Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Anas, Demokrat Bakal "Gelap" di Pemilu jika SBY Masih Ketum

Kompas.com - 27/01/2014, 18:24 WIB
Sandro Gatra

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, menyarankan agar Ketua Umum Demokrat kembali diganti. Alasannya, meski jabatan ketua umum sudah diambil alih oleh Susilo Bambang Yudhoyono, elektabilitas Demokrat tak kunjung membaik. Justru sebaliknya, tingkat dukungan publik itu malah lebih buruk dibandingkan pada masa kepemimpin Anas.

Saran itu disampaikan Anas melalui akun Twitter-nya, @anasurbaningrum. Seperti diketahui, tweet di akun itu ditulis oleh pengurus Ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) sebagai administrator berdasarkan "titipan" Anas setelah ditahan KPK. Pemikiran itu diserahkan Anas ketika dikunjungi di Rutan KPK, Jakarta.

Dalam tweet-nya, Anas menyingggung ketika dirinya didesak mundur sebagai ketum dahulu lantaran elektabilitas Demokrat turun pasca-terseret kasus dugaan korupsi. Ketika itu, kata Anas, dirinya didesak mundur setelah elektabilitas Demokrat mendekati 10 persen berdasarkan hasil survei.

"Jika alasannya konsisten dengan yang dulu, soal anjloknya elektabilitas, sekarang saatnya PD kembali diselamatkan," kata Anas.

Anas lalu menyinggung hasil survei terakhir Kompas dengan hasil elektabilitas Demokrat ada di angka 7,2 persen. Survei lembaga survei lain bahkan Demokrat ada di angka 6 persen.

"Turun terus. Padahal janji politik Pak SBY adalah 15 persen di akhir tahun 2013. Untuk masa depan PD perlu dipikirkan lagi ganti Ketum. Agar PD tidak terbebani citra pemerintah yang merosot," kata pendiri Ormas PPI itu.

Jika tidak ada terobosan politik penyelamatan Demokrat dengan mengganti ketum, Anas memperkirakan Pemilu 2014 akan menjadi "gelap" bagi Demokrat. Menganggap masih cukup waktu sebelum pemilu legislatif, Anas menyarankan digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB) untuk pergantian ketum.

Dalam tweet-nya, Anas menyebut nama-nama yang layak menjadi ketum seperti Marzuki Ali yang berani berbeda pendapat dengan SBY, dan Ahmad Mubarok yang dianggapnya dapat diterima banyak kalangan.

Nama lain, yaitu Nurhayati Ali Assegaf yang dekat dengan SBY dan Ani Yudhoyono, serta Dahlan Iskan. "Kalau Dahlan pegang KTA (kartu tanda anggota) hari ini, besok bisa dijadikan Ketum dengan alasan hajat penyelamatan partai," kata Anas.

"Hanya saja sekarang ini para jubir penyelamatan sedang bisu. Bisu karena tidak ada perintah dan pusing mikir berita-berita," kata Anas.

"Perkiraan saya, kalau ada rilis hasil survei (kredibel) lagi dalam waktu dekat ini, angka PD akan terus turun. Karena itulah, langkah penyelamatan adalah amat mendesak demi Pemilu 2014," pungkas Anas.

Mantan Ketua DPC Cilacap Partai Demokrat yang kini menjadi pengurus Ormas PPI, Tri Dianto, membenarkan bahwa Anas menyarankan ketum Demokrat diganti.

"Waktu Mas Anas jadi ketua umum, elektabilitas Partai Demokrat di atas 10 persen. Yah, antara 11 persen sampai 12 persen lah. Namun, banyak elite Partai Demokrat kemudian beramai-ramai meminta kepada Pak SBY untuk menyelamatkan partai. Itulah yang kemudian Mas Anas merasa elektabilitas PD sekarang ini kan tahun 2013 sudah 7,2 persen," kata Tri seperti dikutip dari Tribunnews.com.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat 'Nyantol'

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat "Nyantol"

Nasional
Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok 'E-mail' Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok "E-mail" Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Nasional
Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Nasional
Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Nasional
Rayakan Ulang Tahun Ke-55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke-55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 'Supplier' Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 "Supplier" Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com