"Yang terjadi kemarin-kemarin adalah generalisasi. Yang paling dahsyat soal 'bumbu-bumbu' perempuan yang didekatkan dengan Fathanah dan beliau. Pola pemberitaan seperti ini semakin memperberat citra PKS," ujar Ketua DPP PKS Hidayat Nur Wahid saat dihubungi Senin (9/12/2013).
Hidayat menjelaskan, kasus Luthfi seolah menggeneralisasi perilaku para pengurus PKS lainnya. Padahal, kata dia, PKS tidak pernah memerintahkan apa pun kepada Luthfi terkait kasus ini.
"Jaksa juga tidak usah sok-sok kasihan memasukkan dalam tuntutannya ini merusak citra PKS," kata Hidayat.
Sementara itu, Ketua DPP PKS bidang Hubungan Masyarakat Mardani Ali Sera berharap majelis hakim cermat dalam membuat keputusan.
"Semoga dapat melihat mana fakta dan mana persepsi dan fakta yang ada," kata Mardani.
Hadapi vonis
Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq akan menghadapi sidang vonis kasus dugaan suap pengaturan kuota impor daging sapi, hari ini, Senin (9/12/2013). Sidang vonis yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Gusrizal Lubis dijadwalkan pukul 16.00 WIB di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Kuasa Hukum Luthfi, M Assegaf, mengatakan pihaknya siap mendengar vonis yang akan dijatuhkan Majelis Hakim Tipikor.
"Ya, duduk manis saja mendengar. Tentu dengan perasaan dag dig dug," kata Assegaf melalui pesan singkat, Senin (9/12/2013).
Sebelumnya, Luthfi dituntut hukuman pidana 10 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan untuk tindak pidana korupsinya. Sementara untuk tindak pidana pencucian uang, jaksa menuntut mantan anggota DPR itu 8 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan.
Jaksa menilai Luthfi terbukti menerima suap Rp 1,3 miliar dari PT Indoguna Utama. Luthfi juga dinilai terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang saat menjabat anggota DPR RI 2004-2009 dan setelahnya. Jaksa meminta sejumlah aset Luthfi dirampas untuk negara. Selain itu, jaksa menuntut hak memilih dan dipilih Luthfi sebagai pejabat publik dicabut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.