Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Megawati: Jangan "Negative Thinking" dengan Dinasti Politik

Kompas.com - 21/10/2013, 16:46 WIB
Indra Akuntono

Penulis


TANGERANG, KOMPAS.com — Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri angkat bicara mengenai dinasti politik. Topik seputar ini memang ramai diperbincangkan dalam sepekan terakhir. Menurut Mega, penolakan dinasti politik tak bisa dipukul rata dan bukan merupakan kesalahan bila diisi oleh orang-orang yang tepat, serta tak mengejar keuntungan kelompoknya. Dinasti politik tak selamanya negatif. 

"Bukan dinastinya yang harus dibicarakan, melainkan kapasitas orangnya," kata Megawati di Tangerang, Senin (21/10/2013).

Megawati menilai, suasana politik saat ini seperti tengah dipermainkan. Anggapan soal dinasti politik, kata dia, juga bisa mengarah ke PDI Perjuangan karena dua anaknya, Puan Maharani dan Prananda Prabowo, muncul sebagai tokoh muda di kancah politik nasional. Namun, Mega mengaku tak khawatir cap dinasti politik juga melekat di PDI Perjuangan. Baginya, yang terpenting adalah kapasitas seseorang dalam berpolitik dan kepemimpinan. Saat kapasitas telah mumpuni, dinasti politik yang terbangun secara otomatis menjadi tak masalah.

"Yang mesti dibicarakan itu orang-orangnya. Kalau orang dalam politik itu sudah mumpuni dalam permainan politik, kita tidak boleh negative thinking," ujarnya.

Di tempat yang sama, Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menjelaskan, mekanisme PDI Perjuangan dalam menjaring calon anggota legislatif (caleg) tidak melarang pasangan suami-istri mencalonkan diri. Aturan mainnya hanya pasangan suami-istri tak dapat maju sebagai caleg di tingkat yang sama.

"Yang kita lihat adalah kapasitas dan keaktifan di partai. Mereka dicalonkan bukan karena suami-istri, atau anak, atau ayah, atau ibu, melainkan karena kapasitasnya di partai," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, meski dalam UUD 1945 atau UU tidak ada pembatasan bagi seseorang untuk mengisi posisi pemerintahan, tetap perlu adanya batas kepatutan. Presiden berharap masyarakat bisa mencegah terjadinya dinasti kekuasaan. Kekuasaan politik jika menyatu dengan kepentingan atau bisnis, kata Presiden, bisa membawa hal yang tidak baik. Terlebih lagi, pada otonomi daerah, kekuasaan kepala daerah sangat besar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Nasional
KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

Nasional
Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Nasional
Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Nasional
Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Nasional
Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Nasional
Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Nasional
Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Nasional
Mengganggu Pemerintahan

Mengganggu Pemerintahan

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan kepada 2 Anak SYL, Capai Miliaran Rupiah?

Daftar Aliran Uang Kementan kepada 2 Anak SYL, Capai Miliaran Rupiah?

Nasional
Jokowi Rapat Bahas Aksesi OECD dengan Menko Airlangga dan Sri Mulyani

Jokowi Rapat Bahas Aksesi OECD dengan Menko Airlangga dan Sri Mulyani

Nasional
Korban Banjir Lahar di Sumbar hingga 16 Mei: 67 Orang Meninggal, 20 Warga Hilang

Korban Banjir Lahar di Sumbar hingga 16 Mei: 67 Orang Meninggal, 20 Warga Hilang

Nasional
Kemenag Beri Teguran Keras ke Garuda Indonesia soal Mesin Pesawat Rusak

Kemenag Beri Teguran Keras ke Garuda Indonesia soal Mesin Pesawat Rusak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com