Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vonis Luthfi Diwarnai Perbedaan Pendapat 2 Hakim

Kompas.com - 09/12/2013, 22:33 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang vonis mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq diwarnai dissenting opinion atau perbedaan pendapat dua hakim anggota yaitu I Made Hendra dan Joko Subagyo. Dua dari lima hakim itu menyatakan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berhak menuntut perkara pencucian uang.

Joko mengatakan, tidak ada ketentuan dalam undang-undang yang mengatur jaksa KPK bisa menuntut perkara pencucian uang. "Jaksa KPK tidak memiliki dasar undang-undang menuntut pencucian uang. Maka tanpa harus melihat pokok perkara, perkara pencucian uang terdakwa harus ditolak," kata Joko di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (9/12/2013).

Hal senada dikatakan Made Hendra. Dia menilai bahwa jaksa KPK hanya berwenang menuntut perkara korupsi. Pendapat kedua hakim anggota ini sama halnya ketika menangani kasus rekan Luthfi, Ahmad Fathanah. Menurut Made, KPK dapat menyerahkan hasil penyidikan pencucian uang kepada Jaksa pada Kejaksaan Agung.

"Penuntutan TPPU hanya disebut jaksa, tidak ada KPK. Jadi hanya jaksalah yang berhak menuntut TPPU. Penuntut umum ada di bawah Kejaksaan Agung dan tidak di bawah KPK," ujarnya.

Meski demikian Luthfi tetap dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang saat menjabat anggota DPR RI 2004-2009 dan setelahnya. Dia dianggap melanggar Pasal 3 ayat 1 huruf a,b, c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU, Pasal 6 ayat 1 huruf b dan c UU Nomor 25/2003 tentang TPPU. Kemudian Pasal 3 dan Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Luthfi divonis 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider kurungan 1 tahun penjara. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan Luthfi terbukti menerima suap Rp 1,3 miliar dari Direktur Utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman melalui Ahmad Fathanah dan terbukti melakukan pencucian uang. Uang itu diterima Luthfi ketika masih menjabat anggota Komisi I DPR RI dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Untuk tindak pidana korupsi Luthfi dianggap melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Atas putusan ini, Luthfi langsung memutuskan untuk banding.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Nasional
Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Nasional
BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

Nasional
Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Nasional
PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

Nasional
Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Nasional
Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Nasional
Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Nasional
Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Nasional
Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Nasional
Pelaku Judi 'Online' Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Pelaku Judi "Online" Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Nasional
Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Nasional
Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya 'Gimmick' PSI, Risikonya Besar

Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya "Gimmick" PSI, Risikonya Besar

Nasional
Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com