Pengalaman pahit itu yang membuat Ninik berpikir panjang untuk meminjam uang ke bank sekalipun akan dipakai membangun butik atau galeri batik trusmi. Keinginan Ninik sekarang rumahnya juga adalah rumah bagi para pecinta batik.
Namun, tantangan tak hanya datang dari utang yang tiba-tiba membengkak. Prinsip "menjual kualitas, bukan kuantitas" yang dia pegang teguh pada satu masa juga memunculkan tantangan tak terduga.
Entah siapa yang menebar dan apa maksud yang dituju, beredar kabar sejarah batik trusmi sudah putus. "Ada pelanggan lama saya bilang tempat saya (dikabarkan) tutup dan saya sudah nggak ada. Saya nggak apa-apa. Begitu ketemu, dia tahu yang sebenarnya, dia langsung meluk saya, ya begitulah," kenangnya.
Kegelisahan generasi kelima
Di tengah upaya mempertahankan kelestarian batik tulis, Ninik mengaku punya kegelisahan, tentang siapa penerus batik trusmi. "Nah itu dia, kalau dagang semua bisa, tapi untuk meneruskan filosofi, rasanya belum ada. Makanya, saya sedih, tidak tahu harus gimana," ujar dia.
Pada satu sisi, tutur Ninik, banyak pelanggan yang meminta jangan sampai batik trusmi Ninik punah. Tetapi, tak ada satu pun anaknya yang terlihat bakal menjadi penerus.
Ninik berpendapat pengalaman dan ketulusan keempat anaknya belum cukup untuk menjadi generasi keenam batik trusmi. Menyusuri hari-hari usia senja, Ninik berharap akan muncul penerus batik trusmi, bukan batik yang sekadar untuk dijual sebagai dagangan, melainkan batik seni penuh filosofi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.