Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koalisi Pemantau Peradilan: PK Sudjiono Timan Cacat Hukum

Kompas.com - 30/08/2013, 15:39 WIB
Ariane Meida

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar menilai, putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan peninjauan kembali (PK) perkara terpidana kasus korupsi, Sudjiono Timan, cacat hukum. Menurutnya, MA telah mengabulkan PK yang diajukan tidak sesuai prosedur dan cacat hukum. 

"Upaya PK itu melanggar KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana)," kata Erwin, Jumat (30/8/2013), di Gedung KY, Jakarta.

Ia mengungkapkan, PK kasus ini diajukan melalui istri Sudjiono yang memposisikan dirinya sebagai ahli waris. Dalam Pasal 263 ayat 1 dan Pasal 265 ayat 2 dan 3 KUHAP dijelaskan, pengajuan PK hanya dilakukan oleh terpidana atau pun ahli warisnya.

Namun, menurut Erwin, istri Sudjiono bukan merupakan ahli waris karena Sudjiono masih hidup. Erwin menilai, permohonan PK itu ditolak sejak tingkat pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Apalagi, hingga saat ini, status Sudjiono masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak dikeluarkannya putusan kasasi. Dengan status ini, ia seharusnya dianggap tidak memiliki itikad baik menghormati proses hukum. 

"Majelis PK seharusnya sudah bisa melihat hal itu dan tidak menerima pengajuan PK oleh istri Sudjiono," ujar Erwin.

Hari ini, sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) melaporkan majelis hakim yang menangani perkara Peninjauan Kembali (PK) buron terpidana korupsi Sudjiono Timan ke Komisi Yudisial (KY).

Putusan bebas MA

Seperti diberitakan, Mahkamah Agung—melalui putusan peninjauan kembali—membatalkan hukuman 15 tahun penjara untuk Sudjiono Timan, mantan Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia, yang semula dinyatakan terbukti melakukan korupsi sehingga merugikan keuangan negara lebih dari Rp 2 triliun.

Putusan tersebut tidak hanya membatalkan putusan kasasi MA, tetapi juga diberikan kepada orang yang masuk dalam daftar pencarian orang. Saat jaksa akan mengeksekusi putusan hakim kasasi pada 7 Desember 2004, Sudjiono sudah melarikan diri. Padahal, saat putusan kasasi dijatuhkan pada 3 Desember 2004, Sudjiono dalam status dicekal, bahkan paspornya sudah ditarik.

Dalam Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 6 Tahun 1988 yang ditandatangani Ali Said, Ketua MA, kemudian diperbarui melalui SEMA Nomor 1 Tahun 2012 disebutkan, pengadilan supaya menolak atau tidak melayani penasihat hukum atau pengacara yang menerima kuasa dari terdakwa/terpidana yang tidak hadir (in absentia) tanpa kecuali.

Permohonan peninjauan kembali (PK) diajukan istri Sudjiono, didampingi kuasa hukum Hasdiawati. Berkas PK diterima MA, 17 April 2012, dan pada 31 Juli 2013, MA memutuskan mengabulkan permohonan tersebut.

Putusan itu dijatuhkan majelis PK yang dipimpin Hakim Agung Suhadi dengan hakim anggota Andi Samsan Nganro, Abdul Latief, Sri Murwahyuni, dan Sophian Martabaya. Dalam penanganan perkara ini ada pergantian majelis karena salah satu hakim agung, yaitu Djoko Sarwoko, pensiun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com