Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penanganan Kelompok Intoleran, PR Kapolri Sutarman

Kompas.com - 28/10/2013, 18:11 WIB
Rahmat Fiansyah

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Divisi Advokasi dan HAM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andriyani menilai, penanganan kekerasan terhadap kelompok agama minoritas menjadi pekerjaan rumah bagi Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang baru, Jenderal Pol Sutarman. Persoalan ini dianggap belum mampu diselesaikan oleh pendahulunya, Jenderal Pol Timur Pradopo.

"Pada masa Timur, kasus intoleransi meningkat. Kebebasan warga negara untuk menjalankan ibadahnya tidak dijamin oleh Polri," katanya dalam konferensi pers di kantor Kontras, Jakarta, Senin (28/10/2013).

Kontras mencatat, selama tiga tahun kepemimpinan Timur Pradopo, terjadi 1.064 tindak kekerasan, baik dilakukan secara langsung oleh anggota kepolisian maupun berupa pembiaran. Tak hanya itu, pada periode itu, terjadi 118 peristiwa yang terkait dengan kekerasan dan pelanggaran hukum terhadap kelompok agama minoritas.

Yati berpendapat, setidaknya ada tiga alasan terjadinya kekerasan terhadap kelompok agama minoritas. Pertama, adanya pembiaran oleh aparat kepolisian, terutama yang berada di lapangan. Ia menuturkan, banyak kasus intoleran terjadi karena aparat kepolisian di lapangan tidak bertindak menghadang pelaku kekerasan.

"Pembiaran ini secara tidak langsung memberikan ruang bagi kelompok intoleran lebih leluasa melakukan aksi-aksi kekerasan," imbuhnya.

Padahal, Yati melanjutkan, apabila polisi bersikap tegas, hal ini berdampak signifikan dalam penyelesaian kasus kekerasan agama. Ia pun mencontohkan kasus Syiah di Puger, Jember, Jawa Timur, di mana polisi ikut terlibat dalam menyelesaikan masalah.

"Dalam kasus Puger itu Kabarharkam (Kepala Badan Pemeliharaan dan Keamanan) Badrodin Haiti langsung melakukan komunikasi ke kepolisian daerah dan pemda," ungkapnya.

Faktor kedua adalah akselerasi yang kurang maksimal. Sementara faktor ketiga terkait dengan penegakan hukum yang semu. Ia menilai, polisi cenderung berusaha membuat kedua kelompok, baik pelaku maupun korban, merasa nyaman.

"Kalau ini yang dilakukan, keadilan dalam penegakan hukum tidak akan tercapai," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com