Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suryadharma: Rumah Besar Islam yang Inklusif

Kompas.com - 24/01/2014, 08:04 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com
—Setelah terpilih kembali memimpin Partai Persatuan Pembangunan untuk periode 2011-2016, Suryadharma Ali mengenalkan tagline ”Rumah Besar Umat Islam” untuk partainya. Namun, dengan pilihan itu bukan berarti setelah muktamar VII pada 2011 PPP menjadi partai yang eksklusif.

”Islam itu untuk semua. Ini artinya tidak hanya untuk umat Islam, tapi juga untuk umat lain. Jadi, PPP ingin mempersembahkan seluruh karyanya untuk Indonesia,” kata Ketua Umum PPP Suryadharma Ali kepada Kompas di Kantor Dewan Pimpinan Pusat PPP, Jakarta, Kamis (16/1).

Di tengah rintik hujan selepas shalat Ashar, Suryadharma yang didampingi Sekretaris Jenderal PPP M Romahurmuziy mengawali perbincangan dengan menyampaikan pendapatnya soal popularitas calon pemimpin dan prestasi kepemimpinan.

Suryadharma menuturkan, orang disebut hebat karena pemikiran dan karyanya. Kepemimpinan harus diuji dengan melewati berbagai persoalan. Dengan pertimbangan ini, dia mempertanyakan definisi pemimpin yang diidamkan rakyat dan popularitas seseorang yang, antara lain, dibentuk oleh survei dan media massa.

KOMPAS Pesan Ketua Umum DPP PPP Suryadharma Ali
Terkait dengan survei, Suryadharma mengenang, menjelang Pemilu 2009 ada lembaga survei yang mengatakan PPP hanya akan memperoleh suara sekitar 2 persen. Padahal, untuk mengirimkan wakilnya duduk di DPR, sebuah partai politik (parpol) harus mendapat suara minimal 2,5 persen suara sah nasional.

”Namun, ternyata PPP tetap berhasil lolos ke Senayan,” kata Suryadharma.

Pada Pemilu 2009, PPP memperoleh 5,32 persen suara. Pengalaman itu menjadi salah satu faktor yang membuat PPP optimistis tetap eksis dengan pilihannya saat ini, yaitu sebagai ”Rumah Besar Umat Islam”. Meski demikian, sejumlah pengamat mengatakan, pemilih parpol berbasis agama menunjukkan penurunan.

Langkah sejumlah parpol yang membentuk ormas atau sayap Islam makin menambah keyakinan PPP bahwa pemilih berbasis umat Islam masih amat potensial.

Suryadharma menuturkan, pilihan menjadi ”Rumah Besar Umat Islam” juga dilakukan karena PPP menjadi satu-satunya partai umat Islam yang memiliki anggota legislatif dan eksekutif yang secara konsisten mempergunakan Islam sebagai mazhab. Konsep itu juga didasarkan pada keanekaragaman umat Islam, baik dari sisi keorganisasian, mazhab, maupun aliran politik.

”Pada 1999 terjadi gairah pembentukan parpol baru. Namun, dari banyak parpol itu ternyata ada yang bisa bertahan dan tidak. Mereka yang tidak bisa bertahan diharapkan pulang ke Rumah Besar PPP,” kata Suryadharma.

Dia menambahkan, PPP menawarkan diri sebagai rumah yang nyaman bagi umat Islam dengan beragam mazhab dan aliran.

Nasionalisme

Menyambut Pemilu 2014, Suryadharma juga membuat tagline ”Merah Putih Bisa” untuk partainya.

”Saya membuat tagline itu pada awal Januari lalu setelah shalat Subuh,” katanya.

Suryadharma menjelaskan, tagline ”Merah Putih Bisa” dan ”Rumah Besar Umat Islam” menunjukkan bahwa PPP tak ada masalah atau tabrakan antara nasionalisme dan Islam atau antara kebangsaan dan keislaman. Kedua tagline itu juga untuk menegaskan bahwa PPP tidak eksklusif.

Khusus tagline ”Merah Putih Bisa”, menurut Suryadharma, juga menunjukkan semangat PPP berjuang untuk menggapai kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan tidak melulu ekonomi, tetapi juga pendidikan, pemenuhan kebutuhan masyarakat, kesehatan, dan pekerjaan. Untuk membangun Indonesia sejahtera, banyak hal harus diupayakan dan dikaji kembali.

Kekayaan yang begitu besar tetapi kurang memberikan dampak bagi kesejahteraan membutuhkan evaluasi. Di bidang hukum, PPP juga masih mendengar adanya ketidakpastian hukum. Aksesibilitas pendidikan yang terjangkau juga masih perlu mendapatkan perhatian serius. Pemanfaatan sumber daya alam harus diupayakan bertumpu pada kekuatan bangsa sendiri dan diutamakan untuk kepentingan dalam negeri.

