

Menurut Anita, setiap orang bisa menandatangani petisi itu melalui situs change.org. Di antara penanda tangan petisi, ada musisi Bimbim Slank serta presenter Rosiana Silalahi. Dalam bunyinya, petisi ini akan diteruskan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui akun Twitter resmi Presiden dan Ketua DPR Marzuki Alie juga melalui akun resminya.

"Diteruskan kepada SBY dan Marzuki Alie, bahwa pemerintah mengajukan RUU kepada DPR. Sekarang DPR sudah membahas, pemerintah perlu menarik kembali, mengajukannya kepada SBY dan DPR untuk mengizinkan penarikannya," ucap Anita.

Menurut Anita, petisi ini dilandasi kekhawatiran jika revisi RUU KUHAP-KUHP berpotensi melemahkan pemberantasan korupsi. Putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid itu mengatakan, dalam RUU KUHP, ikut diatur delik pidana korupsi sehingga korupsi seolah menjadi pidana umum.

Selain itu, lanjut Anita, pihaknya khawatir pembahasan dua RUU ini tidak maksimal mengingat masa tugas anggota dewan periode 2009-2014 tinggal hitungan bulan. "Ada lebih dari 700 pasal, sementara hanya punya waktu beberapa bulan lagi. Kalau terburu-buru, apakah akan menghasilkan RUU yang berkualitas? Jadi, yang kami minta tarik sementara dan diserahkan kepada pemerintah dan DPR periode berikutnya," ujar Anita.

Permasalahan lainnya, menurut Anita, sejumlah anggota DPR yang tergabung dalam panitia kerja (panja) pembahasan RUU KUHAP-KUHP diragukan kredibilitasnya. Sejumlah anggota DPR itu pernah disebut berkaitan dengan kasus-kasus dugaan korupsi yang ditangani KPK.

Anita mengatakan, hasil sementara petisi ini akan disampaikan kepada KPK pada Jumat (4/4/2014) mendatang. "Kepada KPK akan kita berikan hasil sementara untuk memperlihatkan dukungan masyarakat masih besar. KPK jangan menyerah meskipun ada upaya melemahkan kewenangannya," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com