Hanya, menurut Ganjar, itu berlaku jika semua kejahatan Gayus dituangkan dalam satu berkas perkara dan diadili dalam satu peradilan. Tetapi, pada kenyataannya, proses hukum terhadap Gayus dilakukan berdasar empat berkas yang berbeda. Keempat perkara itu telah berkekuatan hukum tetap.
"Kalau sudah kasasi seperti ini kan, artinya semua hukuman harus dijalankan. Total 30 tahun penjara, berarti," lanjutnya.
Seberat-beratnya
Sementara itu, pengamat hukum pidana dari Universitas Padjadjaran, Yesmil Anwar, mengatakan, sistem hukum Indonesia secara normatif menganut pemidanaan sesuai vonis yang tertinggi. Tetapi, katanya, penegak hukum harus menerapkan hukum progresif. Artinya, tegas Yesmil, penegakan hukum harus menjangkau rasa keadilan masyarakat.
Dia mengatakan, Gayus, dalam melakukan kejahatannya, telah memperhitungkan untung dan ruginya jika kemudian diberi sanksi atas kejahatan yang dilakukannya. Menurutnya, lebih menguntungkan Gayus jika ternyata sanksi yang diberikan kepadanya hanya sanksi yang ringan.
"Dengan kata lain, itu tidak membuat jera dia (Gayus). Malah lebih enak korupsi karena sanksinya pun tidak memberatkan," katanya saat dihubungi, Rabu (7/8/2013).
Dia mengapresiasi langkah jaksa yang menangani perkara Gayus dengan memisahkan berkas perkaranya untuk diadili dalam empat peradilan. Untuk itu, katanya, pemidanaannya juga harus dilakukan dengan seberat-beratnya bagi Gayus.
Hal serupa disampaikan oleh pakar hukum dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Soedjito. Menurutnya, dari sudut pandang sosiologi hukum, tindak pidana yang dilakukan banyak dilakukan Gayus merupakan kejahatan yang melukai keadilan sosial.
Gayus melakukan kejahatan berkali-kali mulai dari menjadi mafia pajak, mafia hukum, pencucian uang, memalsukan paspor, hingga menyuap petugas rumah tahanan. Dia menilai, dalam perkara Gayus,keadilan sosial hukum masyarakat harus turut dipertimbangkan.
"Masyarakat tentu punya hak juga untuk dipertimbangkan aspirasinya terkait pidana yang berlaku," kata Sudjito saat dihubungi, Selasa (6/8/2013).
Guru Besar Hukum UGM itu mengatakan, rasa keadilan masyarakat tidak akan terpenuhi jika hukum normatif saja yang ditegakkan. Dalam hal Gayus, tegas Sudjito, yang bersangkutan harus diberi hukuman seberat-beratnya. Artinya, kata dia, tidak melanggar hukum jika semua hukuman Gayus diakumulasikan secara murni.
"Masyarakat ingin betul keadilan sosial. Ini bisa diatasi dengan menjatuhkan hukuman yang seberat-beratnya kepada semua yang terlibat dalam kasus itu. Bukan hanya Gayus, tapi semua mafia pajak dan mafia hukum itu," katanya.
Tergantung hakim
Sementara itu, meski juga sepakat dengan prinsip pemidanaan yang diatur Pasal 65 KUHP bahwa pemidanaan seseorang terhadap kejahatan-kejahatannya harus dilakukan berbarengan dengan prinsip akumulasi terbatas, pengamat hukum Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, punya pendapat yang berbeda.
Dia sepakat bahwa meskipun berkas Gayus telanjur disidangkan terpisah, penjatuhan hukumannya tetap dilakukan berdasar perhitungan ancaman terberat plus sepertiga ancaman terberat itu. Namun, tanpa menyebut angka pasti mengenai berapa lama Gayus harus mendekam di penjara, Agustinus berpendapat bahwa hakimlah yang paling berwenang menentukan.
"Kalaupun berkas Gayus dipecah-pecah harus dihitung begitu. Yang menghitung itu hakim. Dia harus perhatikan putusan atas perkara yang sudah diadili sebelumnya. Tafsir hukum mengatakan demikian. Kejahatan Gayus kan sudah diketahui dalam waktu bersamaan," tegas Agustinus.
Tetapi, Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur, ketika dikonfirmasi, mengaku belum mendapat informasi mengenai hal itu dari hakim-hakim yang menangani kasasi Gayus.
"Saya belum mendapat informasi," kata Ridwan, Sabtu (3/8/2013).
Sementara itu, Pelaksana Harian Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenhuk dan HAM) Bambang Krisbanu menyampaikan bahwa Gayus akan memeroleh remisi khusus dalam rangka Hari Raya Idul Fitri. Namun, Bambang masih enggan menyebutkan berapa lama potongan masa tahanan untuk Gayus.
Jadi, berapa lama Gayus harus mendekam di penjara nanti?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.