”Jika PPP dipercaya rakyat untuk memimpin Indonesia ke depan, kedaulatan pangan akan menjadi program utama. Saya punya keyakinan, dengan program kedaulatan pangan akan menyerap banyak tenaga kerja, menjadi magnet bagi warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri kembali ke Tanah Air,” ujar Suryadharma.

PPP menyadari, dalam iklim politik Indonesia yang multipartai, ketokohan menjadi salah satu faktor penting untuk mendulang suara dalam pemilu. Terkait dengan ketokohan, sampai sekarang PPP belum memutuskan calon yang akan diusung pada Pemilu Presiden 2014. Padahal, pengalaman di Indonesia selama ini, sosok capres yang tepat dapat meningkatkan suara parpol dalam pemilu.

”Tunggu musyawarah kerja nasional yang akan digelar PPP pada 7-8 Februari. Di acara tersebut, kami akan membahas masalah (tokoh yang akan diusung dalam pilpres) tersebut,” kata Suryadharma tentang tokoh capres yang akan diusung PPP.

Dengan pengalaman politik yang panjang, strategi dan garis perjuangan PPP yang telah eksis sejak era Orde Baru tetap layak untuk dinanti pada pemilu mendatang. (Stefanus Osa/M Hernowo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saksi Ungkap soal Grup WhatsApp Bernama 'Saya Ganti Kalian' di Era SYL

Saksi Ungkap soal Grup WhatsApp Bernama "Saya Ganti Kalian" di Era SYL

Nasional
Jokowi Bakal Tinjau Langsung Pengelolaan Blok Rokan Pekan Ini

Jokowi Bakal Tinjau Langsung Pengelolaan Blok Rokan Pekan Ini

Nasional
Soal Jampidsus Dikuntit Densus 88, Anggota Komisi III DPR: Tak Mungkin Perintah Institusi

Soal Jampidsus Dikuntit Densus 88, Anggota Komisi III DPR: Tak Mungkin Perintah Institusi

Nasional
SYL Disebut Pernah Perintahkan Kirimkan Bunga dan Kue Ulang Tahun untuk Pedangdut Nayunda Nabila

SYL Disebut Pernah Perintahkan Kirimkan Bunga dan Kue Ulang Tahun untuk Pedangdut Nayunda Nabila

Nasional
UKT Batal Naik, Stafsus Jokowi Dorong Dasar Hukumnya Segera Dicabut

UKT Batal Naik, Stafsus Jokowi Dorong Dasar Hukumnya Segera Dicabut

Nasional
Pemilu 2024, Menghasilkan Apa?

Pemilu 2024, Menghasilkan Apa?

Nasional
20 Tahun Perkara yang Ditangani KPK Terancam Tidak Sah gara-gara Putusan Gazalba Saleh

20 Tahun Perkara yang Ditangani KPK Terancam Tidak Sah gara-gara Putusan Gazalba Saleh

Nasional
Ditawari oleh Anak SYL, Wambendum Nasdem Akui Terima Honor Rp 31 Juta Saat Jadi Stafsus Mentan

Ditawari oleh Anak SYL, Wambendum Nasdem Akui Terima Honor Rp 31 Juta Saat Jadi Stafsus Mentan

Nasional
Di Sidang SYL, Partai Nasdem Disebut Bagikan 6.800 Paket Sembako Pakai Uang Kementan

Di Sidang SYL, Partai Nasdem Disebut Bagikan 6.800 Paket Sembako Pakai Uang Kementan

Nasional
Narkopolitik, Upaya Caleg PKS Lolos Jadi Anggota Dewan di Aceh Tamiang

Narkopolitik, Upaya Caleg PKS Lolos Jadi Anggota Dewan di Aceh Tamiang

Nasional
Cucu SYL Bantah Pakai Uang Kementan untuk Biayai Perawatan Kecantikan, tapi...

Cucu SYL Bantah Pakai Uang Kementan untuk Biayai Perawatan Kecantikan, tapi...

Nasional
Ahmad Sahroni Disebut Kembalikan Uang Kementan Rp 820 Juta untuk NasDem Usai Diminta KPK

Ahmad Sahroni Disebut Kembalikan Uang Kementan Rp 820 Juta untuk NasDem Usai Diminta KPK

Nasional
Anak SYL Akui Terbiasa Terima Fasilitas Tiket Pesawat dari Kementan, Hakim: Tahu Tidak Itu Kebiasaan Buruk?

Anak SYL Akui Terbiasa Terima Fasilitas Tiket Pesawat dari Kementan, Hakim: Tahu Tidak Itu Kebiasaan Buruk?

Nasional
ICW Desak KPK Ajukan Banding Usai Hakim Bebaskan Gazalba Saleh di Putusan Sela

ICW Desak KPK Ajukan Banding Usai Hakim Bebaskan Gazalba Saleh di Putusan Sela

Nasional
MA Tunggu Aduan KPK, Usai Meminta Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh Diperiksa

MA Tunggu Aduan KPK, Usai Meminta Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh Diperiksa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com