Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/01/2014, 14:17 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Dari 12 partai politik peserta Pemilu 2014, survei Kompas mencatat hanya tiga partai yang tetap bertengger dengan dukungan di atas 10 persen responden hingga survei ketiga. Selebihnya, hanya Partai Nasdem dan Partai Hanura yang dukungannya konsisten memperlihatkan tren naik secara signifikan, meskipun belum menembus 10 persen.

Lonjakan luar biasa terpotret dari Partai Hanura, yang pada survei pertama hanya punya dukungan 0,5 persen, tetapi pada survei ketiga terus melaju hingga meraup 6,6 persen suara responden. Dukungan suara untuk partai ini juga konsisten dengan perolehan suara bagi ketua umumnya, Wiranto, sebagai figur calon presiden pilihan publik bila pemilu digelar hari ini.

Namun, Hanura tak sendirian mencatatkan tren peningkatan dukungan dari kategori partai dengan suara di bawah 10 persen. Meski tak seluar biasa Hanura, Partai Nasdem juga mencuat. Pada survei pertama, dukungan untuk partai yang didirikan Surya Paloh ini sudah mengantongi 3,5 persen suara meskipun baru pertama kali mengikuti pemilu.

Pada survei kedua, Nasdem mencatatkan kenaikan, dengan meraup 4,1 persen suara responden. Tak berhenti di sana, Nasdem justru seolah menambah laju mesin partai, dengan melompat lebih tinggi dan mendapatkan dukungan 6,9 persen responden pada survei ketiga.

Nasdem dan Hanura juga memiliki catatan unik terkait korelasi partai dan kandidat yang berpeluang mereka usung untuk pemilu presiden. Meski hasil akhir dukungan survei Hanura lebih rendah daripada Nasdem, tren peningkatan dukungan partai ini benar-benar sejalan dengan kandidat yang diusungnya. Pada survei ketiga, Wiranto juga dipilih oleh 6,6 persen responden.

Sementara Nasdem, meski mendapatkan dukungan suara lebih tinggi daripada Hanura dalam setiap periode survei, partai ini tak mampu mendorong elektabilitas Surya Paloh yang mereka dengungkan sebagai kandidat untuk pemilu presiden. Dalam survei ini, perolehan suara Paloh tetap berada di bawah 3 persen.

Terpuruk dan berfluktuasi

Bila Partai Demokrat harus "turun kelas" dari dukungan di atas 10 persen menjadi di bawah 10 persen dalam serial survei Kompas, enam partai harus menerima kenyataan harus berkutat dalam pusaran fluktuasi suara yang "segitu-segitu" saja.

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada survei pertama meraup suara yang jauh lebih tinggi dari Hanura dan bahkan melebihi Nasdem, dengan 4,2 persen suara responden. Survei kedua pun mencatatkan tambahan dukungan untuk partai ini menjadi 5,7 persen.

Peningkatan suara PKB pada survei kedua seiring dengan dengungan figur-figur yang sedang mereka dekati untuk diusung sebagai calon presiden. Figur itu antara lain Rhoma Irama, Mahfud MD, dan Jusuf Kalla. Namun, dorongan itu seolah terhenti dan pada survei ketiga suara mereka justru menurun menjadi 5,1 persen.

Tren serupa terjadi pada Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Seperti PKB, partai "senior" ini mendapatkan dukungan suara lebih tinggi dibandingkan Nasdem, apalagi Hanura pada survei pertama, yakni 3,6 persen.

Kenaikan dukungan juga didapat PPP pada survei kedua, mencapai 4,8 persen suara responden. Lagi-lagi seperti PKB, suara PPP turun pada survei ketiga, lebih drastis bahkan, menyisakan dukungan 2,4 persen responden.

Fluktuasi partai menengah yang terpotret survei Kompas terjadi pula pada Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Pada survei pertama, partai ini masih mendapatkan dukungan responden di kisaran suara Nasdem dan PPP, yakni 3,3 persen.

Namun, hajaran beruntun kasus dugaan suap terkait kuota impor sapi langsung menyebabkan dukungan untuk PKS melorot ke posisi 2,2 persen, diwarnai pergantian presiden partai. Waktu berlalu, pada survei ketiga, PKS hanya bisa menambah dukungan 0,1 persen suara.

Tren naik tipis parpol menengah

Meski tidak seluar biasa Hanura maupun setinggi Nasdem, tren dukungan naik terpantau terjadi pada Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Bulan Bintang (PBB). Sayangnya, kenaikan berjalan lambat dan belum menembus bahkan kisaran 5 persen.

PAN pada survei pertama mendapatkan dukungan 1,7 persen responden, naik menjadi 2,5 persen pada survei kedua, dan survei ketiga mencatatkan dukungan 3,2 persen responden. Kandidat yang disebut akan diusung partai ini, Hatta Rajasa, masih tak mendapatkan dukungan signifikan dalam survei dan elektabilitasnya masih di bawah 3 persen.

Tren lebih tipis sekalipun naik dicatatkan PBB. Menjadi peserta Pemilu 2014 melewati sengketa berhadapan dengan Komisi Pemilihan Umum, partai ini mendapatkan dukungan 0,5 persen seperti halnya Partai Hanura pada survei pertama.

Tren dukungan untuk PBB naik dengan tambahan suara menjadi 0,9 persen pada survei kedua dan 1,1 persen pada survei ketiga. Namun, "jago" dari partai ini, Yusril Ihza Mahendra, juga belum menembus elektabilitas 3 persen dalam survei Kompas.

Kondisi konsisten paling tak diharapkan, turun, dialami Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Sama-sama "berjuang ekstra" untuk bisa menjadi peserta pemilu, partai ini mendapatkan dukungan 0,4 persen pada survei pertama.

Sayangnya, survei kedua pun langsung mendapatkan penurunan dukungan untuk PKPI, menjadi 0,3 persen. Survei ketiga menegaskan penurunan dukungan, dengan mencatat hanya 0,1 persen responden yang masih memilih partai ini bila pemilu digelar sekarang.

Survei "Kompas"

Rangkaian survei yang digelar harian Kompas menggunakan metode survei longitudinal, yakni meminta pendapat dari responden yang sama. Ketiga survei dilakukan secara tatap muka, dalam tiga periode waktu.

Survei periode pertama yang hasilnya dilansir pada Desember 2012 dilakukan pada rentang 26 November 2012 sampai 11 Desember 2012. Periode kedua, 30 Mei 2013 sampai 14 Juni 2013, dan diumumkan pada Juni 2013. Adapun periode ketiga terlaksana pada 27 November 2013 sampai 11 Desember 2013, diumumkan mulai Rabu (8/1/2014).

Melibatkan 1.380 sampai 1.400 responden dari 34 provinsi di Indonesia, survei menggunakan tingkat kepercayaan 95 persen dan rentang kesalahan (margin of error) 2,6 persen dalam penarikan sampel acak sederhana.

Hasil survei selengkapnya dapat dibaca di harian Kompas edisi Kamis (9/1/2014).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com